Sunday, 8 January 2023

Masjid Raya Al Jabbar Ternyata Menakutkan

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Masjid Raya Al Jabbar yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Jumat, 30 Desember 2022 berlokasi di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Masjid megah bernama Al Jabbar yang bisa berarti Mahaagung, Mahakuat, atau Maha Memaksa ini ternyata menggetarkan dan  menakutkan hati sebagian orang. Mereka yang bergetar dan tampak takut ini adalah para politisi yang merasa tersaingi untuk pemilihan presiden 2024. Hal itu disebabkan ada sosok teramat penting dalam pembangunan ini, yaitu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Keduanya pemimpin yang baik, punya prestasi, dan khususnya Ridwan Kamil terus bekerja. Mereka berdua hampir tak punya cacat. Kalaupun ada beberapa rencana Gubernur Ridwan Kamil yang belum terpenuhi, itu semuanya perlu waktu, tidak seperti sulap “sim salabim, abrakadabra”, ada hal-hal yang harus terus diperhitungkan untuk melaksanakan dan mewujudkan program-programnya.  

            Siapa pun tidak bisa menghindar, pura-pura tidak tahu, atau bahkan menutup mata. Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat adalah masjid megah, indah, bergaya futuristik masa depan, dan merajut harmoni kebangsaan dalam bernegara.


Foto: Republika


            Menurut catatan, masjid ini dibangun sejak 2017. Artinya, sudah digagas, didiskusikan, direncanakan, serta mulai secara bertahap dan dibiayai tahun-tahun sebelumnya, sejak gubernur sebelumnya, yaitu Ahmad Heryawan. Jika mengikuti keterangan Ridwan Kamil bahwa pembiayaan masjid ini sudah disetujui tujuh tahun lalu, berarti kesepakatan pembangunannya sudah mulai pada 2015.

            Ridwan Kamil adalah orang yang mendesain masjid bernuansa modern ini. Ia memang dikenal sebagai arsitek andal dan karyanya sudah sangat banyak berdiri di Indonesia ini, bukan hanya masjid, melainkan pula bangunan-bangunan lainnya.

Masjid Al Jabbar mampu menampung 50.000 jemaah. Bahkan, mungkin lebih jika diisi jamaah hingga ke luar, taman atau halamannya, hutan kota.


Foto: Okezone Muslim


            Masjid ini sangat kokoh hingga mampu menahan gempa berkekuatan enam magnitudo.  Di samping memiliki alun-alun yang dihiasi tanaman hijau, Al Jabbar memiliki ruang luas yang bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi masyarakat. Masjid ini berdiri di atas luas lahan 26 ha yang di seputarnya diproyeksikan menjadi central business district (CBD) atau distrik pusat bisnis baru. Di sekelilingnya dipenuhi air yang indah terkumpul di danau retensi yang berfungsi pula sebagai pengendali banjir di wilayah Gedebage, Bandung.

            Di dalamnya terdapat pintu-pintu yang setiap pintu dihiasi batik yang berasal dari 27 motif batik kabupaten dan kota di Jawa Barat. Itu adalah penghargaan kepada rakyat, budaya, dan persatuan warga Jawa Barat. Motif itu pun merupakan hasil karya warga Jawa Barat. Di samping itu, ada pula aksesoris lainnya, semacam lampu hias yang juga hasil karya rakyat Jabar. Bentuk masjid ini bukan kubah, melainkan melengkung yang melambangkan proses pendekatan dari bawah menuju atas sebagai puncak kedekatan dengan Allah swt. Dari dalam, puncaknya bertuliskan “Allah” yang filosofinya adalah cahaya Allah swt turun menuju imam.


Foto: CNN Indonesia

            Untuk kelengkapan sebagai masjid modern, difasilitasi pula oleh museum yang disesuaikan dengan era globalisasi berteknologi canggih. Masyarakat bisa menikmati museum digital Muhammad Rasulullah saw, sejarah Islam Nusantara, serta sejarah Islam di Jawa Barat.

            Apabila disimpulkan, Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat terdiri atas empat komponen, yaitu “tempat ibadat, museum, danau retensi, dan taman hutan kota”. Bangunan mewah ini diakui oleh Ridwan Kamil adalah masjid yang paling rumit dan paling lama dibangun dibandingkan masjid-masjid lain yang pernah dibangun oleh Ridwan Kamil.

            Keindahan dan kenyamanan Al Jabbar ini dibangun dengan membutuhkan dana sejumlah 1,2 triliun. Uang yang sangat besar. Para politisi dan pendukungnya yang merasa ketakutan, terancam, dan tersaingi oleh karya besar Ridwan Kamil ini mulai mencari-cari kelemahan pembangunan masjid ini sejak perencanaan, pembiayaan, pembangunan, peresmian, bahkan hingga ke diri pribadi Ridwan Kamil dan Ahmad Heryawan. Tujuannya adalah melemahkan kepercayaan dan rasa hormat rakyat kepada Ridwan Kamil dan Ahmad Heryawan. Kita harus paham bahwa Ridwan Kamil telah menyatakan siap untuk dicalonkan menjadi presiden Indonesia jika dirinya dipercaya rakyat dan partai-partai. Demikian pula, Ahmad Heryawan yang sedang diperkenalkan untuk menjadi calon wakil presiden. Inilah yang membuat banyak politisi dan para pendukungnya ketakutan dan terancam sehingga mengeluarkan pernyataan-pernyataan remeh dan sangat kelihatan jelas ketakutannya.

Bagaimana tidak ketakutan, Al Jabbar adalah masjid megah yang berasal dari uang rakyat yang mayoritas Islam?

Umat Islam sangat mencintai masjid. Sudah pasti masjid dengan bentuk mewah berteknologi tinggi dan bergaya futuristik akan menjadi kebanggaan umat serta pendirinya akan sangat dihormati umat.  Umat akan sangat berterima kasih kepada para pembangunnya. Inilah yang menjadi ketakutan para politisi dan pendukungnya itu. Jangan-jangan masyarakat semakin menyukai Ridwan Kamil dan mulai mengingat lagi jasa-jasa besar Ahmad Heryawan dalam membangun infrastruktur di Jawa Barat. Bisa-bisa, Ridwan Kamil menjadi presiden Indonesia. Mungkin begitu pikir mereka.


Foto: inijabar.com


Berikut beberapa serangan mereka terhadap Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat dan terhadap diri Ridwan Kamil. Serangan mereka itu, insyaallah saya jawab satu per satu.

Pertama, mereka menyayangkan uang satu triliun itu hanya dibuat untuk masjid, padahal ada banyak hal yang harus dibiayai. Misalnya, transportasi masal, memecahkan masalah kemacetan, membangun UMKM, memberikan beasiswa untuk generasi muda, membuka lapangan kerja, meningkatkan pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan memberikan kesejahteraan kepada banyak pihak.

Kedua, kata mereka di Jawa Barat ini sudah berdiri 50.000 ribu masjid.

Apakah masih kurang sehingga harus membangun Masjid Raya Al Jabbar?

Ketiga, kata mereka uang APBD itu adalah uang rakyat yang terdiri atas banyak pemeluk agama berbeda. Jadi, seharusnya dibangun pula tempat ibadat agama lain.

Bayangkan, apa yang terjadi jika uang satu triliun itu digunakan untuk membangun gereja?

Pasti akan ditolak dan akan menjadi keributan.

Keempat, mereka membandingkan bahwa untuk apa membangun lagi masjid karena Jawa Barat adalah provinsi yang sangat intoleran, tidak mampu menghargai orang lain yang berbeda agama.

            Kelima, mereka menyerang kecakapan Ridwan Kamil. Menurut mereka, Ridwan Kamil punya banyak rencana dan keinginan, tetapi eksekusinya nol. Misalnya, rencana membangun monorel, membangun kereta gantung, membangun jalan tol Bandung-Garut-Tasikmlaya. Di samping itu, Ridwan Kamil sampai sekarang belum juga bergabung ke partai politik untuk dijadikan kendaraan menuju kursi Presiden RI.

            Keenam, mereka bilang Ridwan Kamil tidak cerdas, tidak pintar, tidak punya skala prioritas, dan tidak peka sebagai pemimpin karena menggunakan uang satu triliun hanya untuk membangun masjid yang dinikmati oleh satu golongan umat. Hanya umat Islam yang menikmati, pemeluk agama lain tidak boleh menikmati.

            Ketujuh, mereka menegaskan bahwa Ridwan Kamil tidak pantas untuk menjadi presiden ataupun wakil presiden. Ridwan Kamil hanya pantas sebagai arsitek dan artis Sinetron.

            Dari serangan-serangan mereka, tampak jelas ketakutan mereka terhadap Ridwan Kamil yang semakin disukai banyak orang. Mereka merasa terancam dengan hal itu. Mereka pun menggunakan Masjid Al Jabbar yang dianggapnya tidak penting untuk menyerang Ridwan Kamil. Mereka membungkusnya seperti kritikan untuk pemimpin atau pemerintah Jawa Barat. Akan tetapi, sesungguhnya mereka ketakutan jagoannya tergeser dari popularitas untuk di Pilpres RI tahun 2024. Ternyata, mereka serendah itu pikirannya. Penakut mereka itu.

            Seperti saya bilang, saya akan coba jawab serangan mereka itu satu per satu. Kalau ada yang tersinggung, silakan balas lagi saya. Saya akan sangat menyukainya.


Ridwan Kamil (Foto: Kompas.com)


            Pertama, mereka salah mengira atau memang menutupi kenyataannya. Biaya yang digunakan sejumlah satu triliun itu bukan diambil langsung dalam satu tahun APBD, melainkan diambil dari dana APBD selama bertahun-tahun. Seperti penjelasan Ridwan Kamil bahwa pembiayaan Masjid Raya Al Jabbar sudah disepakati antara eksekutif dan legislatif sejak tujuh tahun lalu, sejak 2015.  Artinya, masjid itu dibangun dengan menggunakan APBD Provinsi Jawa Barat dengan cara mencicil atau sedikit-sedikit mengambil setiap tahun sehingga jika dijumlahkan menjadi 1,2 triliun pada tahun 2022. Bisa dikatakan pembiayaannya adalah multi years, bertahun-tahun. Salah sekali jika ada anggapan mengambil satu triliun dari satu tahun APBD. Jadi, tidak tepat jika ada yang bilang itu seharusnya digunakan untuk hal lain. Misalnya, dalam satu tahun hanya menggunakan uang APBD untuk biaya konsultan, pembuatan design, atau pembebasan tanah secara bertahap. Anggaran tahun berikutnya, ada uang yang diambil untuk pembangunan tahap selanjutnya. Begitu seterusnya hingga pada 2022 berjumlah Rp1,2 triliun.

            Dengan pembiayaan seperti itu, pemerintah Jawa Barat masih bisa membangun dan membiayai hal-hal lainnya. Jumlah uang Provinsi Jawa Barat pada tahun 2022 adalah sebesar Rp32,10 triliun. Setiap tahun pemerintah Jawa Barat melakukan banyak pembangunan dan perbaikan, tidak terganggu oleh pembangunan masjid. Transportasi masal dibiayai sehingga semakin banyak bus yang bisa digunakan para pelajar, mahasiswa, dan para pekerja dengan harga yang murah. Untuk mengatasi kemacetan, banyak dibangun flyover atau jalan layang untuk kendaraan dan pejalan kaki. Kalau belum tahu, main dong ke Bandung, sampai sekarang terus dibangun kok. Untuk membangun UMKM, pemerintah memberikan dorongan, pelatihan, dan kemudahan pendanaan. Salah seorang mahasiswa saya juga sedang melakukan penelitian kerja sama kelompok UMKM di Kota Bandung dengan kelompok UMKM di salah satu kota di Malaysia. Itu artinya ada pembangunan UMKM. Untuk mencerdaskan generasi muda, Provinsi Jawa Barat punya Jabar Future Leaders (JFL) Scholarship atau beasiswa untuk pendidikan. Saya juga dikasih uang oleh Provinsi Jawa Barat untuk menyelesaikan tugas akhir pendidikan S2 saya ketika gubernurnya masih Ahmad Heryawan. Artinya, ada dana untuk pendidikan rakyat. Sekolah-sekolah terus dibantu dananya. Lapangan kerja terus didorong untuk semakin banyak. Rakyat terus didorong untuk terampil melalui kursus-kursus atau pelatihan. Untuk masyarakat yang tidak mampu, banyak jaring pengaman sosial agar rakyat tetap bisa makan. Hari ini tidak terdengar lagi ada rakyat Jawa Barat yang kelaparan.

            Betul kan?

            Siapa sekarang yang kelaparan perutnya?

            Paling juga Hp-nya yang kelaparan kuota.

            Kalau dulu, ketika zaman Soeharto, memang ada rakyat Jawa Barat yang mati kelaparan. Beritanya sampai tersebar di koran-koran hingga ada perusahaan swasta yang memarahi lurah tempat orang yang mati kelaparan. Seharusnya, lurah menghubungi berbagai perusahaan atau menghubungi para donator untuk mengatasi persoalan pangan masyarakat. Sekarang tak ada lagi orang Jawa Barat yang mati kelaparan. Artinya, pemerintah Jawa Barat memperhatikan dan membiayai persoalan makanan rakyat. Soal pelayanan kesehatan, kita bisa lihat bahwa setiap hari Puskesmas dibangun lebih layak, obat-obatannya lebih beragam dan lebih berkualitas daripada masa lalu. Rakyat pun cukup mengeluarkan uang Rp7.000,-, padahal biaya kesehatan sebenarnya jauh lebih besar dari itu. Misalnya, Rp50.000,-. Jadi, ketika rakyat berobat dengan harga Rp7.000,-, gubernur Jawa Barat menambahinya Rp43.000,-. Coba jalan-jalan ke setiap kecamatan, Puskesmasnya sudah jauh lebih baik kok.

            Memang benar, berbagai rencana atau program yang diinginkan belum semuanya sempurna karena semuanya butuh proses, butuh waktu, dan butuh dana yang dilakukan secara bertahap. Hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh Presiden RI Jokowi bahwa membuat rakyat sejahtera itu tidak bisa sim salabim langsung jadi, tetapi butuh proses. Hal yang jelas adalah pembangunan dan perbaikan itu terus dilakukan.

            Dari pembangunan masjid saja sudah jelas bisa meningkatkan ilmu pengetahuan dan ekonomi. Masjid Al Jabbar itu bukan hanya tempat ibadat, tetapi dilengkapi pula dengan museum digital, hutan kota, danau retensi, ruang-ruang yang bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi seperti bazar dan promosi produk UMKM. Untuk membangun dan memelihara masjid itu, dibutuhkan ratusan pekerja yang artinya telah menyerap tenaga kerja. Belum lagi jika semua rencana operasional masjid lancar, akan lebih banyak butuh tenaga kerja.

            Di samping itu, di wilayah sekeliling masjid akan diproyeksikan sebagai distrik pusat bisnis baru. Artinya, pada masa berikutnya akan tumbuh pusat-pusat ekonomi yang memakmurkan rakyat.  Begitu cara berpikirnya, Bro.

            Kedua, kata mereka di Jawa Barat sudah terlalu banyak masjid, sudah ada 50.000 masjid. Jadi, Masjid Al Jabbar sama sekali tidak penting. Soal jumlah masjid itu bagaimana kebutuhan, malah 100.000 masjid masih harus dibangun jika dibutuhkan. Jawa Barat ini berpenduduk lebih dari 45 juta orang, mayoritas muslim, dan akan terus bertambah. Wajar kalau masjid masih banyak yang ingin membangun. Banyak sekali masjid-masjid kecil yang penuh dan sulit menampung jamaah, termasuk di perkotaan, apalagi di pusat-pusat perdagangan. Untuk shalat dzuhur di wilayah Tegalega saja, saya masih kesulitan karena antrian wudhu, toilet, dan tempat shalat yang penuh.

            Khusus untuk Masjid Al Jabbar, itu sangat diperlukan karena Provinsi Jawa Barat belum punya masjid level provinsi, adapun masjid besar di Cikapundung, Alun-Alun Bandung adalah Masjid Agung Kota Bandung. Dengan adanya Masjid Al Jabbar, kita jadi punya masjid level provinsi di Jawa Barat.

            Paham, Bro?

            Ketiga, soal uang APBD satu triliun itu hanya untuk masjid dan bukan untuk membangun tempat ibadat agama lain. Itu pasti karena rakyat Jawa Barat mayoritas muslim. Tidak mungkin membangun gereja, vihara, klenteng, atau pura di Jawa Barat dengan biaya satu triliun, kan jumlah pemeluknya juga sedikit. Kalau di tempat lain yang mayoritas nonmuslim, wajar membangun tempat ibadat di luar Islam dengan harga selangit juga, misalnya, di Bali itu normal membangun pura dengan biaya triliunan juga karena mayoritasnya bukan Islam. Selama eksekutif dan legislatif setuju menggunakan uang APBD untuk membangun tempat ibadat agama apa pun, pembangunan itu bisa dilakukan.

            Lagian, pemerintah di Jawa Barat pun pasti memperhatikan pula tempat-tempat ibadat agama lain, sesuai dengan kebutuhannya, gereja ada, demikian pula tempat ibadat lainnya.

            Hal itu sama saja di seluruh dunia juga, misalnya, jika kita lihat di Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa, bangunan gereja selalu lebih besar dan lebih megah dibandingkan masjid. Hal itu disebabkan umat Islam di sana adalah minoritas. Bahkan, di Cekoslowakia pemerintahnya melarang pembangunan masjid karena mayoritas penduduknya ateis. Masjid hanya boleh dibuat di bawah tanah, basement pertokoan, itu pun tidak luas, secukupnya. Jika banyak masjid di Jawa Barat atau di Indonesia, wajar karena penduduknya mayoritas muslim.

            Keempat, menurut mereka, percuma membangun Masjid Al Jabbar karena intoleransi rakyat Jawa Barat sangat tinggi. Mereka salah berpikir. Pembangunan masjid dengan intoleransi itu adalah dua hal yang berbeda dan harus ditangani berbeda pula. Intoleransi itu masalah sosial, sedangkan masjid adalah tentang pembangunan fisik yang dapat digunakan pula untuk menyelesaikan masalah sosial. Dengan dibangunnya Masjid Al Jabbar, diharapkan akan tumbuh pendidikan yang mengajarkan toleransi. Kegiatan rutin ceramah atau pengajian bisa mengundang para ulama atau ustadz yang mengajarkan kebaikan, ramah, santun, dan mencintai bangsanya. Tidak mengundang para penceramah radikal intoleran yang berujung pada terorisme. Masjid Al Jabbar pun memang diharapkan menjadi pusat penyebaran dan peradaban Islam yang memberikan manfaat, khususnya bagi warga Jawa Barat dan Indonesia, umumnya untuk umat manusia di dunia.

            Kelima, mereka mulai menyerang pribadi dan jabatan Ridwan Kamil karena banyak program-program yang belum terlaksana dan belum punya Parpol untuk dijadikan kendaraan menjadi Presiden RI. Padahal, sudah saya tuliskan tadi, berbagai keinginan atau program positif untuk rakyat itu perlu waktu, dana, dan kondisi yang memungkinkan. Tidak bisa seperti sulap atau sihir membuat semua program itu berjalan lancar, perlu proses bertahap yang diperhitungkan dengan matang. Hal itu pun diakui Jokowi bahwa membuat rakyat sejahtera itu perlu proses, tidak bisa langsung jadi.

            Soal Ridwan Kamil belum punya Parpol untuk menjadi presiden Indonesia, itu kembali pada diri Ridwan Kamil sendiri. Mungkin dia berpikir belum saatnya masuk Parpol atau memang mengurungkan niatnya untuk menjadi presiden. Kita belum tahu.

            Lagian,  buat apa ngurusin hal yang begitu?

            Kelihatan sekali mereka ketakutan oleh Ridwan Kamil yang bisa saja memutarkan keadaan dan membuat rakyat Indonesia menyukai dirinya untuk menjadi presiden Indonesia. Dasar para penakut.

            Keenam, mereka bilang Ridwan Kamil tidak cerdas dan  tidak punya skala prioritas karena membangun masjid seharga 1,2 triliun hanya untuk dinikmati umat Islam dan tidak bisa dinikmati umat lain. Parah banget mereka. Menurut saya, Ridwan Kamil sangat cerdas dan punya skala prioritas. Masjid Al Jabbar itu mulai direncanakan sejak masih zaman Gubernur Ahmad Heryawan dan dananya sudah disepakati sejak 2015, artinya ada pekerjaan Ahmad Heryawan yang masih harus dilanjutkan karena pada 2018 posisi gubernur dilanjutkan Ridwan Kamil. Jadi, Ridwan Kamil melanjutkan program gubernur sebelumnya. Kalau Ridwan Kamil tidak melanjutkannya, program pembangunan masjid itu menjadi proyek mangkrak. Itu cerdas dan paham skala prioritas.

            Bukankah kalian juga ingin bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dilanjutkan oleh presiden pengganti Jokowi supaya tidak mangkrak?

            Ridwan Kamil sudah membuktikan bahwa dirinya mampu melanjutkan program Ahmad Heryawan hingga tuntas.

            Para penyerang Masjid Al Jabbar dan Ridwan Kamil tampak sekali orang-orang yang tidak paham masjid. Mereka mungkin sangat jarang ke masjid dan tidak pernah jadi aktivis masjid. Mereka bilang masjid hanya bisa dinikmati umat Islam.

            Siapa bilang masjid hanya untuk umat Islam?

            Bodoh kalian!

            Ingat ketika Aceh dilanda tsunami. Masjid Baiturrahman yang megah itu menjadi pusat pertolongan para korban tsunami. Ketika rumah-rumah mereka hancur dan mereka sendiri terluka parah, Masjid Agung Aceh Baiturrahman adalah satu-satunya bangunan kokoh yang dapat menampung para korban tsunami dalam jumlah banyak. Para korban itu terdiri atas semua agama yang ada di Aceh.

            Apakah para korban yang terluka dan membutuhkan tempat berlindung itu hanya orang Islam?

            Apakah dulu mereka ditanya apa agamanya ketika berlindung di masjid?

Apakah nonmuslim diusir dari Masjid Baiturrahman?

Tidak!

Itu artinya masjid bisa dinikmati semua orang.

Masih ingat Indonesia pernah juara AFF U17?

Timnas Indonesia pernah kehabisan bekal dan kesulitan untuk menginap. Mereka menggunakan masjid untuk menginap, termasuk pula anggota tim mereka yang bukan beragama Islam.

Masjid di daerah saya itu punya ruang serba guna yang dapat digunakan untuk musyawarah warga, baik yang beragama Islam maupun bukan. Pernah ada tetangga nonmuslim yang kesulitan air bersih untuk minum, memasak makanan, mencuci pakaian, dan mandi. Mereka menggunakan air dan kamar mandi masjid untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tak ada seorang muslim pun yang melarang mereka menggunakan fasilitas masjid.

Kalau tiba Hari Raya Idul Adha, anak-anak nonmuslim diperbolehkan membantu panitia kurban sehingga mendapatkan daging kurban pula sebagai panitia. Di samping itu, keluarga mereka pun diberi bagian pula daging kurban. Semua pemeluk agama dikasih bagian.

            Siapa bilang masjid hanya bisa dinikmati umat Islam?

            Jangan ngaco kalian!

            Masjid Al Jabbar pun memiliki banyak fasilitas yang bisa dinikmati semua orang yang terdiri atas berbagai agama. Ada fasilitas untuk pengetahuan, pengembangan ekonomi, wisata, juga untuk mengendalikan banjir. Itu semua manfaatnya bisa untuk umat manusia, agama apa pun mereka. Tidak mungkin hanya untuk umat Islam.

            Ketujuh, kelihatan sekali bahwa para penyerang Masjid Al Jabbar dan Ridwan Kamil itu adalah benar-benar penakut. Mereka berharap bahwa Ridwan Kamil tidak ikut jadi Capres ataupun Cawapres. Mereka ingin Ridwan Kamil tetapi jadi arsitek dan artis Sinetron. Lucu memang para penakut itu.

            Sungguh, pembangunan Masjid Al Jabbar itu sangat sulit untuk dianggap sebagai pembangunan yang punya tujuan politik seperti yang para penakut itu tuduhkan. Pembangunan itu dilakukan karena memang merupakan aspirasi masyarakat Jawa Barat yang mayoritas Islam. Hal itu disebabkan rencana awalnya dilaksanakan pada masa Gubernur Ahmad Heryawan periode kedua. Ahmad Heryawan tidak mungkin menjadikannya sebagai tujuan politik karena jelas tidak akan pernah terwujud Masjid Al Jabbar pada masa kepemimpinannya, tidak akan kelihatan. Demikian pula Ridwan Kamil, sulit untuk menjadikan Masjid Al Jabbar sebagai bahan kampanye politik karena dirinya adalah melanjutkan apa yang sudah dilakukan Ahmad Heryawan. Kalau Ridwan Kamil menjadikannya tujuan politik, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersama Ahmad Heryawan akan membantai Ridwan Kamil secara politik pula karena jasa awalnya adalah Ahmad Heryawan. Jadi, saya masih kesulitan memahami jika Masjid Al Jabbar dibangun atas dasar politik.

            Mereka yang justru menggunakan Masjid Al Jabbar sebagai alat politik adalah para penakut itu. Mereka merendahkan manfaat Masjid Al Jabbar dan berusaha membuat citra negatif terhadap Ridwan Kamil. Itu perilaku yang sangat buruk.

            Meskipun demikian, mereka itu layak untuk takut dan akan saya takut-takuti lebih dalam. Ridwan Kamil dan Ahmad Heryawan itu punya kesamaan. Mereka adalah sama-sama berawal dari orang-orang yang tidak diunggulkan dan bukan siapa-siapa. Ketika pemilihan walikota Bandung, Ridwan Kamil sama sekali tidak penting, tidak dianggap, dan tidak dihitung sebagai calon yang akan unggul. Akan tetapi, dalam kenyataannya, dia justru berhasil menjadi walikota Bandung. Demikian pula Ahmad Heryawan, tidak diunggulkan sebagai calon gubernur Jawa Barat dan survey-survey menunjukkan bahwa Ahmad Heryawan tidak akan menang. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan sebaliknya, Ahmad Heryawan berhasil menjadi gubernur Jawa Barat untuk dua periode.

Bisa jadi toh Ridwan Kamil tidak diunggulkan menjadi presiden RI, tetapi keadaan bisa berubah cepat seperti waktu dulu. Dia bisa menang. Apalagi Ridwan Kamil tampak tenang dengan survey-survey yang menunjukkan rendahnya dirinya dalam elektabilitas perolehan suara untuk menjadi presiden.

Bahkan, ketika ditanya wartawan soal rendahnya suara dalam survey, Ridwan Kamil menjawab, “Itu mah nanti, itu soal gampang.”  

Dalam hal pekerjaan dan pembangunan, Ridwan Kamil terus bekerja dan tidak ada masalah berarti. Beberapa hasilnya, sudah saya tulis tadi untuk menjawab serangan para penakut yang menyerang masjid dan dirinya. Minimal itu yang saya lihat dan saya rasakan sebagai rakyat. Hal yang tidak saya tahu mungkin lebih banyak lagi. Oleh sebab itu, Humas Pemda Jawa Barat harus lebih aktif menginformasikan berbagai keberhasilan pembangunan Jawa Barat dan meng-counter serangan-serangan terhadap Provinsi Jawa Barat. Jangan seperti sekarang ini, seolah-olah Ridwan Kamil sendiri yang menjawab atau menghadapi serangan-serangan itu.

Di mana Humas Pemda Jabar?

Terasa sepi informasi.


Ahmad Heryawan (Foto: Warta Kencana)


Ahmad Heryawan pada masa kepemimpinannya sangat berhasil dalam membangun infrastruktur di Jawa Barat. Kalau boleh saya bilang, pembangunan jalan yang menjadi tugas Gubernur berhasil 95% dilaksanakan dengan sangat baik. Kalaupun di Jawa Barat masih tampak jalan yang tidak bagus, itu bukan tugas gubernur karena bisa jadi tanggung jawabnya ada di presiden, walikota, bupati, atau bahkan kepala desa. Ada tugasnya masing-masing.

Coba cek sendiri keberhasilan pembangunan infrastruktur semasa Ahmad Heryawan.

Kalian pikir cuma Jokowi yang bisa membangun infrastruktur?

Banyak yang bisa tahu!

Cuma mereka kurang publikasi saja.

Para penakut akan semakin takut dan ucapan-ucapannya akan semakin remeh temeh dan menggelikan.

Kalau punya jagoan untuk pemilihan presiden 2024, boleh saja dorong dengan membuktikan kehebatan jagoannya dengan data dan fakta yang benar. Akan tetapi, jangan meledek orang lain dengan data yang tidak lengkap dan analisis yang lemah mengada-ada, bodoh dan lucu namanya.

Saya sungguh sangat bersyukur Jawa Barat punya masjid megah yang dilengkapi berbagai fasilitas modern untuk mengembangkan manusia lebih positif. Foto-foto Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan Ahmad Heryawan saya dapatkan dari Warta Kencana, Okezone Muslim, CNN Indonesia, inijabar com, Republika, dan Kompas com.

Mikir!

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment