Saturday, 31 December 2022

VOB: Gadis-Gadis Pemberontak Garut Guncangkan Dunia

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

“Voice of Baceprot”, Garut pride. Saya mulai memperhatikan mereka kurang lebih sejak setahun lalu. Tanpa sengaja saya mengklik tayangan Youtube seorang reaktor musik asal Inggris yang mereaksi VOB bermain musik rock metal dengan judul lagu “School Revolution”. Awalnya, saya hanya menyangka anak-anak VOB itu seperti saya juga ketika seumuran mereka, bermain musik, senang-senang, sekedar hobi atau pengen eksis. Akan tetapi, di tengah-tengah lagu, permainan mereka luar biasa. Mereka masih sangat culun, unyu-unyu, tampak berusia sekitar SMP, padahal antara kelas 1 atau 2 SMA. Makin didengarkan, makin mengasyikan. Mereka memang pemain musik profesional.

            Bahkan, reaktor Inggris itu sampai bilang, “Orang Indonesia, kalian beri makan apa anak-anak ini?”

            Itu karena memang VOB bermain sangat bagus, cepat, menghentak, dan penuh energi. Bahkan, lebih monstrous dibandingkan pemain-pemain band metal cadas aslinya dari Barat. Maksudnya, permainannya melebihi para monster musik keras.


Foto: Akurat.co


            Saya jadi penasaran siapa sih anak-anak itu. Jujur, saya justru mengetahui mereka dari ulasan-ulasan para pengamat musik Eropa dan Amerika. Mereka ternyata sangat mengenal anak-anak itu dibandingkan orang Indonesia sendiri. Orang-orang Barat menelusuri kehidupan personal VOB sejak kecil hingga kini sukses mengguncangkan Eropa dan dunia.

            Band musik keras ini bermula dari para siswa bermasalah di sebuah madrasah tsanawiyah di Singajaya, Garut, Jawa Barat, Indonesia yang sering bikin keributan, melawan guru, protes karena diperlakukan tidak adil, serta kerap mendapatkan bulian, baik dari guru maupun dari teman-teman sekolahnya. Karena sering bikin masalah dan dianggap tidak akan memiliki masa depan cerah, mereka keluar masuk dibina oleh guru bimbingan konseling (BK).


Guru BK Abah Ezra bersama VOB (Foto: IRC 13)


            Beruntung, guru BK mereka yang dikenal dengan nama Abah Ezra memahami mereka dan berupaya keras menyalurkan mereka ke bidang-bidang kegiatan yang sesuai dengan mereka. Awalnya, mereka diikutkan dalam kegiatan teater, tetapi seluruhnya gagal. Akhirnya, Abah Ezra menyalurkannya ke bidang musik. Awalnya, mereka berjumlah tujuh orang, tetapi menyusut menjadi tiga orang. Mereka adalah Firdda Marsya Kurnia sebagai pemain gitaris melodi dan vokalis, Widi Rahmawati sebagai pemain bass, dan Euis Siti Aisyah sebagai drummer.

            Foto VOB ketika mereka bertiga bersama guru BK Abah Ezra saya dapatkan dari IRC 13. Adapun foto yang lainnya saya dapatkan dari Akurat co, CNN Indonesia, Liputan6 com, Pinterest, dan Suara com.

            Lagu pertama yang saya dengar adalah School Revolution. Lagu ini berupa pemberontakan mereka terhadap sistem pendidikan di sekolah yang tidak adil, menutup pendapat siswa, dan mengunci kreativitas siswa. Mereka menginginkan sekolah itu harus mengakomodasi berbagai kreativitas siswa sesuai gairah para siswa. Mereka pun sudah terlalu pusing dengan ceramah-ceramah soal moral, tetapi praktiknya tidak sesuai dengan yang diceramahkan.

            Setelah mulai main musik keras dari panggung ke panggung, mereka mendapatkan banyak bulian, cacian, nyinyiran, bahkan makian haram dari kelompok-kelompok masyarakat yang suka mengharam-haramkan musik. Untuk melawan nyinyiran dan tudingan itu, mereka pun membuat lagu berjudul “God Allow Me (Please) to Play Music”. Mereka tidak percaya lagi pada para penceramah yang suka menuding dan mengasari mereka dengan ceramahnya. Lagu mereka menunjukkan ketidakpercayaan mereka itu. Oleh sebab itu, mereka meminta izin langsung kepada Allah swt melalui lagu itu, “Tuhan, Tolong Izinkan Aku Bermain Musik”.

            Dalam lagu ini mereka menjelaskan, “Kami bukanlah kriminal, kami bukanlah penjahat, kami bukanlah koruptor, kami bukanlah musuh, kami hanya ingin bermain musik untuk menyuarakan apa yang ada dalam jiwa kami. Tuhan, izinkanlah kami bermain musik.”

            Banyak penikmat musik dari seluruh dunia menangis mendengar lagu ini, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka membayangkan betapa beratnya VOB yang masih kecil-kecil itu menghadapi serangan dari para pembencinya.  Bahkan, hingga ke serangan fisik lho. Oleh sebab itu, ketika VOB diundang untuk tur ke seluruh Eropa, para pendukungnya dari seluruh dunia bergembira.

            Banyak dari mereka yang berteriak, “Tuhan telah mengizinkan kalian bermain musik!”


Foto: CNN Indonesia


            Memang mereka telah berhasil tampil di panggung terbesar No. 1 untuk para pemusik metal seluruh dunia di Wacken, Jerman. Hal yang mengagetkan adalah ketika menyanyikan lagu “What’s The Holy (Nobel) Today”, mereka mampu menggerakkan penonton dari seluruh dunia untuk berteriak “stop war, we hate war!”, ‘hentikan perang, kami benci perang!” Luar biasa mereka.


Foto: Pinterest


            Meskipun mereka adalah pemain musik keras, metal, cadas, mereka tetap mengaji, shalat, tahajud, puasa. Bahkan, mereka berdakwah di hadapan para penonton Kota Rennes, Perancis. Karena mereka muslimat Indonesa berhijab, sering mendapatkan pertanyaan soal agamanya dan hijabnya. Mereka tampaknya kesal, sedikit marah, tetapi berusaha menjelaskan.


Foto: Suara.com


            Di atas panggung Perancis yang disiarkan ke seluruh dunia sebelum menyanyikan lagu PMS (Perempuan Merdeka Seutuhnya) yang mereka ciptakan sendiri, Marsya dengan suara lantang mengajari penduduk Eropa, “I tell you now, I tell you now! Hijab is a sign of peace, love, and beauty.”

            Hijab adalah ciri atau tanda perdamaian, cinta, dan keindahan. Begitu yang dikatakan Marsya. Penjelasannya itu mendapatkan tepuk tangan dari seluruh penonton Renne, Perancis.

            Lagu yang paling menghebohkan di panggung Perancis itu adalah berjudul “Killing in The Name” yang di-cover dari band “Rage Against The Machine” (RATM) yang dibawakan oleh Tom Moralle. Penyanyi aslinya sendiri Tom Moralle bahkan menjadi penggemar VOB. Dalam lagu itu tampak sekali kemarahan dan keberanian VOB, mereka bertiga, untuk menolak sesuatu yang tidak masuk akal bagi mereka. Ada bait-bait lirik yang dinyanyikan bersama penonton.

            Kalau saya tidak salah dengar Marsya berulang-ulang mengucapkan “I won’t do what you tell me”, ‘aku tidak akan melakukan apa yang kamu perintahkan kepadaku”,  maaf kalau saya salah dengar, baca saja lirik aslinya,.

            Teriakan mereka yang paling keras bergemuruh di atas panggung adalah ketika meneriakkan, “M*ther F%ckeeer …!”

            Teriakan itu adalah teriakan sangat kasar, bahkan bagi orang Barat sendiri. Orang bule pun berusaha untuk tidak mengucapkan kalimat itu karena dianggap kalimat kurang ajar. Oleh sebab itu, publik Eropa menjuluki VOB adalah band metal berhijab asal Indonesia yang “fearless”, ‘tak punya rasa takut’. Akan tetapi, Marsya VOB, meneriakkannya dengan sangat lantang yang disambut gemuruh para penonton bule.

            Kurang lebih dalam bahasa Indonesia seperti ini artinya, “Persetan! Kalian Bajingaaan …!”


Foto: Liputan6.com


            Banyak sebetulnya yang bisa dan ingin saya tulis tentang ketiga gadis Garut ini. Sungguh, mereka adalah anak-anak yang bersemangat dan berani menyuarakan keinginannya dengan tetap tidak melepaskan kewajibannya dalam beragama, bahkan berdakwah dalam lagu-lagu yang diciptakannya. Cuma, ya itu tadi, bahasanya “on point”, dalam bahasa Sunda “togmol, teu didingding kelir”, ‘tajam langsung ke intinya’. Lain kali, saya ulas lagu-lagu yang diciptakan mereka. Para Baladceprot dapat menginformasikan berbagai hal tentang VOB kepada saya sehingga saya mendapatkan banyak pengetahuan tentang VOB dan bisa menulis lebih banyak tentang mereka.

            Baladceprot itu komunitas penggemar VOB yang anggotanya sekarang sudah berada di seluruh dunia, bukan hanya orang Indonesia, melainkan pula orang-orang bule dan orang asing lainnya.

            Hayu ah.

            #VOBVoiceofBaceprot

            #StopWarWeHateWar

            #Baladceprot

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment