oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kebiasaan membalas salam
penghormatan yang dilakukan oleh orang lain kepada kita harus terus
dibudayakan, dilestarikan, bahkan diupayakan untuk membalas salam hormat itu
dengan cara lebih baik. Sikap membalas rasa hormat itu harus dilakukan terhadap
siapa saja meskipun terhadap orang yang berbeda agama, berbeda status sosial,
berbeda komunitas, berbeda jumlah kelompok (mayoritas-minoritas), berbeda
posisi, berbeda pekerjaan, atau berbeda hal-hal lainnya.
Kata Allah swt, “Apabila
kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan
lebih baik atau balaslah (penghormatan itu dengan yang sepadan) dengannya.
Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS An Nisa 4 : 96)
Jika kita ingin hidup damai, tenang, dan harmonis
balaslah siapa pun yang menghormati kita dengan penghormatan yang lebih baik.
Dalam ayat di atas, jelas sekali Allah swt sama sekali tidak membatasi
keharusan membalas penghormatan itu berdasarkan agama, kelompok sosial,
kelompok ekonomi, ataupun hal-hal lainnya. Siapa pun yang menghormati kita
harus dibalas dengan rasa hormat yang lebih baik, minimal dibalas sama dengan
nilai rasa hormat yang pertama. Begitulah Allah swt mengajarkan agar manusia
berbudi pekerti yang baik dan menumbuhkan perdamaian.
Jangan mentang-mentang kita pemimpin, guru, dosen, ulama,
atau berada dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
menghormati kita lebih dulu, kita membalas rasa hormat itu dengan seenaknya,
ketus, apalagi sama sekali tidak menghiraukan rasa hormat itu. Hal itu merupakan
perilaku yang teramat buruk. Jika orang yang menghormati kita berasal dari
kalangan yang berada di bawah kita, balaslah rasa hormat itu dengan pandangan
cinta, kasih sayang, dan perlindungan. Jika orang yang menghormati kita itu
berasal dari kalangan yang berada di atas kita, balaslah rasa hormat mereka
dengan kerendahan hati, rasa penghargaan tinggi, dan rasa pengakuan bahwa
mereka adalah lebih tinggi dibandingkan kita.
Dengan membiasakan rasa hormat yang didorong oleh rasa
cinta, kasih, penghargaan, dan pengakuan, hubungan komunikasi di antara manusia
pun akan terjalin lebih harmonis dan sangat manis. Dengan demikian, hati kita
akan terdidik, lebih lembut, dan lebih mudah menciptakan suasana yang tenang,
tenteram, dan damai. Sebaliknya, dengan mengabaikan rasa hormat orang lain atau
membalas rasa hormat itu dengan arogansi diri dan rasa angkuh diri, jalinan
komunikasi pun akan terasa terhambat, tegang, dan sulit berjalan dengan baik.
Mulailah kehidupan damai dan harmonis dengan sikap saling
menghormati dengan membalas rasa hormat orang lain dengan cara yang lebih baik.
Mulai dari sanalah rasa saling menghargai dan menghormati eksistensi manusia
tumbuh dengan baik. Pada gilirannya nanti, jika rasa saling menghormati dengan
cinta dan kasih sayang ini menebar ke seluruh dunia, perdamaian pun mudah
sekali tercipta dan segala persengketaan pun mudah sekali diselesaikan.
Hal yang sangat penting dipahami adalah perilaku itu
masuk ke dalam catatan Allah swt dan akan menjadi nilai baik kita saat kita
dalam pengadilan akhirat nanti.
“Sungguh, Allah
memperhitungkan segala sesuatu.”
Khusus bagi orang
Indonesia, membalas rasa hormat dengan cara lebih baik ataupun dengan cara yang
sama, secara langsung sudah melaksanakan sila kedua dari Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sikap
membalas rasa hormat itu adalah ciri-ciri manusia yang beradab. Di samping itu,
sekaligus pula telah melaksanakan sila ketiga dari Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Sikap saling
menghormati dengan cara-cara yang baik, bahkan lebih baik lagi akan secara
langsung memperkuat jalinan rasa kemanusiaan, kesetiakawanan, dan persaudaraan
di antara sesama warga bangsa. Dengan demikian, Indonesia semakin kuat, semakin
utuh, dan jauh dari konflik dan perpecahan yang sama sekali tidak diperlukan.
Insyaallah.
Sampurasun.