oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sangatlah menyenangkan dan
mengharukan melihat masyarakat memberikan bunga, minuman dan makanan sehat,
semangat, sikap ramah, bahkan mengelu-elukan para dokter dan perawat yang
menangani virus corona. Masyarakat menunggu mereka keluar dari rumahnya atau
pulang dari tempat tugasnya hanya untuk memberikan segala hal yang dapat
menumbuhkan semangat para dokter dan perawat itu. Masyarakat pun menerima
dengan hati gembira para tenaga medis yang dikarantina untuk memastikan
kesehatannya. Bahkan, bukan hanya dokter dan perawat yang diberikan apresiasi
atau penghargaan, melainkan pula sopir ambulans, cleaning service, dan penggali
kubur.
Itulah masyarakat yang tercerahkan, cerdas otaknya,
cerdas hatinya, dan cerdas pula tindakannya. Mereka punya banyak cinta di dalam
hatinya. Masyarakat seperti inilah yang bertindak sebagaimana yang disampaikan
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahwa dalam menangani korban Covid-19 haruslah
“ilmu yang dijadikan panduan untuk
bertindak”.
Ilmu yang harus dijadikan standar bukan hoax atau provokasi
dari informasi-informasi Medsos yang kalang kabut dan tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Hoax dan provokasi Medsos hanya membuat kita bodoh dan
berhati kasar, jauh dari cinta.
Hal seperti ini pernah saya alami ketika masih menjadi
Asisten Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) membantu Prof.
Mohamad Surya (Alm.). Sering tiba-tiba ada yang mengajak salaman ketika saya
makan di restoran, padahal tidak kenal; sering pula ada yang memberikan madu,
keripik, sayuran, membelikan kopi, membayarin saya makan, menghadiahi makanan
ringan atau cemilan, tiba-tiba memberikan senyuman dengan hormat, dan lain
sebagainya. Perasaan yang ada dalam diri saya sangat tidak bisa dilukiskan
dengan kata-kata, tetapi yang jelas ada cinta dan rasa hormat di sana.
Meskipun saya tidak mengenal mereka, saya langsung tahu
bahwa mereka itu adalah guru atau keluarga guru. Padahal, saya tidak berjasa
apa pun terhadap mereka. Saya hanya asisten atau pembantu. Mereka berterima
kasih atas perjuangan Prof. Surya yang telah bersusah payah mencairkan dana
sertifikasi bagi para guru dan dosen di seluruh Indonesia. Prof. Surya itu
berjuang melewati empat presiden, yaitu sejak Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati,
dan baru berhasil cair di era Susilo Bambang Yudhoyono.
Dana sertifikasi itu berlanjut hingga hari ini. Sementara itu, Prof. Surya sendiri tidak
kebagian dana sertifikasi itu. Saya apalagi tidak kebagian karena saya saat itu
bukan guru dan bukan dosen. Baru setelah berhenti bekerja di gedung dewan
perwakilan rakyat itu, saya ikut mengajar sebagai guru ataupun dosen.
Sungguh, rasa terima kasih dan penghormatan masyarakat
itu menimbulkan rasa haru dan semangat yang luar biasa. Saya sendiri menjadi
seperti keluarga mereka. Saya kira mungkin mirip-mirip perasaan yang ada di
dalam diri para dokter, perawat, sopir ambulans, penggali kubur, dan mereka
yang menangani pasien virus corona dengan perasaan yang ada dalam diri saya
saat itu. Saat ini mereka membutuhkan semangat, dorongan, dan dukungan masyarakat, bukan fitnah, hoax,
penolakan, atau informasi-informasi menyesatkan yang menyudutkan mereka.
Kita semua membutuhkan cinta, rasa hormat, dan
kebersamaan. Oleh sebab itu, mereka yang kasar, tidak memiliki rasa hormat, dan
pemecah belah adalah musuh dan sampah masyarakat.
Hal yang juga membanggakan adalah mahasiswa-mahasiswa
saya di Universitas Al-Ghifari pun melakukan banyak aksi positif, misalnya,
memberikan pelayanan cek kesehatan gratis, menyosialisasikan perlindungan diri
dari virus corona, dan menampung sumbangan dana dari masyarakat untuk digunakan
membantu para petugas kesehatan. Saya sering melihat status-status mereka di
berbagai media sosial. Itu jauh lebih baik daripada menyebarkan berita yang
tidak karu-karuan.
Yuk, mari saling menghormati, mencintai, saling peduli,
dan saling mengingatkan agar kita menjadi harmonis dan terlindungi dari segala
macam keburukan. Semua masalah bisa diselesaikan baik-baik jika kita memilih
dengan cara yang baik. Sebaliknya, kita bisa menyelesaikan dengan cara yang
buruk jika kita ingin menggunakan cara yang buruk. Jika memilih baik-baik, kita
akan baik-baik saja. Jika memilih buruk, ada penjara yang menunggu.
Yuk, berbuat baik dengan disiplin menuntut ilmu di
Universitas Al-Ghifari. Klik http://pmb.unfari.ac.id
Sampurasun
No comments:
Post a Comment