Tuesday, 31 January 2023

Masjid Raya Al Jabbar Bakalan Sepi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Begitu kata kaum “nyinyirun” penakut yang stress karena melihat kemegahan Al Jabbar dan kecerdasan Ridwan Kamil. Mereka kebanyakan salah menganalisa karena datanya ngarang sendiri dan tidak punya pengalaman soal masjid. Mereka hanya melihat data bahwa ada lebih dari 50.000 masjid di Jawa Barat dan banyak masjid yang jamaahnya sedikit sehingga terlihat kosong dan sepi kegiatan. Itu tidak salah karena memang di Jawa Barat terlalu banyak masjid yang berdekatan sehingga jamaahnya tampak sepi dari ibadat dan aktivitas keagamaan lainnya. Hal itu disebabkan jamaah tersebar pada banyak masjid kecil dan tidak terkonsentrasi pada satu masjid. Akan tetapi, jika hanya melihat masjid-masjid kecil berdekatan yang sepi, lalu menjadi dasar pemikiran bahwa Masjid Raya Al Jabbar pun akan sepi senasib masjid-masjid kecil, itu adalah analisa yang salah besar, tidak objektif, tidak netral, dan hanya terdorong oleh rasa iri, takut, dan nyinyir. Lemah sekali analisa mereka.

            Dalam pandangan saya, Masjid Raya Al Jabbar tidak akan pernah sepi, bahkan akan semakin ramai dan semakin banyak kegiatan. Hal itu disebabkan banyak hal. Akan tetapi, dalam tulisan ini saya hanya menjelaskan satu hal ringan yang menjadi dasar pemikiran bahwa Masjid Al Jabbar tidak akan sepi. Lihat saja Masjid Agung Kota Bandung yang berada di Cikapundung, Alun-alun Bandung. Itu adalah masjid setingkat kota, tetapi tidak pernah sepi. Sejak sebelum saya lahir pun tidak pernah sepi. Ibu saya berceritera tentang hal itu. Ketika saya masih sangat kecil pun sangat sering diajak ayah saya ke Masjid Agung Kota Bandung itu untuk shalat, bertemu dan berdiskusi dengan teman-temannya, atau ngabuburit jika Ramadhan tiba. Saya masih ingat ketika masjid itu masih memiliki empat pilar besar sebagai penopang hampir di tengah bangunan, sekarang tak ada lagi tiang itu. Saya masih suka berlari-lari di dalam masjid itu serta meloncati ayah saya dan teman-temannya yang terkadang kelelahan sehingga tidur di dalam masjid. Saya masih ingat bahwa dulu masjid itu terpisah dengan alun-alun yang memiliki air mancur. Sekarang, alun-alun menjadi bagian dari masjid dan air mancurnya menghilang. Masjid itu tidak pernah sepi hingga sekarang, bahkan makin ramai. Masjid itu selalu penuh, kecuali jika pengurus masjid menutupnya. Biasanya, malam tahun baru ditutup untuk menghindari digunakan orang-orang yang sedang tahun baruan hanya untuk tidur dan ngobrol nggak karuan. Shubuhnya baru dibuka lagi.




            Masjid itu tidak pernah sepi sejak dulu hingga sekarang, padahal itu masjid setingkat kota. Al Jabbar adalah masjid setingkat provinsi yang karena kemegahan dan kemodernannya terkenal senasional, bahkan ke seluruh dunia. Itu jelas tidak akan sepi. Sampai hari ini pun selalu ramai dan penuh hingga sekitar pukul 21.00. Masjid itu ditutup hingga menjelang shubuh untuk proses pembersihan karena banyak sekali orang yang datang berdesakan dan kurang disiplin dalam membuang sampah.




            Pengalaman saya juga begitu kok. Ketika istri dan anak perempuan saya puasa, shaum mengganti hutang pada Ramadhan lalu, orang Sunda bilang “ngodoan”, saya ajak mereka untuk ngabuburit di Masjid Raya Al Jabbar supaya ngabuburitnya tambah menyenangkan dan menambah pahala. Sejak masuk wilayah Rancapati, jalanan mulai terasa macet. Ketika di parkiran pun mulai susah cari tempat parkir. Saat berjalan menuju pintu gerbang pelataran alun-alun masjid pun sangat banyak orang. Ketika sudah memasuki gerbang pun, sangat banyak manusia di sana. Saya di komplek masjid sekitar sejak pukul 17.00 s.d. pukul 20.30. Orang-orang masih banyak dan sepertinya tidak mau meninggalkan tempat itu karena makin malam makin indah. Jika saja pintu masjid tidak ditutup dan petugas tidak menginformasikan akan dilakukan pembersihan dan pemeliharaan, akan banyak orang yang rela hingga Shubuh berada di sana. Artinya, masjid itu tidak sepi, di parkiran pun banyak mobil dan bus dengan Nopol bukan Kota Bandung.




            Meskipun saya bilang Masjid Raya Al Jabbar tidak akan pernah sepi, faktanya benar bahwa Al Jabbar bakal sepi. Jangankan masjid, seluruh dunia ini pun akan sepi pada akhirnya karena sudah ketentuannya untuk kiamat. Ketika kiamat tiba, dunia ini sangat sepi. Hanya Allah swt dan Malaikat Izrail Sang Pencabut Nyawa yang ada setelah kehancuran itu. Setelah itu, Allah swt menghentikan hidup Malaikat Izrail sehingga tinggal diri-Nya yang tetap ada.

            Lalu, Allah swt berseru pada seluruh alam semesta, “Wahai Makhluk-makhluk Angkuh, di mana kalian sekarang? Wahai kalian yang tidak mempercayai diri-Ku dan kejadian hari ini, sedang apa kalian? Tunjukkan kekuasaan kalian!”

            Tak ada yang menjawab, tak ada komentar, tak ada suara, semua mati, kecuali Allah swt. Semuanya telah berakhir, kemudian Allah swt menghilangkan semuanya dan membentuk lagi ciptaan baru bernama Akhirat untuk mengambil pertanggungjawaban dari seluruh makhluk ketika berada di alam dunia.

            So, Masjid Raya Al Jabbar pasti sepi jika dilanda kiamat.

            Sampurasun.

Saturday, 28 January 2023

Assalaamualaikum, A Eril

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya




Baru juga saya sampai ke rumah dari tempat kerja, istri saya mengajak ngobrol, “Pah, tadi Mamah ke makam Eril.”

        “Sama siapa?” tanya saya.

        “Sama teman-teman.”

        Eril yang istri saya maksud adalah Emmeril Kahn Mumtadz (alm), putera Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

        “Mau ngapain ke makam Eril?”

        “Mendoakan Eril.”

        “Banyak yang datang ke makam Eril?”

        “Banyak, tadi juga ada rombongan yang datang dari Jakarta.”

        “Oh, iya?”

        “Iya, tapi tadi kebetulan hujan gerimis, jadi baru cuma Mamah sama teman-teman yang mendekat ke makam Eril,” jelas istri saya, “Lihat geura Pah, makamnya bersih, tenang, dan penjaganya baik, sopan lagi, ramah.”

        Ketika mendekat ke makam, istri saya menyapa, “Assalaamualaikum, A Eril.”

        Setelah itu, mereka berdoa bersama di samping makam.









        Mendengar ceritera istri, saya teringat penuturan Ridwan Kamil yang masih bingung sampai hari tentang anaknya, Eril (alm).  Ridwan Kamil menjelaskan bahwa selalu ada ribuan orang yang datang ke makam Eril, entah kenapa. Dia tidak seluruhnya tahu apa saja yang dilakukan Eril selama hidupnya. Sering ada orang yang memberinya hadiah karena mereka mengenal Eril.


Emmeril Kahn Mumtadz (Foto: CNN Indonesia)


        Pernah ada tukang ojek yang memberi Ridwan Kamil lukisan. Tukang ojek itu berceritera bahwa dulu ketika motornya mogok ada seorang anak muda yang mendorong motornya sampai ke pom bensin. Anak muda itu bukan hanya mendorong motornya, melainkan pula mengisi bensin motornya hingga penuh. Uangnya berasal dari anak muda itu. Tukang ojek itu tidak tahu siapa anak muda itu. Setelah Eril meninggal dan fotonya ada di mana-mana, tukang ojek itu baru tahu bahwa anak muda yang menolongnya itu Eril, anak Gubernur Jawa Barat.

        Itu baru satu ceritera. Masih banyak kisah lain tentang kebaikan Eril. Tak heran jika sampai hari ini makamnya tidak pernah sepi dari doa.


Eril bersama ayahnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Foto: Isu Bogor - Pikiran Rakyat)

        Emmeril Kahn Mumtadz, lahir di New York, Amerika Serikat; wafat di Bern, Swiss; dimakamkan di Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

        Foto Eril saya dapatkan dari CNN Indonesia, sedangkan yang bersama ayahnya, Ridwan Kamil, saya dapatkan dari Isu Bogor – Pikiran Rakyat.

            Sampurasun.

Wednesday, 25 January 2023

Masjid Raya Al Jabbar Banyak Mudharat-nya

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Mereka memang orang-orang aneh. Iri dan takut sama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, tetapi yang dijelek-jelekkan masjid. Seperti hilang akal mereka.

            Mereka bilang Masjid Raya Al Jabbar banyak mudharat-nya. Salah satunya adalah menimbulkan kemacetan. Untuk jalur tranportasi, tidak dipikirkan sebelumnya. Akibatnya, merugikan masyarakat. Rakyat mengeluh. Mereka memanfaatkan kemalasan membaca masyarakat Indonesia yang mudah percaya provokasi tanpa memeriksanya lebih dahulu.

            Memang benar sangat banyak masyarakat yang ingin datang ke Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat. Bukan hanya warga Bandung Raya dan Jawa Barat yang ingin berkunjung, melainkan pula dari seluruh provinsi dan pulau di Indonesia, seperti, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, serta wilayah-wilayah lainnya. Bahkan, dari luar negeri, seperti, Malaysia dan Brunei pun berbondong-bondong ingin ke Masjid Raya Al Jabbar karena masjid seperti itu hanya satu-satunya di dunia ini dengan segala kemodernannya. Foto Masjid Raya Al Jabbar saya dapatkan dari Tirto ID.


Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat (Foto Tirto.ID)


            Runtunan manusia yang datang itu jelas menimbulkan kemacetan dan itu sudah diperhitungkan sebelumnya. Ridwan Kamil sudah menyiapkan jalur untuk kendaraan roda empat atau lebih adalah menggunakan Pintu Tol 149 Gedebage agar tidak menimbulkan kemacetan. Akan tetapi, sayangnya, jalan tol yang menuju pintu tol 149 itu amblas sehingga tidak aman untuk dilewati. Oleh sebab itu, Kementerian PUPR melarang rakyat untuk melalui jalan itu. Akibatnya, rakyat yang sangat ingin ke Masjid Raya Al Jabbar terpaksa harus menggunakan Jln. Cimencrang yang sudah pasti menimbulkan kemacetan. Foto Pintu Tol 149 Gedebage yang ditutup saya dapatkan dari Media Tata Ruang.


Pintu Tol 149 ditutup Kementerian PUPR (Foto: Media Tata Ruang)


            Sampai Januari 2023 ini, jalan tol menuju pintu 149 Gedebage ini masih diaudit. Proses ini memang diperlukan agar betul-betul aman untuk dilalui. Jadi, kemacetan bukanlah disebabkan tidak adanya persiapan oleh Provinsi Jawa Barat, melainkan ditutupnya pintu tol 149 oleh kementerian PUPR.

            Paham, Bro?

            Kudu paham atuh, masa hal sepele saja tidak paham.

            Hal ini sudah dijelaskan oleh Ridwan Kamil sendiri sejak awal sebenarnya. Akan tetapi, kemacetan akibat kebijakan kementerian PUPR ini dijadikan alat untuk menjelek-jelekkan Masjid Raya Al Jabbar dan Ridwan Kamil. Kacau mereka mah. Orang Indonesia yang kurang periksa pun ikut-ikutan menyalahkan Ridwan Kamil. Makanya, kalau dapat informasi itu harus diperiksa dulu dengan baik, jangan langsung percaya. Bisa berakibat dosa lho.

            Meskipun demikian, meskipun bukan salah dirinya, Ridwan Kamil meminta maaf dan menginformasikan bahwa memang sedang berencana membangun jalan akses melalui samping Polda Jawa Barat agar bisa langsung masuk pula dari Bypass Soekarno-Hatta hingga ke halaman Masjid Raya Al Jabbar. Dengan demikian, jalur masuknya bertambah, bisa menggunakan tol jika sudah aman dilalui, bisa pula melalui Jln. Soekarno-Hatta yang jauh lebih lebar dibandingkan jalan biasa itu. Foto Ridwan Kamil bersama anaknya saya dapatkan dari Pikiran Rakyat.


Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Foto: Pikiran Rakyat)


            Begitu, Bro.

            Kalem, Pilpres masih lama. Jangan suka menjelek-jelekkan orang apalagi fitnah hanya karena takut jagoannya kalah dalam pemilihan. Biasa saja. Ada takdir Allah swt untuk hal itu.

            Hayu ah.

            Sampurasun.

Monday, 23 January 2023

Orang Miskin di Samping Kemegahan Masjid Raya Al Jabbar

 

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Mari kita tertawakan para penakut yang iri terhadap Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat. Mereka tampaknya tidak bisa tidur dan terus mencari cara untuk merendahkan Masjid Raya Al Jabbar dan terutama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang akrab disapa Kang Emil. Mereka itu sudah punya jagoan dan merancang situasi untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Kehadiran Masjid Raya Al Jabbar yang dikomandoi Kang Emil mengejutkan mereka. Intinya, mereka ketakutan perhatian rakyat jadi tertuju kepada Kang Emil dan kemajuan Provinsi Jawa Barat. Hal itu bisa membuat jagoan mereka tersingkir sebelum waktunya.

            Seharusnya, mereka tidak usah Baper seperti itu. Kang Emil sendiri tenang kok menghadapi Pilpres 2024.


Ridwan Kamil dan istri, Atalia Praratya (Foto: Orami)


“Saya ini masih punya hak politik untuk menjadi Gubernur Jawa Barat periode berikutnya. Akan tetapi, kalaulah pintu takdir terbuka untuk saya di tingkat nasional, I will do the best (saya akan melakukan yang terbaik),” begitu kata Kang Emil.

            Tidak perlu Baper. Semua ada takdirnya, kalem aja, Bro. Jangan bikin hoax, fitnah, dan ketololan.

            Meskipun demikian, mereka layak untuk takut dan tidak bisa tidur karena sekarang Kang Emil sudah menjadi Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Di samping itu, dia pun menjadi pejabat Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar. Itu adalah jabatan-jabatan penting yang sudah pasti didukung penuh Golkar dan perintah Kang Emil untuk memenangkan Golkar pasti dipatuhi Partai Golkar. Itu memang menakutkan bagi orang-orang yang iri dan penakut.


Masjid Raya Al Jabbar (Foto: TripZilla Indonesia)

            Saking takutnya, mereka bikin postingan-postingan sangat bodoh. Saya yakin mereka yang bikin postingan itu bukan orang Bandung ataupun orang Jawa Barat. Orang Jawa Barat tidak akan sebodoh itu bikin postingan. Mereka bikin postingan, tulisan atau tayangan video dengan judul “IRONI JAWA BARAT, WARGA MISKIN DI SAMPING MASJID MEGAH”.

            Jelas kan judulnya?

            Bagi yang bikin postingan dengan judul itu, silakan balas lagi saya. Saya akan sangat senang menertawakannya.

            Dalam postingan itu mereka mengatakan sangat ironis di samping Masjid Raya Al Jabbar yang megah seharga 1,2 triliun itu ada rumah reyot yang dihuni sepasang suami-istri renta. Rumah reyot itu adalah milik Nani Suharti yang berusia 67 tahun bersama suaminya Edi Mulyono yang berusia 63 tahun yang juga mengidap parkinson. Mereka adalah warga Kampung Ciwaru, Bojong Mekar, Bandung Barat.

            Kelihatan tidak bodohnya penulis atau narator postingan itu?

            Mereka bilang orang miskin itu ada di samping Masjid Raya Al Jabbar, tetapi orang yang dicontohkan itu rumahnya terletak di Bandung Barat.  Masjid Raya Al Jabbar itu ada di Kota Bandung, bukan di Bandung Barat. Tidak mungkin mereka itu ada di samping Masjid Raya Al Jabbar karena berbeda kota, berbeda kabupaten. Kota Bandung dan Bandung Barat itu jauh letaknya. Masih dekat rumah orangtua saya di Margahayu Raya dengan Masjid Raya Al Jabbar. Saya masih bisa lari pagi atau jalan kaki dari rumah orangtua saya ke Masjid Raya Al Jabbar.

            Beneran ngaco orang-orang itu. Mereka tidak bisa membedakan antara Bandung Raya, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan Bandung Timur. Mereka pikir karena namanya sama, Bandung, tempatnya di situ-situ juga. Bodoh mereka.

            Meskipun demikian, pemerintah Provinsi Jawa Barat, Bupati Bandung Barat, atau Kepala Desa Bojong Mekar dapat mengecek nama orang miskin yang saya tulis itu. Kalau ada, memang harus segera mendapatkan penanganan. Kalau tidak ada dan mungkin juga memang bohong, itu sudah jelas para penakut itu adalah para penyinyir murahan yang dirinya dan teman-temannya tidak perlu lagi dipercayai 100%. Pendusta bodoh mereka. Bisa saja foto orang miskin itu bukan di Jawa Barat, melainkan bisa diambil dari Jawa Tengah atau Jawa Timur. Saya sengaja tidak posting foto kemiskinan itu, kasihan suami-istri renta itu. Hati-hati para pembohong selalu begitu kelakuannya.

            Saya hanya mengupload foto Kang Emil beserta istrinya, Atalia Praratya dari Orami serta Foto Masjid Raya Al Jabbar dari TripZilla Indonesia.

            Soal kemiskinan menurut Kang Emil pada tahun 2018 ketika awal menjabat sebagai gubernur, di Jawa Barat itu ada 1.000 desa miskin, sekarang pada 2022 sudah 0 desa miskin. Tak ada lagi desa miskin di Jawa Barat. Kalau ada yang merasa masih miskin, bisa hubungi kepala desanya masing-masing supaya diteruskan kepada bupati agar ditindaklanjuti oleh Kang Emil. Banyak kok jaring pengaman sosial yang ada di Jawa Barat ini.

            Menurut saya, Kang Emil sudah bekerja keras meskipun sering mendapatkan perlakuan tidak adil dari pemerintah pusat. Uangnya sedikit, tetapi mampu menghilangkan desa miskin. Saya kasih contoh perlakuan tidak adil yang diterima Kang Emil dan Provinsi Jawa Barat. Mari kita bandingkan dengan DKI Jakarta. Jawa Barat itu rakyatnya berjumlah 50 juta jiwa, sedangkan Jakarta jumlahnya 10 juta jiwa. Akan tetapi, Jawa Barat hanya diberi uang 30 triliun, sedangkan Jakarta diberi uang 80 triliun.

            Tidak adil bukan?

            Seharusnya, Jawa Barat diberi uang lebih besar dibandingkan Jakarta. Akan tetapi, kenyataannya sebaliknya. Hal ini ibarat Jawa Barat itu adalah sebuah keluarga yang harus menghidupi 5 anak dengan gaji Rp3 juta per bulan, sedangkan DKI Jakarta adalah sebuah keluarga yang hanya menghidupi 1 anak dengan gaji Rp8 juta per bulan. Pasti atuh lebih makmur Jakarta.

            Jadi, kalaiu masih ada yang merasa susah, pemerintah pusat juga sih yang kurang adil terhadap Provinsi Jawa Barat.

            Jangan percaya pendusta, penyebar hoax, dan penyinyir dari grup mana pun mereka datangnya.

            Sampurasun.

Saturday, 21 January 2023

Daripada Bikin Masjid Raya Al Jabbar Lebih Baik Uangnya Buat Atasi Kemacetan di Bandung


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ada saja tulisan atau tayangan lucu dari orang-orang yang iri dan takut terhadap Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat serta Ridwan Kamil. Mereka bilang untuk apa membuat Masjid Raya Al Jabbar, mendingan uangnya untuk mengatasi kemacetan di Bandung. Sok tahu mereka itu.

            Saya ingatkan dana untuk membangun Masjid Raya Al Jabbar sejumlah 1,2 triliun itu berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat sejak 2015, bukan diambil dalam satu tahun anggaran. Artinya, uang itu terkumpul terhitung selama tujuh tahun, bukan satu tahun. Kalaupun diambil dari satu tahun anggaran, misalnya APBD 2022, rakyat Jawa Barat tidak akan terlalu masalah. Uang Provinsi Jawa Barat pada 2022 itu sebanyak Rp32,10 triliun. Kalaulah diambil 1,2 triliun, kan masih ada 31,8 triliun.

            Masih sangat banyak kan?

            Akan tetapi, kenyataannya 1,2 tiliun itu terhitung selama tujuh tahun. Bukan dari satu tahun.

            Bro, … paham kalian?

            Foto Ridwan Kamil saya dapatkan dari iNews Jabar – iNews id. Foto Masjid Raya Al Jabbar saya dapatkan dari Tribun Jabar.


Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Foto: iNews Jabar - iNews id)


Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat (Foto: Tribun Jabar)


            Benar Kota Bandung dan kota-kota besar lainnya di Jawa Barat semakin padat yang menimbulkan kemacetan karena mobilitasnya semakin tinggi dan tingkat aktivitas masyarakat yang semakin beragam. Itu menunjukkan bahwa rakyat Jawa Barat sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang. Orang-orang sudah semakin banyak bergerak meningkatkan kenyamanan dan kemudahan hidupnya. Untuk mengatasi kemacetan itu, pemerintah banyak menyediakan bus sekolah, bus angkutan umum, bus untuk kuliah, bus karyawan, dan lain sebagainya. Bukan hanya di Kota Bandung, bus-bus itu disebar, melainkan pula untuk berbagai kota di seluruh Provinsi Jawa Barat.

            Foto bus sekolah, operasional pegawai, masyarakat umum, dan wisata saya dapatkan dari berbagai sumber. Ada yang dari Republika, detikNew – Detikcom, dan  Liputan6 com.


Bus (Foto: detikNew - Detikcom)


Bus (Foto: Republika)


Bus Wisata (Foto: Liputan6 com)


            Anggaran untuk membangun Masjid Raya Al Jabbar sama sekali tidak mengganggu pembiayaan untuk pengadaan transportasi massal tersebut. Dana pembangunan untuk masjid itu hanya bagian kecil dari dana untuk pembangunan Provinsi Jawa Barat.

            Di samping itu, untuk mengatasi kemacetan, diperluas pula jalan-jalan yang sudah ada plus membangun jalan baru. Upaya mengatasi kemacetan pun ditambah pula dengan membangun fly over atau jalan layang, baik untuk kendaraan maupun pejalan kaki.

            Foto fly over atau jalan layang saya dapatkan dari fajarsatu com dan Travelingyuk com.


Fly Over (Foto: fajarsatu com)


Fly Over (Foto: Travelingyuk com)

            Benar, kemacetan masih ada yang disebabkan bertambahnya jumlah penduduk, aktivitas masyarakat semakin tinggi, dan banyaknya rakyat dari provinsi lain yang berebutan datang ke Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat memang seksi untuk didatangi dan menjadi tempat untuk mendapatkan mata pencaharian rakyat dari provinsi lain dalam meningkatkan taraf hidup ekonominya. Oleh sebab itu, terjadi kemacetan. Untuk mengatasi kemacetan itu pun, Provinsi Jawa Barat terus melakukan banyak upaya agar, baik rakyat asli Jawa Barat, maupun saudara-saudara dari provinsi lain pun tetap dapat hidup nyaman di Provinsi Jawa Barat. Benar, memang belum sempurna betul karena semuanya butuh proses, butuh dana, butuh gagasan, dan butuh waktu yang cukup.

            Jangankan membangun provinsi, untuk memanen singkong saja butuh waktu yang cukup, iya kan?

            Kan tidak mungkin menanam singkong hari ini, besoknya bisa dipanen. Itu butuh waktu beberapa bulan ke depan. Begitu juga pembangunan, butuh waktu untuk melihat hasil yang lebih baik.

            Jadi, salah berat jika beranggapan bahwa pembangunan Masjid Raya Al Jabbar adalah sia-sia dan menghamburkan uang yang seharusnya digunakan untuk mengatasi kemacetan. Hal yang sesungguhnya terjadi di Provinsi Jawa Barat adalah kemacetan terus diatasi dengan dana yang jauh lebih besar dibandingkan dana untuk masjid, sementara Masjid Raya Al Jabbar tetap dibangun dan telah berdiri kokoh untuk memberikan banyak manfaat kepada masyarakat, baik muslim maupun nonmuslim.

            Paham, Bro?

            Bro, … paham kalian?

            Sampurasun. 

Wednesday, 18 January 2023

Masjid Raya Al Jabbar Dibangun Menggunakan Dana Non-Muslim

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Selalu saja orang-orang yang iri dan takut terhadap Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat dan Ridwan Kamil ini membuat hasutan dan celoteh bodoh. Tujuan mereka jelas sekali tidak ingin Ridwan Kamil menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Jokowi. Itu terucap jelas dari mulut mereka karena diupload ke berbagai media sosial. Karena rasa iri dan ketakutan, mereka selalu nyinyir. Rendah sekali hati dan otak mereka itu.

            Entah sadar atau tidak, hasutan mereka ini mulai memecah belah bangsa. Mereka menghasut nonmuslim bahwa Masjid Raya Al Jabbar itu dibangun dengan menggunakan dana yang berasal dari pajak nonmuslim juga dan menurut mereka itu tidak pantas karena nonmuslim tidak akan rela uang pajaknya digunakan untuk tempat ibadat muslim. Postingan-postingan mereka itu tentu saja banyak dikomentari nonmuslim yang tidak memahami pemerintahan. Oleh sebab itu, terbentuk pikiran bahwa Ridwan Kamil tidak adil dan jahat karena menggunakan dana nonmuslim untuk tempat ibadat kaum muslimin. Rakyat kita ini jarang membaca dan jarang berpikir kritis yang akibatnya mudah sekali ditipu.           

            Saya kasih tahu yang sebenarnya. Rakyat itu memiliki kewajiban membayar pajak, tetapi dalam penggunaan pajak itu diserahkan kewenangannya kepada para penyelenggara negara, baik eksekutif maupun legislatif, baik pemerintah maupun para wakil rakyat. Merekalah yang memiliki wewenang untuk menggunakan uang pajak rakyat agar dikembalikan lagi kepada rakyat dalam berbagai bentuk pembangunan.


Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ketika meninjau progres pembangunan Masjid Raya Al Jabbar (Foto: iNews Jabar) 


            Benar sekali bahwa dana untuk pembangunan Masjid Raya Al Jabbar ada yang berasal dari pajak nonmuslim. Itu tidak salah karena pajak muslim dan nonmuslim sudah bercampur di kas negara, tidak bisa lagi dibedakan. Pajak terbesar yang diterima negara sudah pasti berasal dari kaum muslimin dan sedikit dari nonmuslim karena mayoritas di Indonesia adalah pemeluk Islam. Dalam penggunaannya untuk tempat ibadat, sudah pasti ada yang digunakan untuk tempat ibadat kaum muslimin serta tempat ibadat nonmuslim.

            Uang pajak yang berasal dari kaum muslimin pun banyak digunakan untuk pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan tempat ibadat nonmuslim. Hal itu disebabkan penyelenggara negara tidak boleh hanya mementingkan satu golongon, tetapi wajib memperhatikan seluruh golongan yang diakui di Indonesia. Jadi, uang pajak yang mayoritas dari orang Islam itu digunakan untuk seluruh masyarakat.

            Apakah infrastruktur jalan, penerangan, perpustakaan, jembatan, pengamanan, distibusi makanan yang dibiayai oleh mayoritas umat Islam itu hanya untuk dinikmati orang Islam?

            Semua pemeluk agama menikmati bukan?

            Kalau mau dipisahkan berdasarkan agama, tentunya saudara-saudara nonmuslim kita tidak akan punya jalan dan fasilitas memadai karena jumlah pajaknya jauh lebih sedikit. Jadinya, nanti ada jalan untuk umat Islam dan ada jalan untuk  nonmuslim.

            Begitukah cara menggunakan uang pajak?

            Bodoh kalau begitu.

            Termasuk pula dalam pembangunan atau bantuan terhadap tempat ibadat. Uang pajak yang sudah masuk menjadi uang negara itu penggunaannya menjadi hak pemerintah dan wakil rakyat.

            Uang dari seluruh golongan itu ada yang digunakan untuk tempat ibadat kaum muslim  dan ada yang digunakan untuk tempat ibadat nonmuslim. Foto Ridwan Kamil ketika meninjau progres pembangunan Masjid Al Jabbar saya dapatkan dari iNews Jabar. Bangunan-bangunan gereja yang diakui pemerintah di Jawa Barat pun, baik pembangunannya, pemeliharaannya, perbaikannya, atau kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya menggunakan pula uang-uang pajak yang berasal dari umat Islam. Foto Gereja Bethel Protestan yang ada di Jln. Wastukencana, Bandung saya dapatkan dari Detikcom. Adapun foto Gereja Katedral Santo Petrus yang ada di Bandung saya dapatkan dari ANTARA News.


Gereja Bethel Protestan di Bandung (Foto: Detikcom)


Gereja Katedral Santo Petrus di Bandung (Foto: ANTARA News)


           Ada satu contoh menarik yang dilakukan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas. Dia memberikan bantuan sejumlah satu milyar rupiah pada Gereja Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Paroki Katedral Jakarta, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Fotonya saya dapatkan dari Beritasatu com.


Bantuan satu milyar rupiah dari Menteri Agama RI untuk Gereja (Foto: Beritasatu.com)


            Dari mana uang satu milyar yang diberikan Yaqut untuk gereja itu?

            Sudah pasti jelas dari uang pajak mayoritas umat Islam dan minoritas nonmuslim. Jadi, jangan lagi bicara bodoh soal asal uang pembangunan Masjid Raya Al Jabbar yang juga di dalamnya ada uang nonmuslim. Uang itu sudah berada di dalam kas negara dan wajib digunakan untuk kepentingan umat, seluruh golongan yang  ada di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Barat.

            Paham, Bro?

            Jangan bodoh lagi, Bro!

            Sampurasun.

Tuesday, 17 January 2023

Masjid Raya Al Jabbar Tidak Mampu Mencegah Intoleransi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya, saya sudah menulis  panjang untuk menjawab nyinyiran, ketakutan, dan kebencian terhadap Masjid Raya Al Jabbar, Ridwan Kamil, dan Provinsi Jawa Barat. Banyak penakut dan penyinyir yang kemudian menghapus postingan mereka. Akan tetapi, kini muncul lagi orang-orang penakut baru, penyinyir baru yang memposting secara sok tahu tentang berbagai hal yang sudah saya jawab pada tulisan lalu. Kebodohan mereka diulang-ulang lagi.

            Mungkin memang saya yang salah karena menulis dan menjawab terlalu panjang sehingga mungkin akal mereka tidak mampu memahaminya. Benar kata Allah swt bahwa kalau berbicara itu harus disesuaikan dengan akal orang yang kita ajak bicara, jangan berbicara di luar akal mereka. Oleh sebab itu, saya coba satu per satu saja saya bahas. Jangan heran jika akan ada banyak tulisan saya ke depan yang membahas Masjid Raya Al Jabbar.


Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat (Foto: WisataHits)


            Judul tulisan ini adalah berasal dari ocehan orang kusut pikiran dan tidak mampu menghubungkan peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya secara benar. Mereka menulis bahwa di Jawa Barat banyak kasus intoleransi. Intoleransi itu adalah perilaku yang tidak mampu membiarkan orang lain berbuat atau beribadat sesuai keyakinannya yang berbeda dengan kita. Orang yang intoleran itu selalu ingin membuat orang lain sama dengan dirinya dan berupaya keras agar orang-orang yang berbeda dengan dirinya berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, atau dikendalikan oleh dirinya. Misalnya, pembubaran ibadat agama lain, pelarangan merayakan agama lain, hingga ke pembunuhan atau pembantaian penganut keyakinan lain.

            Benar di Jawa Barat banyak kasus intoleran yang dilakukan kelompok-kelompok radikal yang kurang pengetahuan atau salah pengajian. Akan tetapi, itu terjadi pada masa lalu, tahun-tahun yang lalu, bulan-bulan lalu, atau sebelum Masjid Raya Al Jabbar diresmikan. Memang ada yang terjadi baru-baru ini, yaitu kasus pelarangan perayaan natal sebuah keluarga, padahal keluarga itu merayakan natal di keluarganya sendiri dan di rumahnya sendiri. Warga melarangnya. Itu benar intoleransi. Akan tetapi, seperti saya bilang bahwa hal itu terjadi sebelum Masjid Raya Al Jabbar berdiri. Jadi, salah berat, ngaco parah jika kasus intoleransi itu disebabkan Masjid Raya Al Jabbar tidak mampu mencegah intoleransi. Kan kasus itu terjadi sebelum masjid diresmikan.

            Iya nggak?

            Masa masjid yang belum diresmikan disalahkan atas tindakan yang terjadi pada masa lalu?

            Mikir atuhlah sedikit mah.

            Kalaupun saat ini masih ada terjadi kasus intoleransi, jangan juga menyalahkan Masjid Raya Al Jabbar. Masjid ini kan baru diresmikan, struktur kepengurusannya masih belum lengkap, kegiatannya baru mulai, pencerahan yang dilakukan masih dalam tahap perencanaan atau penyusunan silabus, semuanya baru mulai, pasti pengaruhnya masih belum merebak, baru ditanam dan diharapkan tumbuh dengan baik. Kalau ternyata di dalam masjid ke depannya dipenuhi provokasi yang mengacaukan, baru kita bisa menyalahkan masjid itu atau orang-orang yang mengurus masjid itu.

            Paham, Bro?

            Ada juga nyinyiran lucu sekaligus bodoh. Hal itu adalah adanya beberapa pejabat bupati atau walikota di Jawa Barat yang melarang pembangunan tempat ibadat agama lain. Itu kata mereka adalah bukti bahwa Masjid Raya Al Jabbar tidak mampu meredam aksi intoleransi. Mereka terus merendahkan Masjid Al Jabbar yang sebetulnya ingin merendahkan Ridwan Kamil karena mereka takut Ridwan Kamil semakin mulus melenggang menuju kursi RI 1.


Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Foto: theAsianparent)


            Saya kasih tahu ya. Pelarangan pembangunan tempat ibadat itu terjadi sebelum Masjid Raya Al Jabbar diresmikan. Di samping itu, kalau dipelajari, pelarangan pembangunan rumah ibadat agama nonmuslim itu oleh beberapa bupati dan walikota adalah karena para pejabat itu mematuhi peraturan sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang lebih dikenal dengan nama SKB Dua Menteri. Dalam aturan itu, ada banyak hal yang harus dipenuhi untuk membangun tempat ibadat. Beberapa rumah ibadat nonmuslim yang hendak dibangun itu belum memenuhi syarat-syarat itu. Jadi, jelas pembangunannya dilarang oleh bupati atau walikota.

            Kalau tidak suka dengan peraturan itu, ya ubah dulu aturan itu sesuai dengan aspirasi rakyat. Kalau tidak diubah, ya akan tetap seperti itu. Jadi, jangan menyalahkan Masjid Raya Al Jabbar, Ridwan Kamil, atau Provinsi Jawa Barat. Hal itu disebabkan peraturan itu berasal dari dua menteri, bukan dari gubernur atau dari masjid.

            Aneh sekali pembangunan rumah ibadat di Jawa Barat dilarang oleh peraturan dua menteri, tetapi yang disalahkan Masjid Raya Al Jabbar, Ridwan Kamil, dan Provinsi Jawa Barat.

            Kok bisa berpikir selucu dan sebodoh itu?

            Tulisan ini hanya membahas satu masalah ya. Mudah-mudahan akal mereka bisa mencernanya jika tulisan saya yang panjang waktu itu sulit dipahami.

            Bro, … paham, Bro?

            Sampurasun.