oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Jika hukuman mati sudah
ditetapkan, jika palu hakim sudah diketok, hukuman mati itu sesegera mungkin
harus dilaksanakan dengan tenang dan percaya diri. Indonesia tidak perlu banyak
mendengar mereka yang tidak setuju hukuman mati. Banyak sekali negara di dunia
ini yang menentang Indonesia dalam hal hukuman mati. Bahkan, PBB
mengkhawatirkan banyaknya hukuman mati di Indonesia. Kritikan-kritikan itu
tidak perlu ditanggapi serius, biasa saja. Justru kita harus berbangga diri
bahwa Indonesia adalah negara yang sedang serius berusaha membuat rakyat dan
negerinya aman dari kejahatan-kejahatan besar dan itu merupakan kemuliaan. Kita
harus menunjukkan diri sebagai negara yang tidak menolerir kejahatan-kejahatan keji.
Hal itu akan membuat para penjahat dan siapa pun yang ingin merusakkan
kehidupan Indonesia berpikir ulang untuk membuat masalah di Indonesia.
Mungkin banyak yang berpendapat bahwa hukuman mati itu
adalah sebuah kemunduran dalam dunia hukum. Saya ingatkan bahwa soal maju-mundur,
maju-mundur, cantik-cantik itu hanyalah soal persepsi. Boleh orang mengatakan
bahwa hukuman mati adalah sebuah kemunduran. Akan tetapi, bagi saya dan juga
bagi banyak orang lainnya, hukuman mati adalah sebuah kemajuan dalam hukum.
Saya bukan ahli hukum. Saya hanya manusia yang punya rasa ingin adil dan hidup
aman. Hukuman mati adalah sebuah kemajuan bagi bangsa Indonesia yang
menunjukkan keberanian untuk memerangi dan menghentikan kejahatan-kejahatan
besar yang pantas mendapatkan hukuman mati. Hukuman mati pun merupakan kemajuan
dalam memberikan rasa adil kepada para korban dan keluarga korban dari para pelaku
kejahatan. Hukuman mati pun merupakan kemajuan dalam kesadaran berpikir bahwa
kita, bangsa Indonesia, harus menyiapkan generasi penerus bangsa yang terbebas
dari pengaruh Narkoba dan kejahatan lainnya.
Benar bahwa hukuman mati tidak menghentikan dengan serta
merta kejahatan-kejahatan itu. Akan tetapi, kita telah menunjukkan diri sebagai
pembenci kejahatan-kejahatan besar itu dan menghalangi agar tidak terjadi lagi.
Kejahatan-kejahatan itu tidak pernah berhenti, tetapi kita harus tegas
memeranginya. Ini adalah dunia yang selalu ada pihak yang jahat dan pihak yang
baik. Kalau semuanya jahat, namanya neraka. Kalau semuanya baik, namanya surga.
Kita harus berada pada pihak yang baik, “para pemburu surga”.
Kalau ada yang bilang bahwa hukuman mati itu “percuma”
karena tidak menimbulkan efek jera yang maksimal dan tidak menghentikan
perbuatan-perbuatan jahat, sebaiknya katakan saja kepada mereka bahwa “makan”
itu adalah “percuma” karena akan lapar lagi lapar lagi. Jadi, makan sama sekali
tidak menghentikan rasa lapar. Itu adalah kehidupan. Kalau lapar, ya makan.
Kalau ada kejahatan besar, ya hukum mati. Begitu
saja kok repot.
Kalau tidak ingin dihukum mati, ya jangan melakukan
kejahatan itu. Kalau tidak ingin ada hukuman mati, ya harus menyadarkan dan
mengampanyekan kesadaran kepada masyarakat untuk tidak melakukan kejahatan.
Negara lain, bahkan PBB boleh menganggap Indonesia masih
menggunakan hukum yang terbelakang karena menggunakan hukuman mati. Sebaliknya,
kita pun boleh memaki mereka sebagai negara-negara terbelakang karena masih
terjebak dalam rasisme, xenophobia (ketakutan
terhadap orang asing), dan Islamphobia
(ketakutan terhadap Islam). Keterbelakangan mereka justru membuat banyak
kemarahan, ketimpangan, terorisme, dan kasus-kasus kekerasan, bahkan pembunuhan
di negara mereka sendiri. Jadi, tidak perlu rendah diri jika disebut
terbelakang karena sebenarnya kita sedang maju, malahan mereka sendiri yang
sedang membuka keterbelakangan dirinya sendiri tanpa rasa malu.
Bahkan, kalau mau, kita bisa mengejek mereka dengan
menggunakan “teori konspirasi” bahwa siapa pun dan negara mana pun yang tidak
menginginkan Indonesia menjalankan hukuman mati terhadap para pengedar Narkoba
adalah pihak-pihak yang tidak ingin melihat Indonesia menjadi besar sejak dulu.
Mereka memasukkan “barang-barang haram” itu ke dalam Indonesia agar Indonesia
kehilangan generasi muda yang sehat, kuat, beriman, bertakwa, dan berprestasi.
Oleh sebab itu, mereka sangat kesal karena kaki tangan dan antek-antek mereka
ditangkap, kemudian dihukum mati di Indonesia. Mereka kesal dan kecewa karena
mereka kalah, kemudian menggunakan dagangan politik “hak azasi manusia” untuk
mendiskreditkan Indonesia karena telah memberlakukan hukuman mati bagi
antek-antek mereka.
Bukankah mereka yang dihukum mati itu mayoritas adalah warga negara asing?
Bisa begitu kan kita mengejek mereka?
Kenapa tidak bisa dan tidak boleh?
No comments:
Post a Comment