oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Banyak orang yang darahnya
mendidih, mengalami eforia melihat gerakan mahasiswa pada 24 September 2019. Banyak
yang berharap bahwa gerakan mahasiswa kali ini akan mengulangi kesuksesan 1998
dengan jatuhnya “Rezim Soeharto”.
Mereka pun sangat berharap dan menyangka keras bahwa gerakan itu dapat menjadi
jalan tumbangnya pemerintahan Jokowi. Hal itu bisa dilihat dari berbagai
tulisan mereka di Medsos, berita, dan blog-blog pribadi.
Sayangnya, peristiwa jatuhnya Jokowi itu tidak akan
terjadi. Dalam perhitungan saya, sebagai manusia. Gerakan itu tidak akan
menjatuhkan Jokowi.
Mengapa?
Pertama, para
mahasiswa bergerak tidak untuk menjatuhkan Jokowi. Para ketua Bem yang sempat
diwawancarai di TVone dan Metro Tv menyatakan bahwa mereka tidak
peduli dengan politik. Mereka hanya berkonsentrasi pada penolakan terhadap UU
KPK dan RKUHP. Niat mereka jelas bukan untuk menjatuhkan pemerintahan. Jadi,
kalau ada yang teriak-teriak di dunia maya maupun dunia nyata untuk menjatuhkan
Jokowi, mereka hanyalah “penunggang gelap”, “penyusup busuk”, yang memanfaatkan
gerakan moral mahasiswa untuk menyuarakan keinginan konyol mereka karena belum
bisa move on akibat kekalahan Pilpres
2019.
Kedua, para
mahasiswa bergerak sendiri tanpa dipandu oleh orang-orang kuat yang tampil “pasang
badan” bersama mahasiswa. Jumlah mahasiswa memang luar biasa. Mereka bergerak
bebarengan. Akan tetapi, sayangnya, untuk melakukan perubahan, tidak cukup
dengan jumlah massa yang banyak. Berapa pun jumlah massa yang bergerak, tidak
akan membuat pemerintahan jatuh jika tuntutan tidak disampaikan dengan jelas
dan bernilai akademis. Berbeda dengan aksi 1998 yang didampingi orang-orang
kuat. Di jalanan para mahasiswa dipandu “Lokomotif
Reformasi” Amien Rais, Sultan Hamengkubuwono X, Gus Dur (Abdurahman Wahid),
dan Megawati Soekarnoputeri. Mereka merumuskan “Deklarasi Ciganjur” yang sangat
menekan pemerintah dan DPR/MPR. Di dalam pemerintahan, gerakan reformasi
diperkuat oleh Ginanjar Kartasasmita. Ketika Soeharto membentuk Kabinet
Reformasi untuk menyerap aspirasi rakyat, Ginanjar “mengorganisasikan para
menteri” untuk tidak ikut dalam pemerintahan Soeharto. Hal itulah yang
menyebabkan Soeharto hilang kekuatannya sebagaimana kata dia sendiri bahwa dia
merasa kesulitan karena Kabinet Reformasi tidak mendapat tanggapan yang cukup.
Jatuhlah Soeharto.
Sekarang?
Tak seorang pun begawan berada di jalanan bersama
mahasiswa. Demikian pula, di dalam pemerintahan Jokowi, tak seorang pun tokoh
yang menyatakan tidak setuju pada rencana dan gagasan dalam kepemimpinan Jokowi.
Jokowi tidak akan jatuh. Dia tetap kuat. Itu dalam
perhitungan saya, sebagai manusia. Saya tidak tahu rencana Allah swt. Bisa jadi
Allah swt menjatuhkan Jokowi, tetapi bisa pula malah meneguhkannya, menguatkannya,
memperkokoh posisinya dalam memimpin Indonesia. Allah swt bertindak secara
misterius, manusia sulit mencerna tindakan-Nya jika tidak Dia sendiri yang
memberitahukannya kepada manusia.
Ketiga, … sudah
dulu lah. Nanti disambung lagi. Soalnya banyak hal yang membuat Jokowi tidak
akan jatuh karena gerakan mahasiswa itu. Kalau ditulis sekarang, bisa bosan dan
kesal membacanya.
Jokowi sampai saat ini masih sangat kuat dan kokoh. Saya
tidak melihat celah yang membuatnya jatuh.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment