Saturday 23 July 2016

Indonesia Selalu Diganggu

oleh Tom Finaldin


Bandung, Tom Finaldin

Sejak lama sebenarnya Indonesia selalu diganggu perkembangan dan pertumbuhannya. Penjajahan adalah jelas gangguan yang sangat merusakkan berbagai sendi kehidupan di Indonesia yang sedang mengalami perkembangan. Ketika hendak merdeka pun gangguan itu keras sekali yang membuat Indonesia keteteran, tetapi untung selamat. Pada awal merdeka pun gangguan itu sangat jelas dengan adanya gagasan RIS. Gagasan negara federal itu terlihat sekali dari ingin dilemahkannya kekuatan Indonesia sehingga pihak-pihak asing dan mereka yang tidak ingin melihat Indonesia menjadi besar masih dapat menggerogoti Indonesia dalam sistem federalisme. Untungnya, hal itu tidak lama terjadi dan Indonesia kembali menjadi NKRI.

            Pada masa kepemimpinan Ir. Soekarno terjadi banyak pemberontakan di daerah berikut G-30-S. Kisruh-kisruh yang terjadi memang sebagian besar adalah masalah di antara warga bangsa sendiri, tetapi ada pihak-pihak asing yang mencoba menumpangi permasalahan di dalam negeri. Dengan ditembak jatuhnya pesawat pembom B 26 yang dikendalikan personil CIA Alan Pope oleh Mayor Dewanto sudah jelas menunjukkan kapitalisme bermain api dalam mengganggu Indonesia. Terjadinya aksi idiotik G-30-S juga tidak lepas dari permainan kotor pihak asing dalam mengganggu stabilitas keamanan dan ekonomi Indonesia. Hal itu disebabkan G-30-S adalah pertarungan kapitalis vs komunis tingkat dunia yang merembes ke Indonesia.

            Pada masa Soeharto pun demikian pula banyak pihak luar yang menambah kisruh suasana. Memang pada masa Soeharto yang sangat represif itu memunculkan banyak perlawanan di daerah, bahkan di wilayah-wilayah perkotaan dengan semakin banyaknya organisasi-organisasi bawah tanah yang melakukan perlawanan diam-diam. Aceh terus bergolak. Papua juga ingin merdeka. Timor-Timur tak kunjung tenang. Masalah-masalah yang terjadi sebenarnya masalah di antara sesama bangsa, tetapi pihak luar ikut membesar-besarkannya melalui pers dan mungkin juga melalui bantuan-bantuan finansial dan nonfinansial. Hal itu jelas sangat mengganggu pertumbuhan Indonesia.

            Pada masa Habibie juga demikian, Timor-Timur begitu keras permasalahannya sehingga terpaksa harus berpisah dari Indonesia. Berpisahnya Timor Timur pun tidak lepas dari adanya laporan-laporan dan berita-berita kecurangan pada saat dilakukan referendum oleh pihak-pihak asing. Untung saja, Indonesia tidak merasa rugi dengan lepasnya Timor Timur yang kemudian menjadi Timor Leste. Bahkan, beberapa pihak merasa beruntung dengan berpisahnya Timor Timur dari Indonesia karena wilayah itu hanya menjadi beban bagi Indonesia tanpa bisa diharapkan memberikan sumbangan yang positif bagi pembangunan Indonesia secara keseluruhan.

            Pada masa Abdurahman Wahid terjadi huru hara di Ambon, Poso. Ketenangan dan ketenteraman Poso diganggu oleh konflik yang melibatkan dua agama yang sebenarnya berawal dari keinginan berpisahnya Maluku Selatan dari Indonesia dan mendirikan negara sendiri, yaitu Republik Maluku Selatan (RMS). Banyak negara lain yang mendukung berdirinya negara RMS, tetapi mereka terpaksa harus menanggung malu karena kalah. Bahkan, Amerika Serikat buka suara bahwa kejadian di Poso sangat mengganggu Amerika Serikat. Lucu sekali pernyataan AS itu karena dikeluarkan ketika kaum muslimin, aparat pemerintah, dan para pendukung NKRI telah berada di atas angin mengalahkan para perusuh.

            Ketika Megawati menjadi presiden, Aceh semakin bergolak sehingga memaksa pemerintah menggerakkan TNI untuk mengamankan Aceh. Akan tetapi, hal yang sangat lucu adalah adanya larangan atau ketidaksetujuan negara-negara lain ketika TNI akan menggunakan pesawat tempurnya untuk menggempur GAM. Hal itu menunjukkan bahwa ada kekuatan asing yang berupaya melestarikan ketidakamanan di Provinsi Aceh.

            Pada masa Susilo Bambang Yudhoyono tidak banyak terjadi gangguan keamanan, kecuali yang sudah berlangsung sejak lama seperti OPM. Paling-paling, gangguan dari negara sebelah Malaysia terhadap kedaulatan Indonesia yang membuat kesal dan geram berbagai elemen bangsa karena pemerintah tidak tampak bersikap tegas. Hal yang menjadi gangguan adalah justru ada banyak sumber daya alam yang diduga dikuasai oleh pihak asing yang hasilnya juga mengalir ke luar negeri. Oleh sebab itu, pada masa pemerintahan SBY ini sempat dikecam sebagai tahun “kebohongan” dan menjadikan Indonesia sebagai “negara gagal”. Meskipun demikian, para pendukung pemerintahan SBY tidak menganggapnya sebagai kegagalan. Akan tetapi, semua merasakan adanya gangguan pihak asing, termasuk adanya dugaan terjadi praktik jual beli legislasi antara legislator dengan pihak luar negeri yang membuat sumber daya alam Indonesia dikuasai pihak asing.

            Indonesia dalam kepemimpinan Jokowi pun mendapat gangguan. Bedanya, situasi di dalam negeri lebih terkendali dan mudah ditangani. Teror di Jl. Thamrin, Jakarta, diselesaikan dalam waktu cepat, gerakan OPM lebih dibatasi, Grup Santoso semakin terdesak, kerusuhan Tolikara padam dengan sangat cepat. Untuk membuat situasi di dalam negeri Indonesia carut marut, saat ini semakin susah karena rakyat sudah lebih kuat bersatu dan bersaudara dibandingkan sebelum-sebelumnya. Oleh sebab itu, gangguan justru datang dari luar Negara Indonesia dengan adanya penculikan WNI oleh kelompok-kelompok yang biasa disebut kelompok Abu Sayyaf. Kalau pencurian ikan di perairan Indonesia, itu hanyalah tindakan kriminal murahan yang tidak bertujuan mengganggu, melainkan hanya ingin mencuri, maling.

            Indonesia tampaknya tidak dibiarkan untuk hidup tenang dan tenteram. Mereka tidak ingin melihat Indonesia besar dan aman tenteram. Apalagi ketika di belahan dunia lain terjadi berbagai kesemrawutan dan gonjang-ganjing, baik politik maupun ekonomi, mereka tidak ingin Indonesia berada dalam keadaan tenang-tenang saja. Indonesia harus punya masalah. Hal itu pun bisa diperhatikan dari pernyataan Badrodin Haiti ketika masih menjabat Kapolri bahwa Isis berniat mengganggu ketenteraman Indonesia. Meskipun Indonesia tidak bisa tertarik untuk hidup babak belur seperti negara lain, paling tidak Indonesia tidak boleh tenteram dan aman secara mulus. Harus selalu ada masalah.

            Ketika huru-hara di dalam negeri sulit diciptakan, gangguan terhadap Indonesia pun dilakukan di luar wilayah Indonesia, yaitu dengan melakukan penculikan terhadap ABK yang sedang berlayar dan berbisnis. Ketika kekuatan kelompok Santoso benar-benar hampir habis, diciptakanlah kesulitan baru bagi Indonesia di wilayah laut yang sama sekali bukan merupakan kewenangan Indonesia, baik di wilayah laut Filipina maupun di Malaysia.

            Membicarakan hal seperti ini memang seperti “mengarang indah” karena memasuki area “konspirasi” yang melibatkan “The Hiden Hand” yang selalu berada di belakang layar dan sulit dideteksi ketika menciptakan berbagai kesemrawutan dan keributan. Kita boleh menduga bahwa kasus-kasus penculikan WNI ini bukan sekedar “pemerasan” atau kriminal biasa, melainkan adanya suatu upaya untuk menciptakan Indonesia selalu berada dalam masalah. Bisa kita perhatikan bahwa WNI diculik oleh kelompok yang tidak bisa dikalahkan oleh militer Filipina di wilayah yang tidak dikuasai pemerintah Filipina. Sementara itu, Filipina memiliki undang-undang yang tidak memperbolehkan pasukan asing masuk ke negaranya. Hal itu mempersulit pemerintah Indonesia secara sempurna dalam menyelamatkan WNI. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Filipina tampak tidak serius menjalin kerja sama untuk menyelesaikan masalah itu yang ditandai sulit hadirnya mereka untuk membicarakan masalah keamanan yang dapat dilakukan secara bersama-sama. Banyak juga yang menduga bahwa Filipina mendapat bisikan dari pihak kapitalis terkait sikapnya tersebut yang mempersulit Indonesia karena Filipina memang negara yang memiliki kecenderungan berkiblat ke arah Barat.

            Ketika penculikan WNI bisa diatasi, pemerintah Indonesia pun segera melakukan pelarangan untuk berlayar ke perairan Filipina. Akan tetapi, ternyata masih ada perusahaan yang melanggar larangan itu. Akibatnya, ABK mereka diculik juga. Menurut saya, perusahaan yang melanggar moratorium pelayaran itu harus diperiksa juga karena memicu masalah yang sebetulnya tidak perlu terjadi lagi. Bisa jadi mereka pun merupakan bagian dalam memberikan gangguan bagi Indonesia. Sudah tahu dilarang, masih berlayar juga. Kalu tidak bego, mereka berarti benar-benar sedang membuat gangguan terhadap Indonesia. Kalau itu benar terjadi, perusahaan itu harus ditindak tegas, dicabut izinnya, dan pemiliknya atau pemimpinnya ditangkap.

            Hal yang mencurigakan lainnya adalah adanya pernyataan dari Beny Mamoto mantan Ketua Tim Pembebasan Sandera 2006. Ia menyatakan bahwa ada intel militer Filipina yang bermain dalam penyanderaan itu. Bahkan, pembebasan sandera yang selalu di dekat rumah salah satu gubernur di Filipina pun patut diperhatikan dan dipertanyakan. Di samping itu, Beny Mamoto pun berharap bahwa Presiden Filipina yang baru dapat mengangkat panglima militer yang kredibel dan tegas karena ada kemungkinan oknum militer Filipina pun ikut terlibat dalam beberapa kasus penculikan.

            Seperti yang saya bilang bahwa membicarakan masalah ini seperti “mengarang indah” karena menyambung-nyambungkan peristiwa dan menghubung-hubungkannya, lalu mencari pemahaman dari hal-hal itu.

            Kita semua harus paham dan sadar bahwa sejak dulu banyak sekali pihak yang tidak menginginkan Indonesia menjadi besar dan memiliki kekuatan lebih besar dalam menentukan percaturan dunia. Hal ini pun bisa dilihat dari banyaknya berita bohong di internet yang berbahasa asing yang menggambarkan bahwa Indonesia adalah negara yang intoleran, pelanggar Ham, dan lain sebagainya. Tampaknya, banyak orang yang sangat khawatir Indonesia bisa lebih kuat dalam berperan menentukan arah sejarah dunia sekaligus banyak orang yang iri dan tidak ingin percaya bahwa Indonesia sebagai negara dari dunia ketiga yang mayoritas muslim mampu hidup dengan tenang dan tenteram penuh kedamaian dalam keadaan makmur. Mereka akan terus mengganggu sebagaimana syetan yang selalu mengganggu membuyarkan konsentrasi ketika kita melakukan shalat. Mereka akan terus mengganggu.


            Kita tidak bisa menghentikan mereka karena begitulah tugas hidup mereka, mengganggu manusia supaya tidak hidup dalam keadaan tenang. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah melindungi diri dari setiap gangguan itu sehingga para pengganggu itu putus asa sebagaimana putus asanya Iblis Laknatullah untuk menggoda orang-orang beriman setelah sempurnanya ajaran Islam. Iblis dan anak buahnya hanya mampu menjerumuskan manusia dalam hal-hal kecil, seperti, perceraian, perjudian, pelacuran, dan lain sebagainya. Akan tetapi, mereka sudah berputus asa dalam persoalan-persoalan besar semisal “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perkara ketauhidan sudah mutlak tak tergoyahkan. Demikian pula para pengganggu Indonesia yang sudah mulai berputus asa dalam perkara-perkara besar, seperti, disintegrasi, konflik antaragama, dan penentangan terhadap ideologi Pancasila. Mereka sudah sangat kesulitan membuat kerusakan dalam hal-hal besar seperti itu. Mereka hanya mampu mengganggu Indonesia melalui perilaku-perilaku jahat kecil-kecil yang cenderung kriminal murahan yang nilainya tak lebih dan tak kurang seperti pencuri kecil yang mengutil di supermarket.

No comments:

Post a Comment