oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Papua adalah bagian dari
Indonesia. Itu sejarahnya. Negara yang disebut Indonesia adalah seluruh wilayah
bekas jajahan Belanda. Papua adalah wilayah bekas jajahan Belanda. Berbeda dengan
Timor Timur yang bekas jajahan Portugis. Wilayah ini diperjuangkan untuk tetap
bersama Indonesia dalam keadaan setengah hati. Oleh sebab itu, Timor Timur dengan
mudah melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi
Timor Leste. Adapun Papua dipertahankan mati-matian karena memang salah satunya
adalah memiliki sejarah yang sama dengan wilayah lain di Indonesia, bekas
jajahan Belanda.
Hal itu menandakan bahwa apa pun kondisinya rakyat Papua
dengan rakyat wilayah Indonesia lainnya harus hidup bersama dalam suka dan
duka, jatuh dan bangun, maju sejahtera bersama. Di sinilah letaknya kewajiban
melaksanakan ajaran Prabu Siliwangi, yaitu silih
asih, silih asah, silih asuh, ‘saling
mengasihi, saling mencerdaskan, saling melindungi’.
Terkait kejadian rasis dan memanasnya Papua beberapa
waktu lalu, harus menjadi perhatian serius seluruh bangsa ini tanpa kecuali.
Baik aparat, pendidik, dan masyarakat harus sama-sama menjaga persatuan dan
kesatuan NKRI. Upaya itu tidak selalu harus dengan hard power, ‘kekerasan’, tetapi juga dengan soft power, ‘ajakan lembut dan pemahaman’. Salah satu upaya soft power yang dilakukan polisi dari
Polsek Arcamanik, Bandung adalah contoh yang baik. Tadi siang mereka datang
bersama TNI bersilaturahmi ke kampus Universitas Al Ghifari (Unfari), Jln. A.H.
Nasution No. 247, Bandung. Mereka dengan ramah menyapa para mahasiswa, lalu
menemui pejabat kampus, termasuk dosen. Kebetulan saya sedang ada jadwal
mengajar di sana.
Mereka datang menanyakan kondisi anak-anak Papua yang
kuliah di Unfari. Mereka merasa kehilangan karena beberapa mahasiswa asal Papua
yang biasanya akrab dengan mereka dan aktif di masyarakat hilang tiba-tiba
sejak kejadian rasisme di Surabaya itu. Kami pun merasa kehilangan karena
kejadian di Surabaya itu bertepatan dengan masa libur kuliah. Sejak saat itu
banyak yang belum kembali ke kampus meskipun ada juga yang terus menyelesaikan
tugas-tugas kuliahnya. Dalam diskusi itu, dicapai kata sepakat bahwa kewajiban
kita adalah memberikan kesadaran dan dorongan kepada mereka agar membaur dengan
masyarakat. Bahkan, kepolisian bersedia memberikan berbagai fasilitas jika
mereka hobi futsal atau bermain musik. Adapun saya bersama dengan teman-teman
dosen lainnya berkewajiban memberikan pemahaman dari sisi ilmu politik, ilmu
pemerintahan, dan ilmu kebijakan publik karena kebetulan dosen yang hadir saat
itu berasal dari Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unfari.
Pihak kepolisian sudah mendeteksi keberadaan mereka.
Upaya pendeteksian itu bukan untuk menakut-nakuti atau melakukan penangkapan,
melainkan untuk pembinaan dan pembauran agar meminimalisasi sikap rasis
dan membangkitkan rasa persaudaraan dan
persatuan.
Selain hal itu, ada kesamaan pandangan lain antara saya
dengan kepolisian, yaitu adanya dugaan pihak-pihak lain yang berupaya
menebarkan provokasi kepada saudara-saudara Papua kita untuk memisahkan diri
dari saudara-saudara Indonesia lainnya. Hal itu disebabkan saya tahu benar
bahwa murid-murid saya itu tidak mungkin memiliki gagasan sendiri semacam itu
jika tidak diprovokasi oleh aktor intelektual yang menginginkan adanya
kericuhan. Murid-murid saya sebenarnya orang-orang baik dan memiliki kesempatan
yang luas di Papua jika mau belajar dengan baik dan tidak mendapatkan provokasi
negatif dari pihak lain yang bergerak secara sembunyi-sembunyi.
Berkaitan dengan hal itu, saya sesungguhnya agak kurang
puas jika harus hanya memberikan pemahaman kepada murid-murid saya karena hal
itu sudah menjadi kewajiban saya tanpa harus ada diskusi dengan kepolisian pun.
Saya akan senang jika berdiskusi bahkan berdebat hingga lelah dengan mereka
yang suka memprovokasi situasi secara negatif. Biarkan terbuka berdebat soal
politik di Papua terkait hal apa pun tentang keinginan merdeka dan pentingnya
bergotong royong untuk maju bersama dalam NKRI. Biarkan orang lain yang menilai
baik, buruk, logis, ataupun tidak logis. Biarkan ilmu, data, dan kaidah
akademis yang bicara.
Papua adalah kita. Kita adalah bersaudara.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment