oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
“Voice
of Baceprot”, Garut
pride. Saya mulai memperhatikan mereka kurang lebih sejak setahun lalu.
Tanpa sengaja saya mengklik tayangan Youtube seorang reaktor musik asal Inggris
yang mereaksi VOB bermain musik rock metal dengan judul lagu “School Revolution”. Awalnya, saya hanya
menyangka anak-anak VOB itu seperti saya juga ketika seumuran mereka, bermain musik,
senang-senang, sekedar hobi atau pengen eksis. Akan tetapi, di tengah-tengah
lagu, permainan mereka luar biasa. Mereka masih sangat culun, unyu-unyu, tampak
berusia sekitar SMP, padahal antara kelas 1 atau 2 SMA. Makin didengarkan,
makin mengasyikan. Mereka memang pemain musik profesional.
Bahkan, reaktor Inggris itu sampai bilang, “Orang
Indonesia, kalian beri makan apa anak-anak ini?”
Itu karena memang VOB bermain sangat bagus, cepat,
menghentak, dan penuh energi. Bahkan, lebih monstrous
dibandingkan pemain-pemain band metal cadas aslinya dari Barat. Maksudnya,
permainannya melebihi para monster musik keras.
Foto: Akurat.co |
Saya jadi penasaran siapa sih anak-anak itu. Jujur, saya justru
mengetahui mereka dari ulasan-ulasan para pengamat musik Eropa dan Amerika.
Mereka ternyata sangat mengenal anak-anak itu dibandingkan orang Indonesia
sendiri. Orang-orang Barat menelusuri kehidupan personal VOB sejak kecil hingga
kini sukses mengguncangkan Eropa dan dunia.
Band musik keras ini bermula dari para siswa bermasalah di
sebuah madrasah tsanawiyah di Singajaya, Garut, Jawa Barat, Indonesia yang
sering bikin keributan, melawan guru, protes karena diperlakukan tidak adil,
serta kerap mendapatkan bulian, baik dari guru maupun dari teman-teman
sekolahnya. Karena sering bikin masalah dan dianggap tidak akan memiliki masa
depan cerah, mereka keluar masuk dibina oleh guru bimbingan konseling (BK).
Guru BK Abah Ezra bersama VOB (Foto: IRC 13) |
Beruntung, guru BK mereka yang dikenal dengan nama Abah
Ezra memahami mereka dan berupaya keras menyalurkan mereka ke bidang-bidang
kegiatan yang sesuai dengan mereka. Awalnya, mereka diikutkan dalam kegiatan
teater, tetapi seluruhnya gagal. Akhirnya, Abah Ezra menyalurkannya ke bidang musik.
Awalnya, mereka berjumlah tujuh orang, tetapi menyusut menjadi tiga orang.
Mereka adalah Firdda Marsya Kurnia sebagai pemain gitaris melodi dan vokalis,
Widi Rahmawati sebagai pemain bass, dan Euis Siti Aisyah sebagai drummer.
Foto VOB ketika mereka bertiga bersama guru BK Abah Ezra
saya dapatkan dari IRC 13. Adapun foto yang lainnya saya dapatkan dari Akurat
co, CNN Indonesia, Liputan6 com, Pinterest, dan Suara com.
Lagu pertama yang saya dengar adalah School Revolution. Lagu
ini berupa pemberontakan mereka terhadap sistem pendidikan di sekolah yang
tidak adil, menutup pendapat siswa, dan mengunci kreativitas siswa. Mereka
menginginkan sekolah itu harus mengakomodasi berbagai kreativitas siswa sesuai
gairah para siswa. Mereka pun sudah terlalu pusing dengan ceramah-ceramah soal
moral, tetapi praktiknya tidak sesuai dengan yang diceramahkan.
Setelah mulai main musik keras dari panggung ke panggung,
mereka mendapatkan banyak bulian, cacian, nyinyiran, bahkan makian haram dari
kelompok-kelompok masyarakat yang suka mengharam-haramkan musik. Untuk melawan
nyinyiran dan tudingan itu, mereka pun membuat lagu berjudul “God Allow Me (Please) to Play Music”. Mereka
tidak percaya lagi pada para penceramah yang suka menuding dan mengasari mereka
dengan ceramahnya. Lagu mereka menunjukkan ketidakpercayaan mereka itu. Oleh
sebab itu, mereka meminta izin langsung kepada Allah swt melalui lagu itu, “Tuhan, Tolong Izinkan Aku Bermain Musik”.
Dalam lagu ini mereka menjelaskan, “Kami bukanlah kriminal,
kami bukanlah penjahat, kami bukanlah koruptor, kami bukanlah musuh, kami hanya
ingin bermain musik untuk menyuarakan apa yang ada dalam jiwa kami. Tuhan,
izinkanlah kami bermain musik.”
Banyak penikmat musik dari seluruh dunia menangis
mendengar lagu ini, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka membayangkan betapa
beratnya VOB yang masih kecil-kecil itu menghadapi serangan dari para
pembencinya. Bahkan, hingga ke serangan
fisik lho. Oleh sebab itu, ketika VOB diundang untuk tur ke seluruh Eropa, para
pendukungnya dari seluruh dunia bergembira.
Banyak dari mereka yang berteriak, “Tuhan telah
mengizinkan kalian bermain musik!”
Foto: CNN Indonesia |
Memang mereka telah berhasil tampil di panggung terbesar
No. 1 untuk para pemusik metal seluruh dunia di Wacken, Jerman. Hal yang
mengagetkan adalah ketika menyanyikan lagu “What’s
The Holy (Nobel) Today”, mereka mampu menggerakkan penonton dari seluruh
dunia untuk berteriak “stop war, we hate war!”,
‘hentikan perang, kami benci perang!” Luar biasa mereka.
Foto: Pinterest |
Meskipun mereka adalah pemain musik keras, metal, cadas,
mereka tetap mengaji, shalat, tahajud, puasa. Bahkan, mereka berdakwah di
hadapan para penonton Kota Rennes, Perancis. Karena mereka muslimat Indonesa berhijab,
sering mendapatkan pertanyaan soal agamanya dan hijabnya. Mereka tampaknya
kesal, sedikit marah, tetapi berusaha menjelaskan.
Foto: Suara.com |
Di atas panggung Perancis yang disiarkan ke seluruh dunia
sebelum menyanyikan lagu PMS (Perempuan Merdeka Seutuhnya) yang mereka ciptakan
sendiri, Marsya dengan suara lantang mengajari penduduk Eropa, “I tell you now, I tell you now! Hijab is
a sign of peace, love, and beauty.”
Hijab adalah ciri atau tanda perdamaian, cinta, dan
keindahan. Begitu yang dikatakan Marsya. Penjelasannya itu mendapatkan tepuk
tangan dari seluruh penonton Renne, Perancis.
Lagu yang paling menghebohkan di panggung Perancis itu
adalah berjudul “Killing in The Name” yang
di-cover dari band “Rage Against The Machine” (RATM) yang
dibawakan oleh Tom Moralle. Penyanyi
aslinya sendiri Tom Moralle bahkan menjadi penggemar VOB. Dalam lagu itu tampak
sekali kemarahan dan keberanian VOB, mereka bertiga, untuk menolak sesuatu yang
tidak masuk akal bagi mereka. Ada bait-bait lirik yang dinyanyikan bersama
penonton.
Kalau saya tidak salah dengar Marsya berulang-ulang
mengucapkan “I won’t do what you tell
me”, ‘aku tidak akan melakukan apa yang kamu perintahkan kepadaku”, maaf
kalau saya salah dengar, baca saja lirik aslinya,.
Teriakan mereka yang paling keras bergemuruh di atas
panggung adalah ketika meneriakkan, “M*ther
F%ckeeer …!”
Teriakan itu adalah
teriakan sangat kasar, bahkan bagi orang Barat sendiri. Orang bule pun berusaha
untuk tidak mengucapkan kalimat itu karena dianggap kalimat kurang ajar. Oleh
sebab itu, publik Eropa menjuluki VOB adalah band metal berhijab asal Indonesia
yang “fearless”, ‘tak punya rasa takut’.
Akan tetapi, Marsya VOB, meneriakkannya dengan sangat lantang yang disambut
gemuruh para penonton bule.
Kurang lebih dalam bahasa Indonesia seperti ini artinya, “Persetan!
Kalian Bajingaaan …!”
Foto: Liputan6.com |
Banyak sebetulnya yang bisa dan ingin saya tulis tentang
ketiga gadis Garut ini. Sungguh, mereka adalah anak-anak yang bersemangat dan
berani menyuarakan keinginannya dengan tetap tidak melepaskan kewajibannya
dalam beragama, bahkan berdakwah dalam lagu-lagu yang diciptakannya. Cuma, ya
itu tadi, bahasanya “on point”, dalam
bahasa Sunda “togmol, teu didingding
kelir”, ‘tajam langsung ke intinya’. Lain
kali, saya ulas lagu-lagu yang diciptakan mereka. Para Baladceprot dapat
menginformasikan berbagai hal tentang VOB kepada saya sehingga saya mendapatkan
banyak pengetahuan tentang VOB dan bisa menulis lebih banyak tentang mereka.
Baladceprot itu komunitas penggemar VOB yang anggotanya
sekarang sudah berada di seluruh dunia, bukan hanya orang Indonesia, melainkan
pula orang-orang bule dan orang asing lainnya.
Hayu ah.
#VOBVoiceofBaceprot
#StopWarWeHateWar
#Baladceprot
Sampurasun
No comments:
Post a Comment