oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Mau punya istri 1, 2, 3, 4,
atau lebih, sikap hormat dan sayang kepada istri harus selalu dilakukan. Jangan
menganggap istri sebagai “barang” yang bisa diperlakukan seenaknya. Termasuk
jika suami membutuhkan istrinya, tidak boleh dengan melakukan perkosaan.
Akhir-akhir ini timbul kebingungan di masyarakat tentang “larangan
untuk memperkosa istri”. Undang-undang ini sebetulnya sudah ada sejak 2004, nggak
ada masalah, tetapi diramaikan saat ini bebarengan dengan riuhnya penolakan
terhadap RKUHP. Kebingungan itu disebabkan di masyarakat Indonesia kalau sudah
terjadi pernikahan, tidak ada itu yang namanya pemerkosaan. Apalagi di kalangan
umat Islam diajarkan bahwa istri itu tidak boleh menolak jika suami ingin
menyentuhnya. Penolakan yang dilakukan istri terhadap suami menyebabkan Sang
Istri dilaknat malaikat dan jelas berdosa besar. Di samping itu, kebingungan
itu pun disebabkan masyarakat kita hanya menilai atau memahami sesuatu
berdasarkan pengalamannya sendiri dan segala yang terjadi di lingkungannya.
Padahal, Indonesia itu dihuni 267 juta penduduk yang memiliki pengalaman dan
situasi berbeda-beda. Kerap ada pengalaman hidup yang tidak pernah terlihat dan
terdengar oleh masyarakat lain.
Salah satu penyebab larangan untuk memperkosa istri
adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Erma Suryani Ranik, anggota DPR RI
yang terlibat langsung dalam penyusunan RKUHP. Banyak masyarakat, terutama
perempuan yang melaporkan perkosaan yang dilakukan suaminya terhadap dirinya.
Mereka lapor ke lembaga-lembaga perlindungan perempuan. Kemudian,
lembaga-lembaga itu lapor ke DPR agar hak-hak perempuan itu bisa terlindungi
dan ada pengendalian terhadap suaminya.
Kasus perkosaannya sudah terjadi. Seorang istri yang
dinyatakan oleh dokter sakit parah dipaksa oleh suaminya untuk berhubungan
badan. Akibatnya, Si Istri tambah parah sakitnya, semakin menderita. Suaminya
tidak peduli, tetapi Sang Istri yang merasakan betapa tersiksa dirinya. Bahkan,
tetangga mertua saya meninggal gara-gara suaminya memaksa berhubungan intim,
padahal istrinya belum sampai sepuluh hari melahirkan. Dalam ajaran Islam saja
seharusnya setelah empat puluh hari baru boleh melakukan hubungan intim lagi.
Ini belum sepuluh hari, suaminya sudah memaksa.
Akibatnya, meninggal.
Hal-hal seperti itulah yang menyebabkan adanya
undang-undang larangan untuk memperkosa istri. Boleh saja tidak setuju dengan
undang-undang ini, tetapi jelaskan alasannya dengan baik dan berikan saran yang
lebih baik untuk mengatur hal-hal seperti ini.
Kita tidak bisa tidak setuju hanya dengan mengatakan
bahwa Sang Istri pasti masuk surga. Akan tetapi, kita harus berpikir bagaimana
rasa sakit yang diderita perempuan, bagaimana orangtuanya yang kehilangan, bagaimana
anak-anak yang ditinggalkan, bagaimana kerabatnya yang dilanda kesedihan.
Laki-laki tidak waras mungkin bilang, “Biarin, nanti gue
kawin lagi buat ngurus anak-anak.”
Itulah yang disebut arogansi pria terhadap wanita. Itu
tidak boleh terjadi. Perlu aturan untuk itu.
Tidak setuju, boleh. Protes, normal. Akan tetapi, beri
saran, beri masukkan agar kekerasan terhadap perempuan seperti itu tidak
terjadi. Jangan protes dengan nyinyir dan penafsiran yang bodoh.
Para lelaki yang baik mungkin tidak akan menyakiti
istrinya, tetapi tidak semua lelaki baik, bukan?
It’s true.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment