oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Masjid Raya Al Jabbar yang
diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Jumat, 30 Desember 2022
berlokasi di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Masjid megah bernama Al Jabbar yang
bisa berarti Mahaagung, Mahakuat, atau Maha Memaksa ini ternyata menggetarkan
dan menakutkan hati sebagian orang.
Mereka yang bergetar dan tampak takut ini adalah para politisi yang merasa
tersaingi untuk pemilihan presiden 2024. Hal itu disebabkan ada sosok teramat
penting dalam pembangunan ini, yaitu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan
mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Keduanya pemimpin yang baik, punya
prestasi, dan khususnya Ridwan Kamil terus bekerja. Mereka berdua hampir tak
punya cacat. Kalaupun ada beberapa rencana Gubernur Ridwan Kamil yang belum
terpenuhi, itu semuanya perlu waktu, tidak seperti sulap “sim salabim, abrakadabra”, ada hal-hal yang harus terus
diperhitungkan untuk melaksanakan dan mewujudkan program-programnya.
Siapa pun tidak bisa menghindar, pura-pura tidak tahu,
atau bahkan menutup mata. Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat adalah
masjid megah, indah, bergaya futuristik masa depan, dan merajut harmoni
kebangsaan dalam bernegara.
Foto: Republika |
Menurut catatan, masjid ini dibangun sejak 2017. Artinya,
sudah digagas, didiskusikan, direncanakan, serta mulai secara bertahap dan
dibiayai tahun-tahun sebelumnya, sejak gubernur sebelumnya, yaitu Ahmad Heryawan.
Jika mengikuti keterangan Ridwan Kamil bahwa pembiayaan masjid ini sudah
disetujui tujuh tahun lalu, berarti kesepakatan pembangunannya sudah mulai pada
2015.
Ridwan Kamil adalah orang yang mendesain masjid bernuansa
modern ini. Ia memang dikenal sebagai arsitek andal dan karyanya sudah sangat
banyak berdiri di Indonesia ini, bukan hanya masjid, melainkan pula
bangunan-bangunan lainnya.
Masjid
Al Jabbar mampu menampung 50.000 jemaah. Bahkan, mungkin lebih jika diisi
jamaah hingga ke luar, taman atau halamannya, hutan kota.
Foto: Okezone Muslim |
Masjid ini sangat kokoh hingga mampu menahan gempa
berkekuatan enam magnitudo. Di samping
memiliki alun-alun yang dihiasi tanaman hijau, Al Jabbar memiliki ruang luas
yang bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi masyarakat. Masjid ini berdiri di
atas luas lahan 26 ha yang di seputarnya diproyeksikan menjadi central business district (CBD) atau
distrik pusat bisnis baru. Di sekelilingnya dipenuhi air yang indah terkumpul
di danau retensi yang berfungsi pula sebagai pengendali banjir di wilayah
Gedebage, Bandung.
Di dalamnya terdapat pintu-pintu yang setiap pintu
dihiasi batik yang berasal dari 27 motif batik kabupaten dan kota di Jawa
Barat. Itu adalah penghargaan kepada rakyat, budaya, dan persatuan warga Jawa
Barat. Motif itu pun merupakan hasil karya warga Jawa Barat. Di samping itu,
ada pula aksesoris lainnya, semacam lampu hias yang juga hasil karya rakyat
Jabar. Bentuk masjid ini bukan kubah, melainkan melengkung yang melambangkan
proses pendekatan dari bawah menuju atas sebagai puncak kedekatan dengan Allah
swt. Dari dalam, puncaknya bertuliskan “Allah” yang filosofinya adalah cahaya
Allah swt turun menuju imam.
Foto: CNN Indonesia |
Untuk kelengkapan sebagai masjid modern, difasilitasi
pula oleh museum yang disesuaikan dengan era globalisasi berteknologi canggih. Masyarakat
bisa menikmati museum digital Muhammad Rasulullah saw, sejarah Islam Nusantara,
serta sejarah Islam di Jawa Barat.
Apabila disimpulkan, Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa
Barat terdiri atas empat komponen, yaitu “tempat
ibadat, museum, danau retensi, dan taman
hutan kota”. Bangunan mewah ini diakui oleh Ridwan Kamil adalah masjid yang
paling rumit dan paling lama dibangun dibandingkan masjid-masjid lain yang
pernah dibangun oleh Ridwan Kamil.
Keindahan dan kenyamanan Al Jabbar ini dibangun dengan
membutuhkan dana sejumlah 1,2 triliun. Uang yang sangat besar. Para politisi
dan pendukungnya yang merasa ketakutan, terancam, dan tersaingi oleh karya
besar Ridwan Kamil ini mulai mencari-cari kelemahan pembangunan masjid ini
sejak perencanaan, pembiayaan, pembangunan, peresmian, bahkan hingga ke diri
pribadi Ridwan Kamil dan Ahmad Heryawan. Tujuannya adalah melemahkan
kepercayaan dan rasa hormat rakyat kepada Ridwan Kamil dan Ahmad Heryawan. Kita
harus paham bahwa Ridwan Kamil telah menyatakan siap untuk dicalonkan menjadi
presiden Indonesia jika dirinya dipercaya rakyat dan partai-partai. Demikian
pula, Ahmad Heryawan yang sedang diperkenalkan untuk menjadi calon wakil
presiden. Inilah yang membuat banyak politisi dan para pendukungnya ketakutan
dan terancam sehingga mengeluarkan pernyataan-pernyataan remeh dan sangat
kelihatan jelas ketakutannya.
Bagaimana
tidak ketakutan, Al Jabbar adalah masjid megah yang berasal dari uang rakyat
yang mayoritas Islam?
Umat
Islam sangat mencintai masjid. Sudah pasti masjid dengan bentuk mewah
berteknologi tinggi dan bergaya futuristik akan menjadi kebanggaan umat serta
pendirinya akan sangat dihormati umat.
Umat akan sangat berterima kasih kepada para pembangunnya. Inilah yang
menjadi ketakutan para politisi dan pendukungnya itu. Jangan-jangan masyarakat
semakin menyukai Ridwan Kamil dan mulai mengingat lagi jasa-jasa besar Ahmad
Heryawan dalam membangun infrastruktur di Jawa Barat. Bisa-bisa, Ridwan Kamil
menjadi presiden Indonesia. Mungkin begitu pikir mereka.
Foto: inijabar.com |
Berikut
beberapa serangan mereka terhadap Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat dan
terhadap diri Ridwan Kamil. Serangan mereka itu, insyaallah saya jawab satu per
satu.
Pertama, mereka
menyayangkan uang satu triliun itu hanya dibuat untuk masjid, padahal ada
banyak hal yang harus dibiayai. Misalnya, transportasi masal, memecahkan
masalah kemacetan, membangun UMKM, memberikan beasiswa untuk generasi muda,
membuka lapangan kerja, meningkatkan pendidikan, meningkatkan pelayanan
kesehatan, dan memberikan kesejahteraan kepada banyak pihak.
Kedua, kata
mereka di Jawa Barat ini sudah berdiri 50.000 ribu masjid.
Apakah
masih kurang sehingga harus membangun Masjid Raya Al Jabbar?
Ketiga, kata
mereka uang APBD itu adalah uang rakyat yang terdiri atas banyak pemeluk agama
berbeda. Jadi, seharusnya dibangun pula tempat ibadat agama lain.
Bayangkan,
apa yang terjadi jika uang satu triliun itu digunakan untuk membangun gereja?
Pasti
akan ditolak dan akan menjadi keributan.
Keempat, mereka
membandingkan bahwa untuk apa membangun lagi masjid karena Jawa Barat adalah
provinsi yang sangat intoleran, tidak mampu menghargai orang lain yang berbeda
agama.
Kelima, mereka
menyerang kecakapan Ridwan Kamil. Menurut mereka, Ridwan Kamil punya banyak
rencana dan keinginan, tetapi eksekusinya nol. Misalnya, rencana membangun
monorel, membangun kereta gantung, membangun jalan tol
Bandung-Garut-Tasikmlaya. Di samping itu, Ridwan Kamil sampai sekarang belum
juga bergabung ke partai politik untuk dijadikan kendaraan menuju kursi
Presiden RI.
Keenam, mereka
bilang Ridwan Kamil tidak cerdas, tidak pintar, tidak punya skala prioritas,
dan tidak peka sebagai pemimpin karena menggunakan uang satu triliun hanya
untuk membangun masjid yang dinikmati oleh satu golongan umat. Hanya umat Islam
yang menikmati, pemeluk agama lain tidak boleh menikmati.
Ketujuh, mereka
menegaskan bahwa Ridwan Kamil tidak pantas untuk menjadi presiden ataupun wakil
presiden. Ridwan Kamil hanya pantas sebagai arsitek dan artis Sinetron.
Dari serangan-serangan mereka, tampak jelas ketakutan
mereka terhadap Ridwan Kamil yang semakin disukai banyak orang. Mereka merasa
terancam dengan hal itu. Mereka pun menggunakan Masjid Al Jabbar yang dianggapnya
tidak penting untuk menyerang Ridwan Kamil. Mereka membungkusnya seperti
kritikan untuk pemimpin atau pemerintah Jawa Barat. Akan tetapi, sesungguhnya
mereka ketakutan jagoannya tergeser dari popularitas untuk di Pilpres RI tahun
2024. Ternyata, mereka serendah itu pikirannya. Penakut mereka itu.
Seperti saya bilang, saya akan coba jawab serangan mereka
itu satu per satu. Kalau ada yang tersinggung, silakan balas lagi saya. Saya
akan sangat menyukainya.
Ridwan Kamil (Foto: Kompas.com) |
Pertama, mereka
salah mengira atau memang menutupi kenyataannya. Biaya yang digunakan sejumlah
satu triliun itu bukan diambil langsung dalam satu tahun APBD, melainkan
diambil dari dana APBD selama bertahun-tahun. Seperti penjelasan Ridwan Kamil
bahwa pembiayaan Masjid Raya Al Jabbar sudah disepakati antara eksekutif dan
legislatif sejak tujuh tahun lalu, sejak 2015.
Artinya, masjid itu dibangun dengan menggunakan APBD Provinsi Jawa Barat
dengan cara mencicil atau sedikit-sedikit mengambil setiap tahun sehingga jika
dijumlahkan menjadi 1,2 triliun pada tahun 2022. Bisa dikatakan pembiayaannya
adalah multi years, bertahun-tahun. Salah sekali jika ada anggapan mengambil
satu triliun dari satu tahun APBD. Jadi, tidak tepat jika ada yang bilang itu
seharusnya digunakan untuk hal lain. Misalnya, dalam satu tahun hanya
menggunakan uang APBD untuk biaya konsultan, pembuatan design, atau pembebasan
tanah secara bertahap. Anggaran tahun berikutnya, ada uang yang diambil untuk
pembangunan tahap selanjutnya. Begitu seterusnya hingga pada 2022 berjumlah
Rp1,2 triliun.
Dengan pembiayaan seperti itu, pemerintah Jawa Barat
masih bisa membangun dan membiayai hal-hal lainnya. Jumlah uang Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2022 adalah sebesar Rp32,10 triliun. Setiap tahun pemerintah
Jawa Barat melakukan banyak pembangunan dan perbaikan, tidak terganggu oleh
pembangunan masjid. Transportasi masal dibiayai sehingga semakin banyak bus
yang bisa digunakan para pelajar, mahasiswa, dan para pekerja dengan harga yang
murah. Untuk mengatasi kemacetan, banyak dibangun flyover atau jalan layang untuk kendaraan dan pejalan kaki. Kalau
belum tahu, main dong ke Bandung, sampai sekarang terus dibangun kok. Untuk
membangun UMKM, pemerintah memberikan dorongan, pelatihan, dan kemudahan
pendanaan. Salah seorang mahasiswa saya juga sedang melakukan penelitian kerja
sama kelompok UMKM di Kota Bandung dengan kelompok UMKM di salah satu kota di
Malaysia. Itu artinya ada pembangunan UMKM. Untuk mencerdaskan generasi muda,
Provinsi Jawa Barat punya Jabar Future
Leaders (JFL) Scholarship atau beasiswa untuk pendidikan. Saya juga dikasih
uang oleh Provinsi Jawa Barat untuk menyelesaikan tugas akhir pendidikan S2
saya ketika gubernurnya masih Ahmad Heryawan. Artinya, ada dana untuk
pendidikan rakyat. Sekolah-sekolah terus dibantu dananya. Lapangan kerja terus
didorong untuk semakin banyak. Rakyat terus didorong untuk terampil melalui
kursus-kursus atau pelatihan. Untuk masyarakat yang tidak mampu, banyak jaring
pengaman sosial agar rakyat tetap bisa makan. Hari ini tidak terdengar lagi ada
rakyat Jawa Barat yang kelaparan.
Betul kan?
Siapa sekarang yang kelaparan perutnya?
Paling juga Hp-nya yang kelaparan kuota.
Kalau dulu, ketika zaman Soeharto, memang ada rakyat Jawa
Barat yang mati kelaparan. Beritanya sampai tersebar di koran-koran hingga ada
perusahaan swasta yang memarahi lurah tempat orang yang mati kelaparan.
Seharusnya, lurah menghubungi berbagai perusahaan atau menghubungi para donator
untuk mengatasi persoalan pangan masyarakat. Sekarang tak ada lagi orang Jawa
Barat yang mati kelaparan. Artinya, pemerintah Jawa Barat memperhatikan dan
membiayai persoalan makanan rakyat. Soal pelayanan kesehatan, kita bisa lihat
bahwa setiap hari Puskesmas dibangun lebih layak, obat-obatannya lebih beragam
dan lebih berkualitas daripada masa lalu. Rakyat pun cukup mengeluarkan uang
Rp7.000,-, padahal biaya kesehatan sebenarnya jauh lebih besar dari itu.
Misalnya, Rp50.000,-. Jadi, ketika rakyat berobat dengan harga Rp7.000,-,
gubernur Jawa Barat menambahinya Rp43.000,-. Coba jalan-jalan ke setiap
kecamatan, Puskesmasnya sudah jauh lebih baik kok.
Memang benar, berbagai rencana atau program yang
diinginkan belum semuanya sempurna karena semuanya butuh proses, butuh waktu,
dan butuh dana yang dilakukan secara bertahap. Hal itu sebagaimana yang
dikatakan oleh Presiden RI Jokowi bahwa membuat rakyat sejahtera itu tidak bisa
sim salabim langsung jadi, tetapi butuh proses. Hal yang jelas adalah
pembangunan dan perbaikan itu terus dilakukan.
Dari pembangunan masjid saja sudah jelas bisa
meningkatkan ilmu pengetahuan dan ekonomi. Masjid Al Jabbar itu bukan hanya
tempat ibadat, tetapi dilengkapi pula dengan museum digital, hutan kota, danau
retensi, ruang-ruang yang bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi seperti bazar
dan promosi produk UMKM. Untuk membangun dan memelihara masjid itu, dibutuhkan
ratusan pekerja yang artinya telah menyerap tenaga kerja. Belum lagi jika semua
rencana operasional masjid lancar, akan lebih banyak butuh tenaga kerja.
Di samping itu, di wilayah sekeliling masjid akan
diproyeksikan sebagai distrik pusat bisnis baru. Artinya, pada masa berikutnya
akan tumbuh pusat-pusat ekonomi yang memakmurkan rakyat. Begitu cara berpikirnya, Bro.
Kedua, kata
mereka di Jawa Barat sudah terlalu banyak masjid, sudah ada 50.000 masjid.
Jadi, Masjid Al Jabbar sama sekali tidak penting. Soal jumlah masjid itu
bagaimana kebutuhan, malah 100.000 masjid masih harus dibangun jika dibutuhkan.
Jawa Barat ini berpenduduk lebih dari 45 juta orang, mayoritas muslim, dan akan
terus bertambah. Wajar kalau masjid masih banyak yang ingin membangun. Banyak
sekali masjid-masjid kecil yang penuh dan sulit menampung jamaah, termasuk di
perkotaan, apalagi di pusat-pusat perdagangan. Untuk shalat dzuhur di wilayah
Tegalega saja, saya masih kesulitan karena antrian wudhu, toilet, dan tempat
shalat yang penuh.
Khusus untuk Masjid Al Jabbar, itu sangat diperlukan
karena Provinsi Jawa Barat belum punya masjid level provinsi, adapun masjid
besar di Cikapundung, Alun-Alun Bandung adalah Masjid Agung Kota Bandung.
Dengan adanya Masjid Al Jabbar, kita jadi punya masjid level provinsi di Jawa
Barat.
Paham, Bro?
Ketiga, soal
uang APBD satu triliun itu hanya untuk masjid dan bukan untuk membangun tempat
ibadat agama lain. Itu pasti karena rakyat Jawa Barat mayoritas muslim. Tidak
mungkin membangun gereja, vihara, klenteng, atau pura di Jawa Barat dengan
biaya satu triliun, kan jumlah pemeluknya juga sedikit. Kalau di tempat lain
yang mayoritas nonmuslim, wajar membangun tempat ibadat di luar Islam dengan
harga selangit juga, misalnya, di Bali itu normal membangun pura dengan biaya
triliunan juga karena mayoritasnya bukan Islam. Selama eksekutif dan legislatif
setuju menggunakan uang APBD untuk membangun tempat ibadat agama apa pun,
pembangunan itu bisa dilakukan.
Lagian, pemerintah di Jawa Barat pun pasti memperhatikan
pula tempat-tempat ibadat agama lain, sesuai dengan kebutuhannya, gereja ada,
demikian pula tempat ibadat lainnya.
Hal itu sama saja di seluruh dunia juga, misalnya, jika
kita lihat di Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa, bangunan gereja selalu lebih
besar dan lebih megah dibandingkan masjid. Hal itu disebabkan umat Islam di
sana adalah minoritas. Bahkan, di Cekoslowakia pemerintahnya melarang
pembangunan masjid karena mayoritas penduduknya ateis. Masjid hanya boleh
dibuat di bawah tanah, basement pertokoan, itu pun tidak luas, secukupnya. Jika
banyak masjid di Jawa Barat atau di Indonesia, wajar karena penduduknya
mayoritas muslim.
Keempat, menurut
mereka, percuma membangun Masjid Al Jabbar karena intoleransi rakyat Jawa Barat
sangat tinggi. Mereka salah berpikir. Pembangunan masjid dengan intoleransi itu
adalah dua hal yang berbeda dan harus ditangani berbeda pula. Intoleransi itu
masalah sosial, sedangkan masjid adalah tentang pembangunan fisik yang dapat
digunakan pula untuk menyelesaikan masalah sosial. Dengan dibangunnya Masjid Al
Jabbar, diharapkan akan tumbuh pendidikan yang mengajarkan toleransi. Kegiatan
rutin ceramah atau pengajian bisa mengundang para ulama atau ustadz yang
mengajarkan kebaikan, ramah, santun, dan mencintai bangsanya. Tidak mengundang
para penceramah radikal intoleran yang berujung pada terorisme. Masjid Al
Jabbar pun memang diharapkan menjadi pusat penyebaran dan peradaban Islam yang
memberikan manfaat, khususnya bagi warga Jawa Barat dan Indonesia, umumnya
untuk umat manusia di dunia.
Kelima, mereka
mulai menyerang pribadi dan jabatan Ridwan Kamil karena banyak program-program
yang belum terlaksana dan belum punya Parpol untuk dijadikan kendaraan menjadi
Presiden RI. Padahal, sudah saya tuliskan tadi, berbagai keinginan atau program
positif untuk rakyat itu perlu waktu, dana, dan kondisi yang memungkinkan.
Tidak bisa seperti sulap atau sihir membuat semua program itu berjalan lancar,
perlu proses bertahap yang diperhitungkan dengan matang. Hal itu pun diakui
Jokowi bahwa membuat rakyat sejahtera itu perlu proses, tidak bisa langsung
jadi.
Soal Ridwan Kamil belum punya Parpol untuk menjadi
presiden Indonesia, itu kembali pada diri Ridwan Kamil sendiri. Mungkin dia
berpikir belum saatnya masuk Parpol atau memang mengurungkan niatnya untuk
menjadi presiden. Kita belum tahu.
Lagian, buat apa
ngurusin hal yang begitu?
Kelihatan sekali mereka ketakutan oleh Ridwan Kamil yang
bisa saja memutarkan keadaan dan membuat rakyat Indonesia menyukai dirinya
untuk menjadi presiden Indonesia. Dasar para penakut.
Keenam, mereka
bilang Ridwan Kamil tidak cerdas dan tidak punya skala prioritas karena membangun
masjid seharga 1,2 triliun hanya untuk dinikmati umat Islam dan tidak bisa
dinikmati umat lain. Parah banget mereka. Menurut saya, Ridwan Kamil sangat
cerdas dan punya skala prioritas. Masjid Al Jabbar itu mulai direncanakan sejak
masih zaman Gubernur Ahmad Heryawan dan dananya sudah disepakati sejak 2015,
artinya ada pekerjaan Ahmad Heryawan yang masih harus dilanjutkan karena pada 2018
posisi gubernur dilanjutkan Ridwan Kamil. Jadi, Ridwan Kamil melanjutkan
program gubernur sebelumnya. Kalau Ridwan Kamil tidak melanjutkannya, program
pembangunan masjid itu menjadi proyek mangkrak. Itu cerdas dan paham skala
prioritas.
Bukankah kalian juga ingin bahwa pembangunan Ibu Kota
Nusantara (IKN) dilanjutkan oleh presiden pengganti Jokowi supaya tidak
mangkrak?
Ridwan Kamil sudah membuktikan bahwa dirinya mampu
melanjutkan program Ahmad Heryawan hingga tuntas.
Para penyerang Masjid Al Jabbar dan Ridwan Kamil tampak sekali orang-orang yang tidak paham masjid.
Mereka mungkin sangat jarang ke masjid dan tidak pernah jadi aktivis masjid.
Mereka bilang masjid hanya bisa dinikmati umat Islam.
Siapa bilang masjid hanya untuk umat Islam?
Bodoh kalian!
Ingat ketika Aceh dilanda tsunami. Masjid Baiturrahman
yang megah itu menjadi pusat pertolongan para korban tsunami. Ketika rumah-rumah
mereka hancur dan mereka sendiri terluka parah, Masjid Agung Aceh Baiturrahman
adalah satu-satunya bangunan kokoh yang dapat menampung para korban tsunami
dalam jumlah banyak. Para korban itu terdiri atas semua agama yang ada di Aceh.
Apakah para korban yang terluka dan membutuhkan tempat
berlindung itu hanya orang Islam?
Apakah dulu mereka ditanya apa agamanya ketika berlindung
di masjid?
Apakah
nonmuslim diusir dari Masjid Baiturrahman?
Tidak!
Itu
artinya masjid bisa dinikmati semua orang.
Masih
ingat Indonesia pernah juara AFF U17?
Timnas
Indonesia pernah kehabisan bekal dan kesulitan untuk menginap. Mereka
menggunakan masjid untuk menginap, termasuk pula anggota tim mereka yang bukan
beragama Islam.
Masjid
di daerah saya itu punya ruang serba guna yang dapat digunakan untuk musyawarah
warga, baik yang beragama Islam maupun bukan. Pernah ada tetangga nonmuslim
yang kesulitan air bersih untuk minum, memasak makanan, mencuci pakaian, dan
mandi. Mereka menggunakan air dan kamar mandi masjid untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Tak ada seorang muslim pun yang melarang mereka menggunakan fasilitas
masjid.
Kalau
tiba Hari Raya Idul Adha, anak-anak nonmuslim diperbolehkan membantu panitia
kurban sehingga mendapatkan daging kurban pula sebagai panitia. Di samping itu,
keluarga mereka pun diberi bagian pula daging kurban. Semua pemeluk agama
dikasih bagian.
Siapa bilang masjid hanya bisa dinikmati umat Islam?
Jangan ngaco kalian!
Masjid Al Jabbar pun memiliki banyak fasilitas yang bisa
dinikmati semua orang yang terdiri atas berbagai agama. Ada fasilitas untuk
pengetahuan, pengembangan ekonomi, wisata, juga untuk mengendalikan banjir. Itu
semua manfaatnya bisa untuk umat manusia, agama apa pun mereka. Tidak mungkin
hanya untuk umat Islam.
Ketujuh, kelihatan
sekali bahwa para penyerang Masjid Al Jabbar dan Ridwan Kamil itu adalah
benar-benar penakut. Mereka berharap bahwa Ridwan Kamil tidak ikut jadi Capres
ataupun Cawapres. Mereka ingin Ridwan Kamil tetapi jadi arsitek dan artis
Sinetron. Lucu memang para penakut itu.
Sungguh, pembangunan Masjid Al Jabbar itu sangat sulit
untuk dianggap sebagai pembangunan yang punya tujuan politik seperti yang para
penakut itu tuduhkan. Pembangunan itu dilakukan karena memang merupakan
aspirasi masyarakat Jawa Barat yang mayoritas Islam. Hal itu disebabkan rencana
awalnya dilaksanakan pada masa Gubernur Ahmad Heryawan periode kedua. Ahmad
Heryawan tidak mungkin menjadikannya sebagai tujuan politik karena jelas tidak
akan pernah terwujud Masjid Al Jabbar pada masa kepemimpinannya, tidak akan
kelihatan. Demikian pula Ridwan Kamil, sulit untuk menjadikan Masjid Al Jabbar
sebagai bahan kampanye politik karena dirinya adalah melanjutkan apa yang sudah
dilakukan Ahmad Heryawan. Kalau Ridwan Kamil menjadikannya tujuan politik,
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersama Ahmad Heryawan akan membantai Ridwan
Kamil secara politik pula karena jasa awalnya adalah Ahmad Heryawan. Jadi, saya
masih kesulitan memahami jika Masjid Al Jabbar dibangun atas dasar politik.
Mereka yang justru menggunakan Masjid Al Jabbar sebagai
alat politik adalah para penakut itu. Mereka merendahkan manfaat Masjid Al
Jabbar dan berusaha membuat citra negatif terhadap Ridwan Kamil. Itu perilaku
yang sangat buruk.
Meskipun demikian, mereka itu layak untuk takut dan akan
saya takut-takuti lebih dalam. Ridwan Kamil dan Ahmad Heryawan itu punya
kesamaan. Mereka adalah sama-sama berawal dari orang-orang yang tidak
diunggulkan dan bukan siapa-siapa. Ketika pemilihan walikota Bandung, Ridwan
Kamil sama sekali tidak penting, tidak dianggap, dan tidak dihitung sebagai
calon yang akan unggul. Akan tetapi, dalam kenyataannya, dia justru berhasil
menjadi walikota Bandung. Demikian pula Ahmad Heryawan, tidak diunggulkan
sebagai calon gubernur Jawa Barat dan survey-survey menunjukkan bahwa Ahmad
Heryawan tidak akan menang. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan sebaliknya,
Ahmad Heryawan berhasil menjadi gubernur Jawa Barat untuk dua periode.
Bisa
jadi toh Ridwan Kamil tidak diunggulkan menjadi presiden RI, tetapi keadaan
bisa berubah cepat seperti waktu dulu. Dia bisa menang. Apalagi Ridwan Kamil
tampak tenang dengan survey-survey yang menunjukkan rendahnya dirinya dalam
elektabilitas perolehan suara untuk menjadi presiden.
Bahkan,
ketika ditanya wartawan soal rendahnya suara dalam survey, Ridwan Kamil menjawab,
“Itu mah nanti, itu soal gampang.”
Dalam
hal pekerjaan dan pembangunan, Ridwan Kamil terus bekerja dan tidak ada masalah
berarti. Beberapa hasilnya, sudah saya tulis tadi untuk menjawab serangan para
penakut yang menyerang masjid dan dirinya. Minimal itu yang saya lihat dan saya
rasakan sebagai rakyat. Hal yang tidak saya tahu mungkin lebih banyak lagi.
Oleh sebab itu, Humas Pemda Jawa Barat harus lebih aktif menginformasikan
berbagai keberhasilan pembangunan Jawa Barat dan meng-counter serangan-serangan
terhadap Provinsi Jawa Barat. Jangan seperti sekarang ini, seolah-olah Ridwan
Kamil sendiri yang menjawab atau menghadapi serangan-serangan itu.
Di
mana Humas Pemda Jabar?
Terasa
sepi informasi.
Ahmad Heryawan (Foto: Warta Kencana) |
Ahmad
Heryawan pada masa kepemimpinannya sangat berhasil dalam membangun
infrastruktur di Jawa Barat. Kalau boleh saya bilang, pembangunan jalan yang
menjadi tugas Gubernur berhasil 95% dilaksanakan dengan sangat baik. Kalaupun di
Jawa Barat masih tampak jalan yang tidak bagus, itu bukan tugas gubernur karena
bisa jadi tanggung jawabnya ada di presiden, walikota, bupati, atau bahkan
kepala desa. Ada tugasnya masing-masing.
Coba
cek sendiri keberhasilan pembangunan infrastruktur semasa Ahmad Heryawan.
Kalian
pikir cuma Jokowi yang bisa membangun infrastruktur?
Banyak
yang bisa tahu!
Cuma
mereka kurang publikasi saja.
Para
penakut akan semakin takut dan ucapan-ucapannya akan semakin remeh temeh dan
menggelikan.
Kalau
punya jagoan untuk pemilihan presiden 2024, boleh saja dorong dengan
membuktikan kehebatan jagoannya dengan data dan fakta yang benar. Akan tetapi,
jangan meledek orang lain dengan data yang tidak lengkap dan analisis yang
lemah mengada-ada, bodoh dan lucu namanya.
Saya
sungguh sangat bersyukur Jawa Barat punya masjid megah yang dilengkapi berbagai
fasilitas modern untuk mengembangkan manusia lebih positif. Foto-foto Masjid
Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan Ahmad Heryawan saya
dapatkan dari Warta Kencana, Okezone Muslim, CNN Indonesia, inijabar com,
Republika, dan Kompas com.
Mikir!
No comments:
Post a Comment