Saturday, 21 November 2020

Belajar dari Snouck Hurgronje

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Nama Snouck Hurgronje tidak lepas dari sejarah Aceh. Tokoh ini selalu menarik untuk dikaji sehingga setiap membaca tentang dirinya dari berbagai buku, artikel, dan bahkan mendengar dari diskusi-diskusi terbatas selalu ada informasi baru berkaitan dengan sepak terjangnya dalam menaklukan Aceh.

            Aceh dapat dikatakan sebagai wilayah terkuat di Indonesia ini dalam melawan penjajah Belanda. Ketika raja-raja dan sultan-sultan di seluruh wilayah Indonesia ini sudah tunduk pada keinginan Belanda, Aceh masih tegak berdiri melakukan perlawanan.

            Snouck Hurgronje adalah tokoh pemikir yang selalu mendapat perhatian Belanda. Hasil pemikirannya kadang digunakan, kadang tidak oleh Belanda dalam menyusun strategi mengatur wilayah jajahan di Indonesia.

            Dalam menundukkan Aceh, Belanda selalu melakukan dua cara, yaitu negosiasi dan kekerasan terhadap kesultanan Aceh. Akan tetapi, Belanda tidak pernah berhasil. Snouck Hurgronje berpendapat bahwa untuk mengalahkan Aceh, tidak bisa dilakukan dengan negosiasi, tetapi dengan kekerasan penuh. Kekerasan itu jangan dilakukan terhadap kesultanan, tetapi harus diarahkan terhadap para ulama. Hal itu disebabkan perlawanan rakyat Aceh adalah di bawah kendali para ulama. Jadi, ulama yang harus dibasmi.

            Pendapat Snouck Hurgronje tidak dipercayai oleh Belanda. Penjajah Belanda tetap melakukan negosiasi dan kekerasan terbatas terhadap kesultanan. Sementara itu, perlawanan tetap keras dari para ulama dan pengikutnya.

            Sebagai seorang pemikir, Snouck Hurgronje selalu memiliki rasa penasaran terhadap Islam. Oleh sebab itu, ia berpura-pura menjadi orang Islam, mengucapkan syahadat, melakukan ritual islami, dan tinggal di Jedah, Arab Saudi, hingga berhasil menginjakkan kakinya di Masjidil Haram, Mekah. Ia pun dihormati dan diberi gelar, seperti, mufti dan syekh.

            Hubungan dengan kaum muslimin pun semakin dekat. Bahkan, kata-katanya dianggap sebagai ajaran Islam.

            Kalimat yang diucapkan Snouck Hurgronje dan sangat berpengaruh bagi rakyat muslim Aceh adalah, “Dunia ini ibarat anjing. Anjing itu najis. Oleh sebab itu, umat Islam tidak boleh mendekati dunia karena dunia itu najis!”

            Seperti itulah yang diajarkan Snouck Hurgronje. Entah dari mana kalimat itu berasal. Akan tetapi, kalimat itu mempengaruhi kaum muslimin Aceh. Akibatnya, rakyat Aceh terlalu banyak tinggal di masjid-masijd, terfokus pada ibadat-ibadat ritual, seperti, berbagai macam shalat, dzikir, doa-doa, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Sementara itu, ibadat yang sifatnya umum, seperti, bekerja, belajar, berlatih, bersosialisasi, dan berpolitik, jauh menurun, sangat berkurang.

            Hal ini terjadi bertahun-tahun dan terus-menerus. Ini pula yang membuat Aceh menjadi lemah. Pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan fisik orang-orang Aceh melemah. Hal ini mudah dipahami karena orang-orang Aceh perhatiannya terpusat pada kegiatan ritual, sedangkan sosial-politik-teknologi jauh berkurang.

            Pada saat itulah Belanda mendapatkan kesempatan emas untuk menaklukan Aceh. Belanda melakukan serangan. Rakyat Aceh pun melawan, tetapi situasinya sudah jauh lebih lemah dibandingkan dulu. Perlawanan heroik Cut Nyak Dien dan Cut Meutia pun harus menemui kekalahan. Akhirnya, Belanda mendeklarasikan kemenangannya pada 1903. Cut Nyak Dien meninggal di Sumedang, Jawa Barat, pada 1908.

            Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari persitiwa bersejaran itu?

            Pelajarannya adalah jangan menghinakan dunia. Kehidupan dunia adalah ladang bagi kehidupan akhirat. Pencarian kehidupan dunia adalah modal untuk akhirat. Ibadat umum dan ilmu dunia harus seimbang dengan ibadat khusus dan ilmu akhirat, tidak boleh berat sebelah karena begitulah seharusnya. Pengetahuan dan keterampilan duniawi harus pula berimbang dengan pemahaman akhirat. Begitulah yang diajarkan Allah swt.

            Perhatikan firman Allah swt dalam QS Al Jumuah, 62 : 10:

 

            “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di Bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”

            Perhatikan dengan baik ayat itu. Jika ibadat ritual telah dilaksanakan, bertebaranlah di muka Bumi, beraktivitaslah dengan manusia lainnya. Kita harus mencari karunia Allah swt sebanyak-banyaknya. Karunia itu bisa berupa uang, harta-benda, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Kita harus punya uang agar bisa membangun masjid, pesantren, lembaga pendidikan, berangkat haji dan umroh, berkurban, dsb.. Kita harus punya uang agar bisa bayar pajak sehingga bisa membangun jalan, jembatan, Puskesmas, rumah sakit, membiayai TNI, Polri, ASN, gedung-gedung megah, lembaga-lembaga positif untuk masyarakat, dan lain sebagainya.

            Kalau tidak punya uang, kita akan selalu menjadi pengemis dan berharap bantuan dari orang lain atau pemerintah.

            Kita harus belajar banyak ilmu pengetahuan sehingga di antara kita ada yang bisa menjadi dokter, tentara, polisi, ahli ekonomi, ahli masyarakat, ahli ilmu jiwa, arsitektur, pembuat mobil, motor, pesawat terbang, ahli sejarah, arkeologi, ahli bahasa, ahli ilmu politik, ahli kelautan, dan lain sebagainya. Dengan berbagai pengetahuan itulah kita bisa berkembang dan maju sebagai umat-umat yang bermanfaat bagi manusia dan dipertimbangkan kekuatannya oleh pihak-pihak lain. Dengan manfaat yang kita berikan kepada sesama manusia itulah, kita bisa mempersembahkan hasil karya kita kepada Allah swt untuk dihitung sebagai amal kebaikan dan bukti syukur kita yang telah diberikan otak dan fisik yang baik oleh Allah swt.

            Jangan tinggalkan dunia. Jadikan dunia sebagai ladang untuk hasil di akhirat.

            Hal yang dilarang itu adalah kita diperbudak oleh dunia sehingga kita selalu dipusingkan duniawi dan melupakan akhirat. Kehidupan dunia tidak boleh digunakan untuk berbangga-bangga dan melecehkan orang lain, apalagi sampai bermaksiat kepada Allah swt. Pandangan kita harus selalu untuk kehidupan akhirat, tetapi jangan melupakan dunia.

            Seimbangkan dunia dan akhirat dalam kehidupan kita. Contohlah Aceh yang sangat perkasa dan tidak bisa ditaklukan Belanda karena kecerdasan para ulamanya yang mampu menyeimbangkan ibadat ritual dengan ibadat umum. Akan tetapi, ketika terlalu fokus pada ibadat ritual, dunianya pun lemah dan sejarah menunjukkan Aceh pun dapat dikuasai Belanda.

            Kalau ada yang mau diskusi soal ini, boleh. Kalau ada yang memberikan masukan dan koreksi pun boleh, bahkan membantah pun bagus, asal dengan niat yang baik dan bahasa yang baik.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment