oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sebetulnya, saya sudah
menulis panjang untuk menjawab nyinyiran,
ketakutan, dan kebencian terhadap Masjid Raya Al Jabbar, Ridwan Kamil, dan
Provinsi Jawa Barat. Banyak penakut dan penyinyir yang kemudian menghapus
postingan mereka. Akan tetapi, kini muncul lagi orang-orang penakut baru,
penyinyir baru yang memposting secara sok tahu tentang berbagai hal yang sudah
saya jawab pada tulisan lalu. Kebodohan mereka diulang-ulang lagi.
Mungkin memang saya yang salah karena menulis dan
menjawab terlalu panjang sehingga mungkin akal mereka tidak mampu memahaminya.
Benar kata Allah swt bahwa kalau berbicara itu harus disesuaikan dengan akal
orang yang kita ajak bicara, jangan berbicara di luar akal mereka. Oleh sebab
itu, saya coba satu per satu saja saya bahas. Jangan heran jika akan ada banyak
tulisan saya ke depan yang membahas Masjid Raya Al Jabbar.
Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat (Foto: WisataHits) |
Judul tulisan ini adalah berasal dari ocehan orang kusut
pikiran dan tidak mampu menghubungkan peristiwa yang satu dengan peristiwa
lainnya secara benar. Mereka menulis bahwa di Jawa Barat banyak kasus
intoleransi. Intoleransi itu adalah perilaku yang tidak mampu membiarkan orang
lain berbuat atau beribadat sesuai keyakinannya yang berbeda dengan kita. Orang
yang intoleran itu selalu ingin membuat orang lain sama dengan dirinya dan
berupaya keras agar orang-orang yang berbeda dengan dirinya berada dalam
keadaan lemah, tidak berdaya, atau dikendalikan oleh dirinya. Misalnya,
pembubaran ibadat agama lain, pelarangan merayakan agama lain, hingga ke
pembunuhan atau pembantaian penganut keyakinan lain.
Benar di Jawa Barat banyak kasus intoleran yang dilakukan
kelompok-kelompok radikal yang kurang pengetahuan atau salah pengajian. Akan
tetapi, itu terjadi pada masa lalu, tahun-tahun yang lalu, bulan-bulan lalu,
atau sebelum Masjid Raya Al Jabbar diresmikan. Memang ada yang terjadi
baru-baru ini, yaitu kasus pelarangan perayaan natal sebuah keluarga, padahal
keluarga itu merayakan natal di keluarganya sendiri dan di rumahnya sendiri.
Warga melarangnya. Itu benar intoleransi. Akan tetapi, seperti saya bilang
bahwa hal itu terjadi sebelum Masjid Raya Al Jabbar berdiri. Jadi, salah berat,
ngaco parah jika kasus intoleransi itu disebabkan Masjid Raya Al Jabbar tidak
mampu mencegah intoleransi. Kan kasus itu terjadi sebelum masjid diresmikan.
Iya nggak?
Masa masjid yang belum diresmikan disalahkan atas
tindakan yang terjadi pada masa lalu?
Mikir atuhlah sedikit mah.
Kalaupun saat ini masih ada terjadi kasus intoleransi,
jangan juga menyalahkan Masjid Raya Al Jabbar. Masjid ini kan baru diresmikan,
struktur kepengurusannya masih belum lengkap, kegiatannya baru mulai,
pencerahan yang dilakukan masih dalam tahap perencanaan atau penyusunan
silabus, semuanya baru mulai, pasti pengaruhnya masih belum merebak, baru ditanam
dan diharapkan tumbuh dengan baik. Kalau ternyata di dalam masjid ke depannya
dipenuhi provokasi yang mengacaukan, baru kita bisa menyalahkan masjid itu atau
orang-orang yang mengurus masjid itu.
Paham, Bro?
Ada juga nyinyiran lucu sekaligus bodoh. Hal itu adalah
adanya beberapa pejabat bupati atau walikota di Jawa Barat yang melarang
pembangunan tempat ibadat agama lain. Itu kata mereka adalah bukti bahwa Masjid
Raya Al Jabbar tidak mampu meredam aksi intoleransi. Mereka terus merendahkan Masjid
Al Jabbar yang sebetulnya ingin merendahkan Ridwan Kamil karena mereka takut
Ridwan Kamil semakin mulus melenggang menuju kursi RI 1.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Foto: theAsianparent) |
Saya kasih tahu ya. Pelarangan pembangunan tempat ibadat
itu terjadi sebelum Masjid Raya Al Jabbar diresmikan. Di samping itu, kalau
dipelajari, pelarangan pembangunan rumah ibadat agama nonmuslim itu oleh
beberapa bupati dan walikota adalah karena para pejabat itu mematuhi peraturan
sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang
lebih dikenal dengan nama SKB Dua Menteri. Dalam aturan itu, ada banyak hal
yang harus dipenuhi untuk membangun tempat ibadat. Beberapa rumah ibadat
nonmuslim yang hendak dibangun itu belum memenuhi syarat-syarat itu. Jadi,
jelas pembangunannya dilarang oleh bupati atau walikota.
Kalau tidak suka dengan peraturan itu, ya ubah dulu
aturan itu sesuai dengan aspirasi rakyat. Kalau tidak diubah, ya akan tetap
seperti itu. Jadi, jangan menyalahkan Masjid Raya Al Jabbar, Ridwan Kamil, atau
Provinsi Jawa Barat. Hal itu disebabkan peraturan itu berasal dari dua menteri,
bukan dari gubernur atau dari masjid.
Aneh sekali pembangunan rumah ibadat di Jawa Barat
dilarang oleh peraturan dua menteri, tetapi yang disalahkan Masjid Raya Al
Jabbar, Ridwan Kamil, dan Provinsi Jawa Barat.
Kok bisa berpikir selucu dan sebodoh itu?
Tulisan ini hanya membahas satu masalah ya. Mudah-mudahan
akal mereka bisa mencernanya jika tulisan saya yang panjang waktu itu sulit
dipahami.
Bro, … paham, Bro?
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment