oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ketika Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo datang ke Amerika Serikat dalam rangka Asean-US Special Summit atau dalam
bahasa Indonesia-nya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus Asean-AS pada
Selasa, 10 Mei 2022, tidak disambut Presiden Amerika Serikat Joe Biden di
bandara, Washington DC. Kejadian ini tentu saja menjadi bahan bulian kaum
nyinyirun tanpa ilmu. Mereka bilang bahwa kejadian ini menunjukkan bahwa
Indonesia tidak dihargai dan Indonesia salah jalan dalam menjalankan negara.
Saya kasih tahu kamu, Drun. Indonesia itu memiliki posisi
yang sangat tinggi karena menempati jabatan sebagai koordinator kemitraan
Asean-AS. Anggota Asean itu ada sepuluh negara. Sudah pasti Indonesia harus
dihargai karena posisinya sangat tinggi.
Kemudian, kalau Indonesia disebut salah jalan karena
tidak disambut Presiden AS, sejak kapan keberhasilan atau kemunduran Indonesia
ditentukan oleh sambutan Presiden AS di bandara?
Bodoh sekali jika keberhasilan suatu negara ditentukan
oleh sambutan di bandara.
Berhasil-tidaknya Negara Indonesia itu ukurannya bukan
sambutan negara lain, melainkan sejauh mana Indonesia dapat mencapai tujuan
nasionalnya yang ada pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Itu ukurannya.
Ngerti kamu, Drun?
Kaum nyinyirun itu pikirannya mirip atau bahkan sama kayak
Rocky Gerung atau Rizal Ramli yang dasarnya banyak pada lamunan, kira-kira,
tanpa cek kelengkapan data dan fakta, tetapi tiba-tiba memberikan kesimpulan
yang salah dan menyesatkan. Begini contohnya, kalau tidak salah, koreksi saya
kalau salah, Rocky Gerung pernah bilang bahwa rakyat Indonesia tidak bisa
berhaji dan umroh ke Mekah gara-gara Rizieq Shihab ditangkap polisi.
Pernah dengar kan?
Apa hubungannya antara penangkapan Rizieq dengan
penundaan haji atau umroh?
Penundaan itu diberlakukan Arab Saudi kepada semua
negara, bukan hanya Indonesia, gara-gara pandemi Covid-19. Ketika situasi mulai
terkendali, Arab Saudi membuka kembali perjalanan ibadat ke Mekah. Sekarang,
secara bertahap orang-orang sudah bisa ke Mekah lagi, umroh. Padahal, Rizieq
sudah sah menurut hakim masuk penjara dan memang sedang di penjara. Itu bukti
bahwa tak ada hubungan antara penundaan ibadat ke Mekah dengan penangkapan
Rizieq seperti yang dikatakan kaum nyinyirun bego itu.
Orang-orang itu memang bego, pokoknya benci Jokowi. Siapa
pun yang melawan Jokowi akan mereka dukung. Dulu dukung Prabowo, tetapi karena
Prabowo gabung Jokowi, sekarang dukung Anies. Nanti, kalau Anies Baswedan gabung
Jokowi, terus ada sandal bakiak melawan Jokowi, mereka pasti mendukung sandal
bakiak.
Anehnya, meskipun bego, tetap saja banyak orang yang
percaya. Yah, seperti yang saya bilang, kalau ada bakiak melawan Jokowi, bakiak
itu akan dianggap cerdas. Bakiak aja dianggap cerdas apalagi orang, meskipun
bego, akan disebut cerdas.
Balik ke soal sambutan Biden terhadap Jokowi. Juru Bicara
Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan bahwa setiap negara
memiliki protokoler dalam menyambut tamu dari luar negeri. Di samping itu, pertemuan
itu adalah bukan pertemuan bilateral, melainkan semi multilateral.
Saya kasih tahu kamu, Drun. Pertemuan bilateral itu
adalah pertemuan antara dua negara, misalnya, Indonesia-Turki, Jokowi-Erdogan,
foto Jokowi Erdogan saya dapatkan dari Merdeka; Jokowi-Putin, foto mereka saya
dapatkan dari Tribun Medan; Jokowi-Barack Obama, foto mereka saya dapatkan dari
Okezone News.
|
Jokowi-Erdogan (Foto: Merdeka) |
|
Jokowi-Putin (Foto: Tribun Medan)
|
|
Jokowi-Barack Obama (Foto: Okezone News) |
Dalam pertemuan bilateral, terdapat kemungkinan presiden
suatu negara akan menyambut langsung presiden negara lain yang berkunjung ke
negaranya karena itu memang pertemuan dua negara secara khusus untuk
membicarakan kepentingan yang khusus pula. Bahkan, bisa disambut langsung pula di
bandara bergantung situasi, misalnya kesehatan. Presiden AS Joe Biden itu sudah
berusia di atas tujuh puluh tahun, jadi normal jika tidak ada sambutan di
bandara karena alasan kesehatan. Di samping itu, tidak semua urusan bilateral harus
selalu diurus kepala negara, bergantung keperluan dan kedekatan mereka.
Misalnya, hubungan dengan PM Suriname, hanya diurus oleh Wapres RI; hubungan
dengan Presiden Timor Leste, cukup oleh Gubernur NTT Viktor Laiskodat.
Contoh sambutan langsung yang terjadi baru-baru ini, 15
Mei 2022, adalah ketika Jokowi sepulang dari AS dan transit di Abu Dhabi,
disambut oleh Mohammed bin Zayed (MBZ) yang sekarang menggantikan ayahnya,
Sheikh Khalifa, menjadi presiden UEA. Itu hubungan bilateral yang terjadi
karena kedekatan dan perasaan kekeluargaan yang tinggi. Jokowi menyampaikan
rasa duka cita atas wafatnya Sheikh Khalifa. Di samping itu, Jokowi sudah
dianggap saudara oleh MBZ. Selain itu, memang MBZ punya peranan yang sangat
penting dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan. Foto
pertemuan Jokowi-MBZ saya dapatkan dari SINDONews.
|
Jokowi_MBZ (Foto: SINDONews) |
Hal ini sebagaimana yang diakui oleh Luhut Binsar
Pandjaitan ketika diajak bicara oleh MBZ, “Jenderal Luhut, tanya apa yang
diinginkan Jokowi, presidenmu. Aku akan berikan apa yang dia mau. Dia
saudaraku.”
Nah, Drun, selain pertemuan bilateral, ada juga yang
disebut pertemuan multilateral, yaitu pertemuan atau hubungan dengan banyak
negara, tidak hanya dua negara. Kalau banyak negara, yang datang ke sebuah
negara, kemungkinannya kecil akan disambut kepala negara karena sangat banyak.
Apalagi jika kepala negaranya sudah sangat sepuh seperti Joe Biden, nggak akan
di bandara, melainkan di tempat lain, misalnya di Gedung Putih, White House.
Teuku Faizasyah menjelaskan bahwa semua kepala negara
angota Asean yang hadir dalam KTT Khusus Asean-AS itu diperlakukan sama karena
sifatnya multilateral atau semi multilateral. Itu bagian dari protokoler yang
tidak begitu penting. Hal yang penting itu adalah isi atau substansi dari yang
dibicarakan dan hasil yang dapat dibawa untuk kepentingan negara masing-masing.
Semi multilateral itu karena pertemuan antara AS dan Asean adalah pertemuan dua
entitas yang dalam satu entitas Asean terdapat sepuluh negara.
Mudah-mudahan kalian mengerti, Drun.
Kalau ada yang bilang PM Singapura disambut Presiden AS
Joe Biden di bandara, itu medianya abal-abal dan beritanya hoaks. Saya
cari-cari di media mainstream, tidak ada. Saya cari foto dan videonya, juga
tidak ada. Malah dalam akun @yusuf_dumdum disebutkan bahwa berita itu adalah hoaks.
Ya sudah, memang saya juga tidak menemukan buktinya. Itu hoaks yang hanya
menyalurkan hasrat kebencian saja.
Rocky Gerung bilang karena Jokowi tidak disambut pejabat
AS di bandara, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi harus dipecat. Ah, Rocky
Gerung itu cuma manusia bego yang sok tahu, dia itu kan bukan ahli hubungan
internasional. Mana ngerti dia soal itu. Anehnya, banyak orang yang percaya
orang bego kayak begitu. Kalau percaya sama manusia bego, ya bakalan jadi bego
juga.
Kalau mau belajar tentang hubungan internasional, harus
ke ahllinya, misalnya, Menlu Retno Marsudi, Marty Natalegawa, Conie Rahakundini
Bakrie, Hikmahanto Juwana, Dina Sulaeman, Jemadu Jemat, Farhan, atau bisa juga
ke saya. Saya kan Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Al Ghifari.
Meskipun tidak disambut di bandara, Presiden AS Joe Biden
tetap menyambutnya di Gedung Putih. Biden tahu bahwa Jokowi keras kepala, punya
posisi penting di Asean, dan tidak bisa diatur AS karena punya politik luar
negeri bebas dan aktif, bebas dari tekanan negara mana pun dan aktif mewujudkan
perdamaian dunia. Jokowi tidak akan bisa ditundukkan agar sumber daya alam Indonesia
dikuasai AS serta tidak bisa ditekan untuk ikut memberikan sanksi agar
melemahkan Rusia. Indonesia itu harus berteman dengan siapa saja, berdamai
dengan siapa saja, kecuali dengan teroris, pengedar Narkoba, dan perusak
keharmonisan hidup di dunia.
|
Jokowi-Joe Biden (Foto: About Malang) |
Foto Jokowi dengan Biden saya dapatkan dari About Malang.
Banyak belajar, Drun!
Kalau banyak belajar, kalian tidak akan jadi orang yang
mudah ditipu dan berupaya juga tidak menjadi penipu.
Paham, Drun?
Hayu ah.
Sampurasun.