oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Penculikan WNI oleh penjahat
yang menanamakan dirinya Abu Sayyaf yang kemudian para korbannya diselamatkan oleh pemerintah
Indonesia dan elemen masyarakat lainnya merupakan bukti yang tidak bisa
terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi ukhuwah wathaniyah, ‘persaudaraan
sebangsa dan setanah air’. Hal itu pun merupakan perwujudan toleransi yang sudah menjadi ciri khas
bangsa Indonesia sejak ratusan ribu tahun lalu. Dengan demikian, sangat bodoh
dan tolol orang-orang yang suka saling hina atas dasar agama, suku, dan
kelompok. Agama yang satu menghina agama yang lain, suku yang satu menghina
suku lain, kelompok yang satu menghina kelompok lainnya. Saling hina dan saling
maki dengan bahasa-bahasa kotor itu merupakan kebodohan dan ketololan yang
tiada tara.
Orang Indonesia “terlarang” untuk saling ejek tentang
hal-hal itu. Allah swt sudah jelas melarang umat Islam untuk menghina agama
lain. Apabila ada umat Islam yang menghina suatu agama di mana saja, baik di
dunia nyata maupun di dunia maya, seharusnya penganut agama yang dihina oleh
seorang muslim mengingatkannya tentang larangan bagi umat Islam untuk menghina
agama orang lain. Biar dia malu sendiri. Apabila tidak berhenti juga menghina
agama lain, seharusnya segera dilaporkan pada polisi karena kita memiliki
undang-undang yang mengatur hal itu. Jangan melakukan perlawanan dengan
membalas hinaannya karena itu tidak produktif dan menunjukkan bahwa kalian sama
bodoh dan tololnya. Demikian pula sebaliknya, apabila ada nonmuslim menghina
agama Islam, sebaiknya ingatkan dia bahwa sebagai bangsa Indonesia diharuskan
untuk hidup rukun, saling menghormati, dan saling menghargai. Kalau ada
persoalan hukum semisal pendirian rumah ibadat, jangan menjadi bahan untuk
pertengkaran. Seharusnya, selesaikan saja dengan menggunakan hukum positif yang
ada. Apabila nonmuslim tidak mau berhenti dari menghina Islam, seharusnya
segera dilaporkan pada polisi agar tidak ada lagi yang melakukan hal itu.
Dengan demikian, kita menjadi terlatih untuk hanya menggunakan bahasa-bahasa
yang santun dan penuh dengan perdamaian. Jangan lantas dibalas lagi dengan
hinaan yang sama karena hal itu menunjukkan bahwa kalian sama-sama bego.
Saya beberapa kali mengingatkan orang Islam dalam
berbagai media sosial agar tidak melakukan penghinaan kepada agama lain. Pernah
pula saya mengingatkan nonmuslim agar berhenti melakukan penghinaan itu. Saya
ingatkan bahwa setiap Hari Raya Idul Qurban setiap nonmuslim mendapatkan pula
hak menikmati daging Qurban dan mereka tetap hidup terlindungi dalam masyarakat
yang mayoritas Islam.
Pembebasan WNI oleh pemerintah dan eleman masyarakat
lainnya menunjukkan bahwa perbedaan agama itu bukanlah dasar untuk bertindak. Penganut
agama apa pun yang diculik, sepanjang warga negara Indonesia, wajib dan akan
diselamatkan. Para korban penculikan yang nonmuslim pun tetap ditolong tanpa
membeda-bedakan perlakuan terhadap yang muslim. Pihak yang menolong korban
penculikan adalah aparat yang mayoritas muslim. Para polisi, tentara,
pemerintah, dan elemen masyarakat yang membantu pun 90% beragama Islam. Mereka
yang ikut terlibat dalam upaya itu sama sekali tidak melebih-lebihkan seorang
muslim dibandingkan nonmuslim. Semuanya sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah dan elemen-elemen bangsa Indonesia sudah sangat arif dan bijak dalam
hal bertoleransi dan memperkuat rasa persaudaraan sebangsa dan setanah air.
Adalah hal yang teramat bodoh dan tolol jika masih ada
orang-orang yang mempertengkarkan perbedaan agama di Indonesia ini. Kalau di
luar negeri, terutama di Barat kebodohan dan ketololan itu merupakan kebiasaan.
Sampai hari ini mereka masih melakukan kebodohan dan ketololan itu. Mereka
masih terjebak dalam rasisme dan sentimen keagamaan yang menyebabkan banyak
kemarahan, terorisme, dan pembunuhan individual. Rasisme sebenarnya sudah
diminimalisasi oleh Muhammad saw 1.400 tahun yang lalu dan Alhamdulillah negeri-negeri muslim sudah terbebas dari rasisme.
Bahkan, di Indonesia tidak pernah ada rasisme. Di negeri-negeri barat mereka masih
sangat terbelakang mengenai persoalan rasisme dan perbedaan agama itu. Mereka
masih menganggap sekelompok manusia lebih tinggi dibandingkan lainnya dan
sekelompok manusia lebih berhak untuk hidup lebih tinggi dan makmur di
negaranya dibandingkan sekelompok warga lainnya. Apalagi free speech, ‘kebebasan berbicara’, yang mereka anut sama sekali
tidak dibatasi. Artinya, mereka sangat bebas berbicara apa saja termasuk
melakukan penghinaan dan ejekan pada orang lain.
Indonesia jauh lebih mulia dan lebih luhur daripada itu.
Kita tidak perlu ikut-ikutan dengan kebodohan dan ketololan mereka. Kita adalah
kita. Kita mulia karena kita sendiri. Kitalah yang harus memberi contoh pada
dunia bahwa hidup itu adalah untuk saling berbagi dan tidak perlu menyingkirkan
orang lain hanya karena orang lain berbeda dengan kita. Kita tidak boleh bebas
berbicara semau-mau kita. Kebebasan berbicara di negara kita harus dibatasi
hanya untuk hal-hal positif, untuk perbaikan kehidupan pada masa-masa
selanjutnya, serta tidak untuk bersenang-senang menghina dan mengejek orang
lain.
Sebagai negeri yang mayoritas beragama Islam, kita harus
membumikan ajaran Allah swt bahwa kemuliaan
dan ketinggian derajat manusia itu bukan disebabkan warna kulit, keturunan,
daerah tempat tinggal, atau jumlah harta benda, melainkan karena ketakwaannya
kepada Allah swt. Semakin takwa orang itu semakin mulialah dia. Seorang yang
takwa akan dengan sendirinya meningkat derajatnya di muka Bumi ini, baik di
hadapan manusia maupun di hadapan Allah swt. Insyaallah.
No comments:
Post a Comment