oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Dunia maya lumayan diributin
lagi oleh pentolan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera yang
memposting Gus Baha dengan memasangkan logo PKS. Perilaku PKS ini membuat marah
banyak warga Nahdlatul Ulama (NU) karena K.H. Ahmad Bahauddin yang dikenal
dengan nama Gus Baha ini bukanlah kader PKS dan guru yang sangat dihormati di
lingkungan NU.
Penampilan Gus Baha itu katanya mirip-mirip Jokowi yang
terkesan udik, kampungan, kayak tukang tahu, tukang tempe, atau tukang peuyeum.
Terkadang, penampilan itu menjadi bahan bulian kaum intoleran yang sok pintar
dan sok suci. Akan tetapi, bulian atas penampilan itu tidak berarti apa-apa
dibandingkan ilmu, prestasi, rasa hormat, dan pengagungan umat kepada mereka. “Don’t judge a book by the cover”, jangan
nilai buku dari sampulnya, tetapi baca isinya hingga habis. Jangan nilai orang
dari penampilannya, tetapi perhatikan kualitasnya. Begitu juga kepada Gus Baha
atau Jokowi meskipun kerap dianggap kampungan, mereka adalah orang-orang yang
dikenal dunia. Adapun para penghinanya, bukanlah siapa-siapa dan tidak bernilai
apa-apa, malah mengurus dirinya sendiri belum bisa.
Sumber Foto: Ayo Indonesia |
Memang ada juga warga NU yang tidak terlalu marah, lebih
sabar, malah mengingatkan bahwa foto Gus Baha yang ditempeli logo PKS itu
bagus. Hal itu menunjukkan bahwa Gus Baha bisa diterima di golongan mana saja.
Bagi warga NU yang marah, saya bisa mengerti bahwa mereka
bukanlah pemilih PKS. Jadi, penempelan logo PKS pada foto guru mereka dianggap
sebagai pengklaiman, sebagai pencatutan untuk kepentingan politik PKS demi
menambah elektabilitas menggaet suara dari warga NU. Ini terasa sebagai upaya
politik dan bukan penghormatan kepada NU.
Hal
itu disebabkan masih menimbulkan pertanyaan apakah PKS mau mengamalkan amaliyah
NU seperti yang diajarkan Gus Baha kepada santri-santrinya kalau memang tulus
menghormati Gus Baha?
Bisa
jadi Gus Baha hanya dijadikan ikon untuk menggaet suara politik dari kalangan
NU.
Apakah
PKS meminta izin kepada Gus Baha untuk menempelkan logo PKS di foto Gus Baha?
Kalau
tidak, itu berarti perbuatan yang tidak punya etika dan sangat tidak sopan,
baik kepada Gus Baha sendiri maupun kepada warga NU.
PKS
tampaknya sadar bahwa kekuatannya sangat kecil. Kemarin saja ketika Pilpres RI 2019
meskipun digabung dengan Gerindra, FPI, dan HTI untuk mengusung Prabowo menjadi
presiden, tidak mampu mengalahkan Jokowi. Apalagi sekarang setelah Prabowo
gabung Jokowi serta FPI dan HTI bubar, PKS sendirian dan kekuatannya tambah
lemah. Jadi, wajar orang mengira bahwa pemasangan foto Gus Baha adalah untuk
menggaet suara dari kaum NU.
Saran
saya buat PKS, untuk menaikkan suara dan menguatkan elektabilitas, hendaknya
gunakan kader sendiri yang katanya hebat-hebat itu. Pakai ulama sendiri, Pede
saja. Kalau ternyata masih tidak disukai banyak rakyat Indonesia, belajarlah
untuk menjadi orang-orang yang disukai dengan ilmu yang jelas memberikan
pencerahan dan arah bagi masyarakat, bukan nyinyiran ataupun ujaran-ujaran
kebencian yang bukan berasal dari jati diri bangsa Indonesia.
Meskipun
demikian, kita harus menghormati juga PKS dengan sikap Mardani Ali Sera yang
telah meminta maaf atas perilakunya, asal jangan diulangi lagi saja. Foto Gus
Baha yang ditempeli logo PKS saya dapatkan dari Ayo Indonesia.
Hormati
Gus Baha, jangan main catut seenaknya. Percayalah PKS pada diri PKS sendiri.
Begitu
ya, PKS.
No comments:
Post a Comment