oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Nama Snouck Hurgronje tidak
lepas dari sejarah Aceh. Tokoh ini selalu menarik untuk dikaji sehingga setiap
membaca tentang dirinya dari berbagai buku, artikel, dan bahkan mendengar dari
diskusi-diskusi terbatas selalu ada informasi baru berkaitan dengan sepak
terjangnya dalam menaklukan Aceh.
Aceh dapat dikatakan sebagai wilayah terkuat di Indonesia
ini dalam melawan penjajah Belanda. Ketika raja-raja dan sultan-sultan di seluruh
wilayah Indonesia ini sudah tunduk pada keinginan Belanda, Aceh masih tegak
berdiri melakukan perlawanan.
Snouck Hurgronje adalah tokoh pemikir yang selalu
mendapat perhatian Belanda. Hasil pemikirannya kadang digunakan, kadang tidak
oleh Belanda dalam menyusun strategi mengatur wilayah jajahan di Indonesia.
Dalam menundukkan Aceh, Belanda selalu melakukan dua
cara, yaitu negosiasi dan kekerasan terhadap kesultanan Aceh. Akan tetapi,
Belanda tidak pernah berhasil. Snouck Hurgronje berpendapat bahwa untuk
mengalahkan Aceh, tidak bisa dilakukan dengan negosiasi, tetapi dengan
kekerasan penuh. Kekerasan itu jangan dilakukan terhadap kesultanan, tetapi
harus diarahkan terhadap para ulama. Hal itu disebabkan perlawanan rakyat Aceh
adalah di bawah kendali para ulama. Jadi, ulama yang harus dibasmi.
Pendapat Snouck Hurgronje tidak dipercayai oleh Belanda.
Penjajah Belanda tetap melakukan negosiasi dan kekerasan terbatas terhadap
kesultanan. Sementara itu, perlawanan tetap keras dari para ulama dan
pengikutnya.
Sebagai seorang pemikir, Snouck Hurgronje selalu memiliki
rasa penasaran terhadap Islam. Oleh sebab itu, ia berpura-pura menjadi orang
Islam, mengucapkan syahadat, melakukan ritual islami, dan tinggal di Jedah,
Arab Saudi, hingga berhasil menginjakkan kakinya di Masjidil Haram, Mekah. Ia
pun dihormati dan diberi gelar, seperti, mufti dan syekh.
Hubungan dengan kaum muslimin pun semakin dekat. Bahkan,
kata-katanya dianggap sebagai ajaran Islam.
Kalimat yang diucapkan Snouck Hurgronje dan sangat
berpengaruh bagi rakyat muslim Aceh adalah, “Dunia
ini ibarat anjing. Anjing itu najis. Oleh sebab itu, umat Islam tidak boleh
mendekati dunia karena dunia itu najis!”
Seperti itulah yang
diajarkan Snouck Hurgronje. Entah dari mana kalimat itu berasal. Akan tetapi,
kalimat itu mempengaruhi kaum muslimin Aceh. Akibatnya, rakyat Aceh terlalu
banyak tinggal di masjid-masijd, terfokus pada ibadat-ibadat ritual, seperti,
berbagai macam shalat, dzikir, doa-doa, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Sementara itu, ibadat yang sifatnya umum, seperti, bekerja, belajar, berlatih, bersosialisasi,
dan berpolitik, jauh menurun, sangat berkurang.
Hal ini terjadi bertahun-tahun dan terus-menerus. Ini
pula yang membuat Aceh menjadi lemah. Pengetahuan, pengalaman, keterampilan,
dan fisik orang-orang Aceh melemah. Hal ini mudah dipahami karena orang-orang
Aceh perhatiannya terpusat pada kegiatan ritual, sedangkan
sosial-politik-teknologi jauh berkurang.
Pada saat itulah Belanda mendapatkan kesempatan emas
untuk menaklukan Aceh. Belanda melakukan serangan. Rakyat Aceh pun melawan,
tetapi situasinya sudah jauh lebih lemah dibandingkan dulu. Perlawanan heroik Cut
Nyak Dien dan Cut Meutia pun harus menemui kekalahan. Akhirnya, Belanda
mendeklarasikan kemenangannya pada 1903. Cut Nyak Dien meninggal di Sumedang,
Jawa Barat, pada 1908.
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari persitiwa
bersejaran itu?
Pelajarannya adalah jangan menghinakan dunia. Kehidupan
dunia adalah ladang bagi kehidupan akhirat. Pencarian kehidupan dunia adalah
modal untuk akhirat. Ibadat umum dan ilmu dunia harus seimbang dengan ibadat
khusus dan ilmu akhirat, tidak boleh berat sebelah karena begitulah seharusnya.
Pengetahuan dan keterampilan duniawi harus pula berimbang dengan pemahaman
akhirat. Begitulah yang diajarkan Allah swt.
Perhatikan firman Allah swt dalam QS Al Jumuah, 62 : 10:
“Apabila shalat
telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di Bumi, carilah karunia Allah, dan
ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”
Perhatikan dengan baik ayat itu. Jika ibadat ritual telah
dilaksanakan, bertebaranlah di muka Bumi, beraktivitaslah dengan manusia
lainnya. Kita harus mencari karunia Allah swt sebanyak-banyaknya. Karunia itu
bisa berupa uang, harta-benda, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Kita
harus punya uang agar bisa membangun masjid, pesantren, lembaga pendidikan, berangkat
haji dan umroh, berkurban, dsb.. Kita harus punya uang agar bisa bayar pajak
sehingga bisa membangun jalan, jembatan, Puskesmas, rumah sakit, membiayai TNI,
Polri, ASN, gedung-gedung megah, lembaga-lembaga positif untuk masyarakat, dan
lain sebagainya.
Kalau tidak punya uang, kita akan selalu menjadi pengemis
dan berharap bantuan dari orang lain atau pemerintah.
Kita harus belajar banyak ilmu pengetahuan sehingga di
antara kita ada yang bisa menjadi dokter, tentara, polisi, ahli ekonomi, ahli
masyarakat, ahli ilmu jiwa, arsitektur, pembuat mobil, motor, pesawat terbang,
ahli sejarah, arkeologi, ahli bahasa, ahli ilmu politik, ahli kelautan, dan
lain sebagainya. Dengan berbagai pengetahuan itulah kita bisa berkembang dan
maju sebagai umat-umat yang bermanfaat bagi manusia dan dipertimbangkan
kekuatannya oleh pihak-pihak lain. Dengan manfaat yang kita berikan kepada
sesama manusia itulah, kita bisa mempersembahkan hasil karya kita kepada Allah
swt untuk dihitung sebagai amal kebaikan dan bukti syukur kita yang telah
diberikan otak dan fisik yang baik oleh Allah swt.
Jangan tinggalkan dunia. Jadikan dunia sebagai ladang
untuk hasil di akhirat.
Hal yang dilarang itu adalah kita diperbudak oleh dunia
sehingga kita selalu dipusingkan duniawi dan melupakan akhirat. Kehidupan dunia
tidak boleh digunakan untuk berbangga-bangga dan melecehkan orang lain, apalagi
sampai bermaksiat kepada Allah swt. Pandangan kita harus selalu untuk kehidupan
akhirat, tetapi jangan melupakan dunia.
Seimbangkan dunia dan akhirat dalam kehidupan kita.
Contohlah Aceh yang sangat perkasa dan tidak bisa ditaklukan Belanda karena
kecerdasan para ulamanya yang mampu menyeimbangkan ibadat ritual dengan ibadat
umum. Akan tetapi, ketika terlalu fokus pada ibadat ritual, dunianya pun lemah
dan sejarah menunjukkan Aceh pun dapat dikuasai Belanda.
Kalau ada yang mau diskusi soal ini, boleh. Kalau ada
yang memberikan masukan dan koreksi pun boleh, bahkan membantah pun bagus, asal
dengan niat yang baik dan bahasa yang baik.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment