Tuesday, 26 July 2016

Pembebasan WNI Bukti Persaudaraan dan Toleransi

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Penculikan WNI oleh penjahat yang menanamakan dirinya Abu Sayyaf yang kemudian para korbannya diselamatkan oleh pemerintah Indonesia dan elemen masyarakat lainnya merupakan bukti yang tidak bisa terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi ukhuwah wathaniyah, ‘persaudaraan sebangsa dan setanah air’. Hal itu pun merupakan perwujudan toleransi yang sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak ratusan ribu tahun lalu. Dengan demikian, sangat bodoh dan tolol orang-orang yang suka saling hina atas dasar agama, suku, dan kelompok. Agama yang satu menghina agama yang lain, suku yang satu menghina suku lain, kelompok yang satu menghina kelompok lainnya. Saling hina dan saling maki dengan bahasa-bahasa kotor itu merupakan kebodohan dan ketololan yang tiada tara.

            Orang Indonesia “terlarang” untuk saling ejek tentang hal-hal itu. Allah swt sudah jelas melarang umat Islam untuk menghina agama lain. Apabila ada umat Islam yang menghina suatu agama di mana saja, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, seharusnya penganut agama yang dihina oleh seorang muslim mengingatkannya tentang larangan bagi umat Islam untuk menghina agama orang lain. Biar dia malu sendiri. Apabila tidak berhenti juga menghina agama lain, seharusnya segera dilaporkan pada polisi karena kita memiliki undang-undang yang mengatur hal itu. Jangan melakukan perlawanan dengan membalas hinaannya karena itu tidak produktif dan menunjukkan bahwa kalian sama bodoh dan tololnya. Demikian pula sebaliknya, apabila ada nonmuslim menghina agama Islam, sebaiknya ingatkan dia bahwa sebagai bangsa Indonesia diharuskan untuk hidup rukun, saling menghormati, dan saling menghargai. Kalau ada persoalan hukum semisal pendirian rumah ibadat, jangan menjadi bahan untuk pertengkaran. Seharusnya, selesaikan saja dengan menggunakan hukum positif yang ada. Apabila nonmuslim tidak mau berhenti dari menghina Islam, seharusnya segera dilaporkan pada polisi agar tidak ada lagi yang melakukan hal itu. Dengan demikian, kita menjadi terlatih untuk hanya menggunakan bahasa-bahasa yang santun dan penuh dengan perdamaian. Jangan lantas dibalas lagi dengan hinaan yang sama karena hal itu menunjukkan bahwa kalian sama-sama bego.

            Saya beberapa kali mengingatkan orang Islam dalam berbagai media sosial agar tidak melakukan penghinaan kepada agama lain. Pernah pula saya mengingatkan nonmuslim agar berhenti melakukan penghinaan itu. Saya ingatkan bahwa setiap Hari Raya Idul Qurban setiap nonmuslim mendapatkan pula hak menikmati daging Qurban dan mereka tetap hidup terlindungi dalam masyarakat yang mayoritas Islam.

            Pembebasan WNI oleh pemerintah dan eleman masyarakat lainnya menunjukkan bahwa perbedaan agama itu bukanlah dasar untuk bertindak. Penganut agama apa pun yang diculik, sepanjang warga negara Indonesia, wajib dan akan diselamatkan. Para korban penculikan yang nonmuslim pun tetap ditolong tanpa membeda-bedakan perlakuan terhadap yang muslim. Pihak yang menolong korban penculikan adalah aparat yang mayoritas muslim. Para polisi, tentara, pemerintah, dan elemen masyarakat yang membantu pun 90% beragama Islam. Mereka yang ikut terlibat dalam upaya itu sama sekali tidak melebih-lebihkan seorang muslim dibandingkan nonmuslim. Semuanya sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dan elemen-elemen bangsa Indonesia sudah sangat arif dan bijak dalam hal bertoleransi dan memperkuat rasa persaudaraan sebangsa dan setanah air.

            Adalah hal yang teramat bodoh dan tolol jika masih ada orang-orang yang mempertengkarkan perbedaan agama di Indonesia ini. Kalau di luar negeri, terutama di Barat kebodohan dan ketololan itu merupakan kebiasaan. Sampai hari ini mereka masih melakukan kebodohan dan ketololan itu. Mereka masih terjebak dalam rasisme dan sentimen keagamaan yang menyebabkan banyak kemarahan, terorisme, dan pembunuhan individual. Rasisme sebenarnya sudah diminimalisasi oleh Muhammad saw 1.400 tahun yang lalu dan Alhamdulillah negeri-negeri muslim sudah terbebas dari rasisme. Bahkan, di Indonesia tidak pernah ada rasisme. Di negeri-negeri barat mereka masih sangat terbelakang mengenai persoalan rasisme dan perbedaan agama itu. Mereka masih menganggap sekelompok manusia lebih tinggi dibandingkan lainnya dan sekelompok manusia lebih berhak untuk hidup lebih tinggi dan makmur di negaranya dibandingkan sekelompok warga lainnya. Apalagi free speech, ‘kebebasan berbicara’, yang mereka anut sama sekali tidak dibatasi. Artinya, mereka sangat bebas berbicara apa saja termasuk melakukan penghinaan dan ejekan pada orang lain.

            Indonesia jauh lebih mulia dan lebih luhur daripada itu. Kita tidak perlu ikut-ikutan dengan kebodohan dan ketololan mereka. Kita adalah kita. Kita mulia karena kita sendiri. Kitalah yang harus memberi contoh pada dunia bahwa hidup itu adalah untuk saling berbagi dan tidak perlu menyingkirkan orang lain hanya karena orang lain berbeda dengan kita. Kita tidak boleh bebas berbicara semau-mau kita. Kebebasan berbicara di negara kita harus dibatasi hanya untuk hal-hal positif, untuk perbaikan kehidupan pada masa-masa selanjutnya, serta tidak untuk bersenang-senang menghina dan mengejek orang lain.


            Sebagai negeri yang mayoritas beragama Islam, kita harus membumikan ajaran Allah swt bahwa kemuliaan dan ketinggian derajat manusia itu bukan disebabkan warna kulit, keturunan, daerah tempat tinggal, atau jumlah harta benda, melainkan karena ketakwaannya kepada Allah swt. Semakin takwa orang itu semakin mulialah dia. Seorang yang takwa akan dengan sendirinya meningkat derajatnya di muka Bumi ini, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah swt. Insyaallah. 

No comments:

Post a Comment