oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Orang-orang kulit hitam
Amerika Serikat punya sejarah yang panjang, bahkan bisa dibilang sepanjang
sejarah Negara Amerika Serikat sendiri. Mereka biasa disebut “Negro” atau “Black” yang bermakna Si Hitam. Bukan hanya sebutan merendahkan
seperti itu yang mereka terima, melainkan pula dianggap manusia kelas yang
paling rendah. Segala masalah, keruwetan, dan kasus-kasus kriminal masyarakat
selalu disalahkan pada orang-orang berkulit hitam yang berasal dari daratan
Afrika ini. Mereka diburu, diperjualbelikan, dibunuh, dianiaya, dipisahkan dari
keluarganya, dan dibatasi hak hidup, hak pendidikan, hak ekonomi, dan hak
memiliki kemerdekaan sendiri.
Para penguasa, orang-orang serakah, selalu berselisih dengan
orang-orang waras yang menghargai kemanusiaan. Bahkan, pernah terjadi perang
saudara di antara orang-orang Amerika sendiri soal ini. Sebagian masih
menginginkan merendahkan dan memperjualbelikan orang kulit hitam, sebagian lagi
ingin menghentikan perilaku rasis semacam itu.
Dalam kepemimpinan Abraham Lincoln, perbudakan di Amerika
Serikat dihapuskan. Namun, Presiden Abraham Lincoln harus membayar dengan
nyawanya sendiri. Dia ditembak mati oleh kelompok yang tidak menyukai kebijakan
penghapusan perbudakan. Mereka masih menginginkan memperbudak kulit hitam.
Selepas masa kepresidenan Abraham Lincoln, warga kulit
hitam di Amerika Serikat masih mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.
Meskipun perbudakan sudah tidak ada lagi, mereka tetap dianggap warga kelas
rendah dan dihalangi untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan warga kulit
putih. Akan tetapi, mereka tidak menyerah. Mereka memperbaiki kaumnya,
meningkatkan pendidikannya, dan berkarir dengan disiplin.
Sekarang, meskipun hinaan rasis masih ada, sebagian dari mereka
sudah mampu membuktikan dirinya menjadi orang-orang sukses dan berpengaruh di
dunia. Misalnya, Martin Luther King, Malcolm X, Mohammad Ali, Jenderal Collin Powel, hingga Presiden AS
Barack Husein Obama.
Kita, terutama saudara-saudara Papua bisa belajar dari
sejarah kulit hitam di Amerika Serikat. Di Indonesia tidak pernah ada
perbudakan kulit hitam, tidak ada kebijakan atau halangan untuk menikmati
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Justru kita semua warga bangsa didorong
untuk belajar sungguh-sungguh dan bekerja keras, tanpa kecuali. Hal yang ada
hanya hinaan ringan karena perbedaan warna kulit dan makian sesaat yang
merendahkan menyamakan dengan binatang. Hinaan dan makian itu memang tidak
sopan dan tidak terpelajar, tetapi tidak perlu menjadikan rendah diri atau
emosi yang berlebihan sehingga merugikan diri sendiri. Di Amerika Serikat
sendiri kalau hinaan seperti itu masih ada hingga kini, misalnya, “Neg in White House” atau “Black in White House”, maksudnya “orang
hitam berkuasa di Gedung Putih”. Ledekan itu berupa pernyataan bahwa orang
hitam tidak pantas memimpin Gedung Putih, Amerika Serikat.
Akan tetapi, warga kulit hitam Amerika Serikat tetap
bertahan dan bekerja keras, tidak lantas memisahkan diri dari Amerika Serikat. Mereka
justru menunjukkan bahwa diri mereka pun hebat, bahkan lebih hebat dibandingkan
warga kulit putih. Itu kenyataan yang tidak bisa dibantah.
Saudara-saudara Papua harus belajar dari hal ini.
Memisahkan diri dari NKRI tidak menjamin diri akan lebih maju dan berhasil.
Sebaiknya, introspeksi diri dan contoh orang-orang Papua yang sudah berhasil di
Indonesia, seperti Freddy Numberi, Yoris Raweyai, Mochtar Ngabalin, atau Lenis
Kogoya.
Menunjukkan potensi dan prestasi adalah jauh lebih baik
dibandingkan bertindak berdasarkan emosi yang tidak terkendali.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment