Thursday, 26 September 2019

Jangan Perkosa Istrimu


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Mau punya istri 1, 2, 3, 4, atau lebih, sikap hormat dan sayang kepada istri harus selalu dilakukan. Jangan menganggap istri sebagai “barang” yang bisa diperlakukan seenaknya. Termasuk jika suami membutuhkan istrinya, tidak boleh dengan melakukan perkosaan.

            Akhir-akhir ini timbul kebingungan di masyarakat tentang “larangan untuk memperkosa istri”. Undang-undang ini sebetulnya sudah ada sejak 2004, nggak ada masalah, tetapi diramaikan saat ini bebarengan dengan riuhnya penolakan terhadap RKUHP. Kebingungan itu disebabkan di masyarakat Indonesia kalau sudah terjadi pernikahan, tidak ada itu yang namanya pemerkosaan. Apalagi di kalangan umat Islam diajarkan bahwa istri itu tidak boleh menolak jika suami ingin menyentuhnya. Penolakan yang dilakukan istri terhadap suami menyebabkan Sang Istri dilaknat malaikat dan jelas berdosa besar. Di samping itu, kebingungan itu pun disebabkan masyarakat kita hanya menilai atau memahami sesuatu berdasarkan pengalamannya sendiri dan segala yang terjadi di lingkungannya. Padahal, Indonesia itu dihuni 267 juta penduduk yang memiliki pengalaman dan situasi berbeda-beda. Kerap ada pengalaman hidup yang tidak pernah terlihat dan terdengar oleh masyarakat lain.

            Salah satu penyebab larangan untuk memperkosa istri adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Erma Suryani Ranik, anggota DPR RI yang terlibat langsung dalam penyusunan RKUHP. Banyak masyarakat, terutama perempuan yang melaporkan perkosaan yang dilakukan suaminya terhadap dirinya. Mereka lapor ke lembaga-lembaga perlindungan perempuan. Kemudian, lembaga-lembaga itu lapor ke DPR agar hak-hak perempuan itu bisa terlindungi dan ada pengendalian terhadap suaminya.

            Kasus perkosaannya sudah terjadi. Seorang istri yang dinyatakan oleh dokter sakit parah dipaksa oleh suaminya untuk berhubungan badan. Akibatnya, Si Istri tambah parah sakitnya, semakin menderita. Suaminya tidak peduli, tetapi Sang Istri yang merasakan betapa tersiksa dirinya. Bahkan, tetangga mertua saya meninggal gara-gara suaminya memaksa berhubungan intim, padahal istrinya belum sampai sepuluh hari melahirkan. Dalam ajaran Islam saja seharusnya setelah empat puluh hari baru boleh melakukan hubungan intim lagi. Ini belum sepuluh hari, suaminya sudah  memaksa. Akibatnya, meninggal.

            Hal-hal seperti itulah yang menyebabkan adanya undang-undang larangan untuk memperkosa istri. Boleh saja tidak setuju dengan undang-undang ini, tetapi jelaskan alasannya dengan baik dan berikan saran yang lebih baik untuk mengatur hal-hal seperti ini.

            Kita tidak bisa tidak setuju hanya dengan mengatakan bahwa Sang Istri pasti masuk surga. Akan tetapi, kita harus berpikir bagaimana rasa sakit yang diderita perempuan, bagaimana orangtuanya yang kehilangan, bagaimana anak-anak yang ditinggalkan, bagaimana kerabatnya yang dilanda kesedihan.

            Laki-laki tidak waras mungkin bilang, “Biarin, nanti gue kawin lagi buat ngurus anak-anak.”

            Itulah yang disebut arogansi pria terhadap wanita. Itu tidak boleh terjadi. Perlu aturan untuk itu.

            Tidak setuju, boleh. Protes, normal. Akan tetapi, beri saran, beri masukkan agar kekerasan terhadap perempuan seperti itu tidak terjadi. Jangan protes dengan nyinyir dan penafsiran yang bodoh.

            Para lelaki yang baik mungkin tidak akan menyakiti istrinya, tetapi tidak semua lelaki baik, bukan?

            It’s true.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment