Wednesday, 11 January 2023

Bodoh Jika Membandingkan Masjid Raya Al Jabbar dengan Masjid Raya Sheikh Zayed

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Saya tidak akan berhenti bicara dan tidak berhenti menulis jika ada sesuatu yang menurut saya salah. Saya tidak punya kebencian kepada siapa pun. Saya hanya menjalankan kewajiban untuk ikut memberikan masukan agar semuanya kembali pada jalan yang baik. Allah swt sudah memberikan kemampuan kepada kita untuk memahami hal yang benar dan salah. Ketika kita menemukan hal salah, tetapi diam saja, Allah swt akan menanyai kita nanti dan meminta pertanggungjawaban kita. Itu benar. Salah satu penyebab kerusakan merajalela adalah karena diamnya orang-orang yang mengetahui kebenaran dan tidak berbuat apa-apa untuk memperbaikinya.

            Setelah saya menulis untuk mengingatkan orang-orang agar tidak menggunakan Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat sebagai alat politik untuk merendahkan dan melecehkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, banyak video Youtube yang berisi hinaan atau nyinyran terhadap Masjid Al Jabbar yang menghilang, mungkin mereka sudah menghapusnya, tetapi ada pula yang masih tetap bandel ada, malah bikin lagi yang baru dengan analisis bodoh menyesatkan yang didasari ketakutan jagoannya calon presiden 2024 kalah populer oleh Ridwan Kamil.

            Sebetulnya, boleh saja menyiarkan keunggulan jagoannya agar terpilih dan menunjukkan kelemahan lawannya agar kalah, tetapi jangan melakukan kebohongan, fitnah, dan manipulasi. Orang-orang seperti saya ini tidak suka terhadap hal itu dan pasti akan mengingatkan agar tidak dilakukan. Saya membela Jokowi ketika difitnah sebagai PKI dan memang terbukti Jokowi bukan PKI. Demikian pula, saya membela Masjid Al Jabbar dan Ridwan Kamil ketika mendapatkan bulian, fitnah, manipulasi, dan kebohongan. Intinya, saya menjalankan kewajiban karena Allah swt memerintahkan kita untuk berada dalam jalan kebaikan dan mengingatkan orang untuk tetap baik jika salah.

            Ada video yang akan saya tonton, tetapi sudah menghilang. Saya ingat judulnya, tetapi sudah tidak ada lagi. Saya ingin melihat dan mendengar apa sih yang mereka tayangkan. Judulnya seperti ini “Ridwan Kamil Membangun Masjid Pakai Dana APBD, Gibran Gratis!”. Maksudnya, Gibran membangun masjid tanpa harus mengeluarkan uang. Kalau ada yang punya link-nya, kasih tahu saya. Saya ingin memperhatikan ngomong bodoh apa sih mereka.

            Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat memang menggunakan dana APBD sekitar Rp1,2 triliun dan itu sudah saya jelaskan bukan hanya diambil dari satu tahun APBD, melainkan bertahun-tahun sejak gubernurnya masih Ahmad Heryawan, multi years. Dari situ saja sudah jelas bukan hanya Ridwan Kamil yang menggunakan uang itu, tetapi struktur Jawa Barat sebelumnya juga melakukan hal yang sama. Kemudian, orang-orang kurang pengetahuan ini membandingkannya dengan Masjid Raya Sheikh Zayed yang dibangun di Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, dekat rumah kediaman Jokowi. Masjid ini dibangun dengan biaya hampir mencapai Rp400 miliar. Dana pembangunannya seluruhnya ditanggung oleh Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Mohammed bin Zayed (MBZ) Al Nahyan. Ini yang mereka sebut Gibran membangun masjid dengan gratis tanpa menggunakan APBD Kota Solo ataupun Provinsi Jawa Tengah.


Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat (Foto: CNN Indonesia)


            Karena mereka bodoh dan jahat dengan membandingkan Masjid Raya Al Jabbar dan Masjid Raya Sheikh Zayed, saya ikut-ikutan bodoh dan jahat juga dengan menerangkan yang sebenarnya. Mereka bilang Gibran gratis membangun masjid. Sesungguhnya, tidak gratis.

            Kalau Gibran tidak mengeluarkan uang, memang benar, tetapi tidak gratis. Sebelumnya, antara Jokowi dan MBZ sudah ada kesepakatan bisnis dan menghasilkan MoU pada November 2021 dengan komitmen investasi dari UEA senilai 32,7 miliar dollar AS. Indonesia memang untung dengan bisnis itu, tetapi UEA juga mendapatkan untung besar. Wajar dong UEA memberikan hadiah 400 miliar dengan berbentuk masjid yang pembangunannya dikomandoi Gibran. Ada uang bisnis dulu sebelum masjid itu menjadi hadiah buat Jokowi dan Gibran.

            Tuh, kan saya jadi jahat ngomongin itu. Kalian juga sih yang mulai jahat.


Masjid Raya Sheikh Zayed (Foto: Kompas.com)


            Keuntungan MBZ bertambah lagi karena namanya menjadi nama jalan di Indonesia. Pemerintah Indonesia menamai Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau Jalan Tol Layang Japek menjadi Jalan Layang Syeikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan atau MBZ. Penamaan jalan itu adalah keuntungan yang juga besar buat MBZ. Wajar ngasih hadiah masjid. Tidak ada yang gratis, Bro.

            Jahat kan saya?

            Keuntungan MBZ pun makin banyak karena ditunjuk Jokowi menjadi Ketua Dewan Pengarah Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang beranggotakan CEO Soft Bank Masayoshi Son dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Dalam pembangunan IKN itu banyak sekali uang beredar. Itu keuntungan selain keuntungan politik internasional buat MBZ juga. Wajar dong MBZ menghadiahi masjid buat Jokowi. Tidak ada makan siang gratis, “there is no free lunch”.

            Makin jahat kan saya?

            Saya bisa bertambah jahat lho, tetapi sudahlah.

            Saya memang tidak seharusnya menulis hal itu. Saya hanya ingin mengingatkan agar jangan melakukan nyinyiran dan ledekan yang tidak jelas dan penuh kebodohan. Kerja sama Indonesia dengan UEA jelas menguntungkan kedua negara. Kita saling membutuhkan. Kedekatan Jokowi dan Gibran dengan MBZ juga bagus untuk menguatkan ikatan yang menguntungkan tiap-tiap rakyatnya.

            Hal yang tidak bagus adalah para penyinyir dan pendukung yang ketakutan jagoannya kalah pada Pilpres 2024, lalu memposting hal-hal yang tidak berkualitas. Bahkan, postingan mereka cenderung mengadu domba.

            Bagaimana tidak mengadu domba?

Mereka membandingkan dua masjid dan menciptakan kondisi Ridwan Kamil melawan Gibran. Harapan mereka orang-orang jadi tersesat dengan menganggap Gibran lebih hebat dibandingkan Ridwan Kamil. Bloon mereka itu.

Gibran itu pemimpin muda yang baik, sopan, dan sangat menghormati seniornya. Dia pun terus belajar untuk menjadi lebih baik dengan belajar kepada Ridwan Kamil agar Kota Solo lebih baik. Ridwan Kamil pun dengan senang hati membagi pengetahuannya kepada Gibran. Mereka berdua berhubungan sangat baik dan bekerja dengan sangat baik untuk kebaikan rakyatnya masing-masing. Sayangnya, para pendukung bodoh ini bikin ulah yang macam-macam dan berpotensi memecah belah bangsa.

            Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka belajar “aplikasi birokrasi” kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Gibran ingin Kota Solo seperti Provinsi Jawa Barat yang kinerja Aparatur Sipil Negara Jabar sudah sangat meningkat setelah menggunakan aplikasi birokrasi. Gibran belajar ke Kang Emil. Itu nyata!

            Hal itu bisa dilihat dari foto dengan sopannya Gibran berdiri merendah di belakang Ridwan Kamil yang diwawancarai oleh wartawan. Padahal, itu di Kota Solo, di gedung yang dikuasai oleh Gibran Rakabuming Raka. Gibran tahu posisinya dan kebutuhannya kepada Ridwan Kamil. Demikian pula Ridwan Kamil membimbing Koto Solo agar lebih baik melalui Gibran. Foto mereka saya dapatkan dari kumparan com.


Ridwan Kamil Membimbing Aplikasi Birokrasi Kota Solo (Foto: kumparan.com)


            Ngerti ora, Son?

            Son,.. Son.

            Kalau nggak ngerti, nanti meledak, terus bajunya robek-robek kayak di Sinetron tuyul itu. Mudah-mudahan kowe ngerti, Son.

            Kalau enggak ngerti juga, saya bisa lebih jahat dengan membandingkan fasilitas  Masjid Raya Al Jabbar dengan Masjid Raya Sheikh Zayed. Foto Masjid Raya Al Jabbar saya dapatkan dari CNN Indonesia, sedangkan foto Masjid Raya Sheikh Zayed saya dapatkan dari Kompas com.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment