Thursday, 19 September 2019

Menjaga Anak-Anak Papua

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Papua adalah bagian dari Indonesia. Itu sejarahnya. Negara yang disebut Indonesia adalah seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Papua adalah wilayah bekas jajahan Belanda. Berbeda dengan Timor Timur yang bekas jajahan Portugis. Wilayah ini diperjuangkan untuk tetap bersama Indonesia dalam keadaan setengah hati. Oleh sebab itu, Timor Timur dengan mudah melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Timor Leste. Adapun Papua dipertahankan mati-matian karena memang salah satunya adalah memiliki sejarah yang sama dengan wilayah lain di Indonesia, bekas jajahan Belanda.

            Hal itu menandakan bahwa apa pun kondisinya rakyat Papua dengan rakyat wilayah Indonesia lainnya harus hidup bersama dalam suka dan duka, jatuh dan bangun, maju sejahtera bersama. Di sinilah letaknya kewajiban melaksanakan ajaran Prabu Siliwangi, yaitu silih asih, silih asah, silih asuh, ‘saling mengasihi, saling mencerdaskan, saling melindungi’.

            Terkait kejadian rasis dan memanasnya Papua beberapa waktu lalu, harus menjadi perhatian serius seluruh bangsa ini tanpa kecuali. Baik aparat, pendidik, dan masyarakat harus sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Upaya itu tidak selalu harus dengan hard power, ‘kekerasan’, tetapi juga dengan soft power, ‘ajakan lembut dan pemahaman’. Salah satu upaya soft power yang dilakukan polisi dari Polsek Arcamanik, Bandung adalah contoh yang baik. Tadi siang mereka datang bersama TNI bersilaturahmi ke kampus Universitas Al Ghifari (Unfari), Jln. A.H. Nasution No. 247, Bandung. Mereka dengan ramah menyapa para mahasiswa, lalu menemui pejabat kampus, termasuk dosen. Kebetulan saya sedang ada jadwal mengajar di sana.





            Mereka datang menanyakan kondisi anak-anak Papua yang kuliah di Unfari. Mereka merasa kehilangan karena beberapa mahasiswa asal Papua yang biasanya akrab dengan mereka dan aktif di masyarakat hilang tiba-tiba sejak kejadian rasisme di Surabaya itu. Kami pun merasa kehilangan karena kejadian di Surabaya itu bertepatan dengan masa libur kuliah. Sejak saat itu banyak yang belum kembali ke kampus meskipun ada juga yang terus menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Dalam diskusi itu, dicapai kata sepakat bahwa kewajiban kita adalah memberikan kesadaran dan dorongan kepada mereka agar membaur dengan masyarakat. Bahkan, kepolisian bersedia memberikan berbagai fasilitas jika mereka hobi futsal atau bermain musik. Adapun saya bersama dengan teman-teman dosen lainnya berkewajiban memberikan pemahaman dari sisi ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu kebijakan publik karena kebetulan dosen yang hadir saat itu berasal dari Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unfari.

            Pihak kepolisian sudah mendeteksi keberadaan mereka. Upaya pendeteksian itu bukan untuk menakut-nakuti atau melakukan penangkapan, melainkan untuk pembinaan dan pembauran agar meminimalisasi sikap rasis dan  membangkitkan rasa persaudaraan dan persatuan.




            Selain hal itu, ada kesamaan pandangan lain antara saya dengan kepolisian, yaitu adanya dugaan pihak-pihak lain yang berupaya menebarkan provokasi kepada saudara-saudara Papua kita untuk memisahkan diri dari saudara-saudara Indonesia lainnya. Hal itu disebabkan saya tahu benar bahwa murid-murid saya itu tidak mungkin memiliki gagasan sendiri semacam itu jika tidak diprovokasi oleh aktor intelektual yang menginginkan adanya kericuhan. Murid-murid saya sebenarnya orang-orang baik dan memiliki kesempatan yang luas di Papua jika mau belajar dengan baik dan tidak mendapatkan provokasi negatif dari pihak lain yang bergerak secara sembunyi-sembunyi.

            Berkaitan dengan hal itu, saya sesungguhnya agak kurang puas jika harus hanya memberikan pemahaman kepada murid-murid saya karena hal itu sudah menjadi kewajiban saya tanpa harus ada diskusi dengan kepolisian pun. Saya akan senang jika berdiskusi bahkan berdebat hingga lelah dengan mereka yang suka memprovokasi situasi secara negatif. Biarkan terbuka berdebat soal politik di Papua terkait hal apa pun tentang keinginan merdeka dan pentingnya bergotong royong untuk maju bersama dalam NKRI. Biarkan orang lain yang menilai baik, buruk, logis, ataupun tidak logis. Biarkan ilmu, data, dan kaidah akademis yang bicara.

            Papua adalah kita. Kita adalah bersaudara.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment