oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Masih sedih rasanya atas
wafatnya Buya Syafii Maarif, orang cerdas, pemimpin organisasi besar Islam di
Indonesia, Muhammadiyah, serta orang penting di dalam dan di luar negeri. Jika
dia mau, mudah sekali baginya untuk menjadi orang yang kaya raya, semudah dia
menjentikkan jari. Sudah banyak pihak yang menawarinya kekayaan dan jabatan
tinggi, tetapi dia menolaknya. Presiden RI Jokowi pun pernah menawarinya
jabatan yang sangat tinggi, tetapi Buya menolaknya. Dia tidak ingin menempati
jabatan itu, tetapi tetap membantu memecahkan berbagai permasalahan di
Indonesia.
Dia orang yang sangat pintar. Gelar master dia peroleh dari Departemen
Sejarah Universitas Ohio, Amerika Serikat. Adapun gelar doktornya dia raih dari
Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS dengan
disertasinya yang berjudul “Islam as the
Basis of State: A Study of The Islamic Political Idead as Reflected in the
Constituent Assembli Debates in Indonesia”, ‘Islam sebagai Basis Negara:
Kajian Ide Politik Islam yang Tercermin dalam Debat Majelis Konstituante di
Indonesia’.
Orang sehebat dia mudah saja menjadi kaya raya, tetapi
dia memilih untuk hidup sederhana. Dia ingin menjalankan ajaran Islam secara membumi
dengan caranya sendiri. Dia ingin tetap menjadi rakyat biasa. Meskipun berbagai
jabatan dan kekayaan mudah didapatnya, dia menghindarinya. Dia senang menyapu
sendiri di rumahnya, belanja ke warung menggunakan sepeda dengan kantong kresek
menggantung di stang, mengantri di rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya, kadang
menggunakan celana yang ada tambalannya, makan nasi bungkus di masjid bersama
jamaah, menggunakan topi ke mana-mana, mungkin di samping menghindari panas,
juga agar tidak mudah dikenali. Kalau pergi ke Istana Negara menemui Jokowi,
meskipun disediakan mobil, dia memilih untuk menggunakan kereta api, duduk
berdesakan bersama penumpang lain. Kalau diundang untuk berceramah atau menjadi
pembicara dalam pertemuan ilmiah, dia selalu memilih penginapan sangat murah
yang kasurnya biasa saja dan kamar mandinya menggunakan gayung, padahal
disediakan hotel mewah dengan fasilitas luar biasa. Foto Buya Syafii Maarif
saya dapatkan dari Suara com.
Kesederhanaan Syafii Maarif (Foto: Suara.com) |
Jika berkaca kepadanya, malu diri ini rasanya. Banyak
orang yang jauh lebih bodoh dibandingkan dia dalam hal akademis, jauh lebih
rendah pengetahuan agamanya dibandingkan dia, tetapi begitu sibuk ingin jadi
orang kaya, banyak uang, selalu ingin dihormati. Dalam kenyataannya, kekayaan
itu tidak pernah didapatnya dan kehormatan itu juga tak didapatnya. Sibuk
sendiri, kecewa sendiri. Rendah sekali diri ini yang sering ketakutan
kehilangan duniawi yang rendah ini.
Kesederhanaan Buya adalah kemewahan teladan bagi
Indonesia, minimal bagi pengagumnya seperti saya ini.
Saya bersaksi dia adalah orang baik dan banyak manfaatnya
bagi negara dan rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment