Thursday 16 April 2020

Harunya Cinta

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sangatlah menyenangkan dan mengharukan melihat masyarakat memberikan bunga, minuman dan makanan sehat, semangat, sikap ramah, bahkan mengelu-elukan para dokter dan perawat yang menangani virus corona. Masyarakat menunggu mereka keluar dari rumahnya atau pulang dari tempat tugasnya hanya untuk memberikan segala hal yang dapat menumbuhkan semangat para dokter dan perawat itu. Masyarakat pun menerima dengan hati gembira para tenaga medis yang dikarantina untuk memastikan kesehatannya. Bahkan, bukan hanya dokter dan perawat yang diberikan apresiasi atau penghargaan, melainkan pula sopir ambulans, cleaning service, dan penggali kubur.

            Itulah masyarakat yang tercerahkan, cerdas otaknya, cerdas hatinya, dan cerdas pula tindakannya. Mereka punya banyak cinta di dalam hatinya. Masyarakat seperti inilah yang bertindak sebagaimana yang disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahwa dalam menangani korban Covid-19 haruslah “ilmu yang dijadikan panduan untuk bertindak”.

            Ilmu yang harus dijadikan standar bukan hoax atau provokasi dari informasi-informasi Medsos yang kalang kabut dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hoax dan provokasi Medsos hanya membuat kita bodoh dan berhati kasar, jauh dari cinta.

            Hal seperti ini pernah saya alami ketika masih menjadi Asisten Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) membantu Prof. Mohamad Surya (Alm.). Sering tiba-tiba ada yang mengajak salaman ketika saya makan di restoran, padahal tidak kenal; sering pula ada yang memberikan madu, keripik, sayuran, membelikan kopi, membayarin saya makan, menghadiahi makanan ringan atau cemilan, tiba-tiba memberikan senyuman dengan hormat, dan lain sebagainya. Perasaan yang ada dalam diri saya sangat tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, tetapi yang jelas ada cinta dan rasa hormat di sana.



            Meskipun saya tidak mengenal mereka, saya langsung tahu bahwa mereka itu adalah guru atau keluarga guru. Padahal, saya tidak berjasa apa pun terhadap mereka. Saya hanya asisten atau pembantu. Mereka berterima kasih atas perjuangan Prof. Surya yang telah bersusah payah mencairkan dana sertifikasi bagi para guru dan dosen di seluruh Indonesia. Prof. Surya itu berjuang melewati empat presiden, yaitu sejak Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, dan baru berhasil cair di era Susilo Bambang Yudhoyono.

            Dana sertifikasi itu berlanjut hingga hari  ini. Sementara itu, Prof. Surya sendiri tidak kebagian dana sertifikasi itu. Saya apalagi tidak kebagian karena saya saat itu bukan guru dan bukan dosen. Baru setelah berhenti bekerja di gedung dewan perwakilan rakyat itu, saya ikut mengajar sebagai guru ataupun dosen.

            Sungguh, rasa terima kasih dan penghormatan masyarakat itu menimbulkan rasa haru dan semangat yang luar biasa. Saya sendiri menjadi seperti keluarga mereka. Saya kira mungkin mirip-mirip perasaan yang ada di dalam diri para dokter, perawat, sopir ambulans, penggali kubur, dan mereka yang menangani pasien virus corona dengan perasaan yang ada dalam diri saya saat itu. Saat ini mereka membutuhkan semangat, dorongan, dan  dukungan masyarakat, bukan fitnah, hoax, penolakan, atau informasi-informasi menyesatkan yang menyudutkan mereka.

            Kita semua membutuhkan cinta, rasa hormat, dan kebersamaan. Oleh sebab itu, mereka yang kasar, tidak memiliki rasa hormat, dan pemecah belah adalah musuh dan sampah masyarakat.

            Hal yang juga membanggakan adalah mahasiswa-mahasiswa saya di Universitas Al-Ghifari pun melakukan banyak aksi positif, misalnya, memberikan pelayanan cek kesehatan gratis, menyosialisasikan perlindungan diri dari virus corona, dan menampung sumbangan dana dari masyarakat untuk digunakan membantu para petugas kesehatan. Saya sering melihat status-status mereka di berbagai media sosial. Itu jauh lebih baik daripada menyebarkan berita yang tidak karu-karuan.

            Yuk, mari saling menghormati, mencintai, saling peduli, dan saling mengingatkan agar kita menjadi harmonis dan terlindungi dari segala macam keburukan. Semua masalah bisa diselesaikan baik-baik jika kita memilih dengan cara yang baik. Sebaliknya, kita bisa menyelesaikan dengan cara yang buruk jika kita ingin menggunakan cara yang buruk. Jika memilih baik-baik, kita akan baik-baik saja. Jika memilih buruk, ada penjara yang menunggu.

            Yuk, berbuat baik dengan disiplin menuntut ilmu di Universitas Al-Ghifari. Klik http://pmb.unfari.ac.id











            Sampurasun  

No comments:

Post a Comment