Saturday 28 May 2022

Menolak Kemewahan

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Masih sedih rasanya atas wafatnya Buya Syafii Maarif, orang cerdas, pemimpin organisasi besar Islam di Indonesia, Muhammadiyah, serta orang penting di dalam dan di luar negeri. Jika dia mau, mudah sekali baginya untuk menjadi orang yang kaya raya, semudah dia menjentikkan jari. Sudah banyak pihak yang menawarinya kekayaan dan jabatan tinggi, tetapi dia menolaknya. Presiden RI Jokowi pun pernah menawarinya jabatan yang sangat tinggi, tetapi Buya menolaknya. Dia tidak ingin menempati jabatan itu, tetapi tetap membantu memecahkan berbagai permasalahan di Indonesia.

            Dia orang yang sangat pintar.  Gelar master dia peroleh dari Departemen Sejarah Universitas Ohio, Amerika Serikat. Adapun gelar doktornya dia raih dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS dengan disertasinya yang berjudul “Islam as the Basis of State: A Study of The Islamic Political Idead as Reflected in the Constituent Assembli Debates in Indonesia”, ‘Islam sebagai Basis Negara: Kajian Ide Politik Islam yang Tercermin dalam Debat Majelis Konstituante di Indonesia’.

            Orang sehebat dia mudah saja menjadi kaya raya, tetapi dia memilih untuk hidup sederhana. Dia ingin menjalankan ajaran Islam secara membumi dengan caranya sendiri. Dia ingin tetap menjadi rakyat biasa. Meskipun berbagai jabatan dan kekayaan mudah didapatnya, dia menghindarinya. Dia senang menyapu sendiri di rumahnya, belanja ke warung menggunakan sepeda dengan kantong kresek menggantung di stang, mengantri di rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya, kadang menggunakan celana yang ada tambalannya, makan nasi bungkus di masjid bersama jamaah, menggunakan topi ke mana-mana, mungkin di samping menghindari panas, juga agar tidak mudah dikenali. Kalau pergi ke Istana Negara menemui Jokowi, meskipun disediakan mobil, dia memilih untuk menggunakan kereta api, duduk berdesakan bersama penumpang lain. Kalau diundang untuk berceramah atau menjadi pembicara dalam pertemuan ilmiah, dia selalu memilih penginapan sangat murah yang kasurnya biasa saja dan kamar mandinya menggunakan gayung, padahal disediakan hotel mewah dengan fasilitas luar biasa. Foto Buya Syafii Maarif saya dapatkan dari Suara com.


Kesederhanaan Syafii Maarif (Foto: Suara.com)


            Jika berkaca kepadanya, malu diri ini rasanya. Banyak orang yang jauh lebih bodoh dibandingkan dia dalam hal akademis, jauh lebih rendah pengetahuan agamanya dibandingkan dia, tetapi begitu sibuk ingin jadi orang kaya, banyak uang, selalu ingin dihormati. Dalam kenyataannya, kekayaan itu tidak pernah didapatnya dan kehormatan itu juga tak didapatnya. Sibuk sendiri, kecewa sendiri. Rendah sekali diri ini yang sering ketakutan kehilangan duniawi yang rendah ini.

            Kesederhanaan Buya adalah kemewahan teladan bagi Indonesia, minimal bagi pengagumnya seperti saya ini.

            Saya bersaksi dia adalah orang baik dan banyak manfaatnya bagi negara dan rakyat Indonesia.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment