oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya tidak akan berhenti
bicara dan tidak berhenti menulis jika ada sesuatu yang menurut saya salah.
Saya tidak punya kebencian kepada siapa pun. Saya hanya menjalankan kewajiban
untuk ikut memberikan masukan agar semuanya kembali pada jalan yang baik. Allah
swt sudah memberikan kemampuan kepada kita untuk memahami hal yang benar dan
salah. Ketika kita menemukan hal salah, tetapi diam saja, Allah swt akan
menanyai kita nanti dan meminta pertanggungjawaban kita. Itu benar. Salah satu
penyebab kerusakan merajalela adalah karena diamnya orang-orang yang mengetahui
kebenaran dan tidak berbuat apa-apa untuk memperbaikinya.
Setelah saya menulis untuk mengingatkan orang-orang agar
tidak menggunakan Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat sebagai alat politik
untuk merendahkan dan melecehkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, banyak video
Youtube yang berisi hinaan atau nyinyran terhadap Masjid Al Jabbar yang
menghilang, mungkin mereka sudah menghapusnya, tetapi ada pula yang masih tetap
bandel ada, malah bikin lagi yang baru dengan analisis bodoh menyesatkan yang
didasari ketakutan jagoannya calon presiden 2024 kalah populer oleh Ridwan
Kamil.
Sebetulnya, boleh saja menyiarkan keunggulan jagoannya
agar terpilih dan menunjukkan kelemahan lawannya agar kalah, tetapi jangan
melakukan kebohongan, fitnah, dan manipulasi. Orang-orang seperti saya ini
tidak suka terhadap hal itu dan pasti akan mengingatkan agar tidak dilakukan.
Saya membela Jokowi ketika difitnah sebagai PKI dan memang terbukti Jokowi
bukan PKI. Demikian pula, saya membela Masjid Al Jabbar dan Ridwan Kamil ketika
mendapatkan bulian, fitnah, manipulasi, dan kebohongan. Intinya, saya
menjalankan kewajiban karena Allah swt memerintahkan kita untuk berada dalam
jalan kebaikan dan mengingatkan orang untuk tetap baik jika salah.
Ada video yang akan saya tonton, tetapi sudah menghilang.
Saya ingat judulnya, tetapi sudah tidak ada lagi. Saya ingin melihat dan
mendengar apa sih yang mereka tayangkan. Judulnya seperti ini “Ridwan Kamil
Membangun Masjid Pakai Dana APBD, Gibran Gratis!”. Maksudnya, Gibran membangun
masjid tanpa harus mengeluarkan uang. Kalau ada yang punya link-nya, kasih tahu
saya. Saya ingin memperhatikan ngomong bodoh apa sih mereka.
Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat memang
menggunakan dana APBD sekitar Rp1,2 triliun dan itu sudah saya jelaskan bukan
hanya diambil dari satu tahun APBD, melainkan bertahun-tahun sejak gubernurnya
masih Ahmad Heryawan, multi years. Dari situ saja sudah jelas bukan hanya
Ridwan Kamil yang menggunakan uang itu, tetapi struktur Jawa Barat sebelumnya
juga melakukan hal yang sama. Kemudian, orang-orang kurang pengetahuan ini
membandingkannya dengan Masjid Raya Sheikh Zayed yang dibangun di Surakarta, Provinsi Jawa
Tengah, dekat rumah kediaman Jokowi. Masjid ini dibangun dengan biaya hampir
mencapai Rp400 miliar. Dana pembangunannya seluruhnya ditanggung oleh Presiden
Uni Emirat Arab (UEA) Mohammed bin Zayed (MBZ) Al Nahyan. Ini yang mereka sebut
Gibran membangun masjid dengan gratis tanpa menggunakan APBD Kota Solo ataupun Provinsi
Jawa Tengah.
Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat (Foto: CNN Indonesia) |
Karena mereka
bodoh dan jahat dengan membandingkan Masjid Raya Al Jabbar dan Masjid Raya
Sheikh Zayed, saya ikut-ikutan bodoh dan jahat juga dengan menerangkan yang
sebenarnya. Mereka bilang Gibran gratis membangun masjid. Sesungguhnya, tidak
gratis.
Kalau Gibran tidak
mengeluarkan uang, memang benar, tetapi tidak gratis. Sebelumnya, antara Jokowi
dan MBZ sudah ada kesepakatan bisnis dan menghasilkan MoU pada November 2021
dengan komitmen
investasi dari UEA senilai 32,7 miliar dollar AS. Indonesia memang untung
dengan bisnis itu, tetapi UEA juga mendapatkan untung besar. Wajar dong UEA
memberikan hadiah 400 miliar dengan berbentuk masjid yang pembangunannya
dikomandoi Gibran. Ada uang bisnis dulu sebelum masjid itu menjadi hadiah buat
Jokowi dan Gibran.
Tuh, kan saya jadi jahat ngomongin itu. Kalian juga sih
yang mulai jahat.
Masjid Raya Sheikh Zayed (Foto: Kompas.com) |
Keuntungan MBZ bertambah lagi karena namanya menjadi nama
jalan di Indonesia. Pemerintah Indonesia menamai Jalan Tol Jakarta-Cikampek II
Elevated atau Jalan Tol Layang Japek menjadi Jalan Layang Syeikh Mohammed bin
Zayed Al Nahyan atau MBZ. Penamaan jalan itu adalah keuntungan yang juga besar
buat MBZ. Wajar ngasih hadiah masjid. Tidak ada yang gratis, Bro.
Jahat kan saya?
Keuntungan MBZ pun makin banyak karena ditunjuk Jokowi
menjadi Ketua Dewan Pengarah Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang
beranggotakan CEO Soft Bank Masayoshi Son dan mantan Perdana Menteri Inggris
Tony Blair. Dalam pembangunan IKN itu banyak sekali uang beredar. Itu keuntungan
selain keuntungan politik internasional buat MBZ juga. Wajar dong MBZ
menghadiahi masjid buat Jokowi. Tidak ada makan siang gratis, “there is no free lunch”.
Makin jahat kan saya?
Saya bisa bertambah jahat lho, tetapi sudahlah.
Saya memang tidak seharusnya menulis hal itu. Saya hanya
ingin mengingatkan agar jangan melakukan nyinyiran dan ledekan yang tidak jelas
dan penuh kebodohan. Kerja sama Indonesia dengan UEA jelas menguntungkan kedua negara.
Kita saling membutuhkan. Kedekatan Jokowi dan Gibran dengan MBZ juga bagus
untuk menguatkan ikatan yang menguntungkan tiap-tiap rakyatnya.
Hal yang tidak bagus adalah para penyinyir dan pendukung
yang ketakutan jagoannya kalah pada Pilpres 2024, lalu memposting hal-hal yang
tidak berkualitas. Bahkan, postingan mereka cenderung mengadu domba.
Bagaimana tidak mengadu domba?
Mereka
membandingkan dua masjid dan menciptakan kondisi Ridwan Kamil melawan Gibran. Harapan
mereka orang-orang jadi tersesat dengan menganggap Gibran lebih hebat
dibandingkan Ridwan Kamil. Bloon mereka itu.
Gibran
itu pemimpin muda yang baik, sopan, dan sangat menghormati seniornya. Dia pun
terus belajar untuk menjadi lebih baik dengan belajar kepada Ridwan Kamil agar
Kota Solo lebih baik. Ridwan Kamil pun dengan senang hati membagi
pengetahuannya kepada Gibran. Mereka berdua berhubungan sangat baik dan bekerja
dengan sangat baik untuk kebaikan rakyatnya masing-masing. Sayangnya, para
pendukung bodoh ini bikin ulah yang macam-macam dan berpotensi memecah belah
bangsa.
Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka belajar “aplikasi birokrasi”
kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Gibran ingin Kota Solo seperti
Provinsi Jawa Barat yang kinerja Aparatur Sipil Negara Jabar sudah sangat
meningkat setelah menggunakan aplikasi birokrasi. Gibran belajar ke Kang Emil.
Itu nyata!
Hal itu bisa dilihat dari foto dengan sopannya Gibran
berdiri merendah di belakang Ridwan Kamil yang diwawancarai oleh wartawan.
Padahal, itu di Kota Solo, di gedung yang dikuasai oleh Gibran Rakabuming Raka.
Gibran tahu posisinya dan kebutuhannya kepada Ridwan Kamil. Demikian pula
Ridwan Kamil membimbing Koto Solo agar lebih baik melalui Gibran. Foto mereka
saya dapatkan dari kumparan com.
Ridwan Kamil Membimbing Aplikasi Birokrasi Kota Solo (Foto: kumparan.com) |
Ngerti ora, Son?
Son,.. Son.
Kalau nggak ngerti, nanti meledak, terus bajunya
robek-robek kayak di Sinetron tuyul itu. Mudah-mudahan kowe ngerti, Son.
Kalau enggak ngerti juga, saya bisa lebih jahat dengan
membandingkan fasilitas Masjid Raya Al
Jabbar dengan Masjid
Raya Sheikh Zayed. Foto Masjid Raya Al Jabbar saya dapatkan dari CNN Indonesia,
sedangkan foto Masjid Raya Sheikh Zayed saya dapatkan dari Kompas com.
No comments:
Post a Comment