oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sungguh sangat menyedihkan
kita menyaksikan jenazah-jenazah korban virus corona/Covid-19. Mereka banyak
yang ditolak oleh warga untuk dimakamkan di wilayahnya. Hal yang membuat lebih
sedih sekaligus mengesalkan adalah para tenaga kesehatan yang telah berjasa
memberikan pengobatan dan perawatan terhadap pasien virus corona yang kemudian
tertular dan meninggal pun ditolak.
Lalu, mau dimakamkan di mana mereka?
Mungkin orang-orang itu hanya bisa bilang, “Terserah di
mana saja, asal bukan di tempat kami!”
Itu jawaban manusia egois, tidak berperasaan, tidak
berpengetahuan, tidak terdidik hatinya, dan tidak cerdas memberikan solusi. Mereka
tahunya hanya protes sambil tidak punya jalan keluar yang baik.
Saya melihatnya ada dua penyebab besar di balik aksi-aksi
penolakan jenazah ini. Penyebab itu adalah “hoax”
dan “kurangnya koordinasi dari
pemerintah”.
Pertama, hoax
jelas merusakkan banyak hal. Banyak sekali hoax yang bertebaran tentang virus
corona di Medsos. Hal itu membuat orang-orang panik luar biasa hingga
mempercayai saja informasi yang beredar tanpa dicek kebenarannya. Sampai-sampai
serangga kecil disebut bentuk virus corona saja dipercaya.
Iya kan?
Demikian pula tentang penyebaran virus corona dari jenazah
pun dibuat narasi yang luar biasa dan tidak masuk akal sehingga menakutkan dan
menyesatkan.
Bolehlah kalau para dokter dan para ahli berbeda
pendapat, tetapi jangan di Medsos!
Perbedaan pendapat ilmiah itu harus di ruang sidang khusus.
Buat makalah hasil penelitian, lalu diuji dan diperdebatkan oleh sesama ahli sehingga
ilmunya sah teruji serta dapat dipertanggungjawabkan. Kalau di Medsos, lalu
dibaca orang-orang bodoh dan tolol soal kedokteran seperti saya ini, bisa
menyesatkan dan mengacaukan.
Hoax itu benar-benar mengacaukan dan pelakunya berdosa
besar. Hoax itu bohong, sebagian orang mengatakan bahwa bohong itu dosa kecil.
Iya kalau berbohongnya sama satu orang, misalnya, sama tukang bala-bala. Itu
kecil karena yang ruginya sedikit hanya tukang bala-bala dan keluarganya. Akan
tetapi, kalau berbohongnya kepada orang banyak, seluruh rakyat Indonesia,
bahkan dunia, itu dosa teramat besar karena kerusakan yang ditimbulkannya
sangat besar.
Kedua, pemerintah
pun memiliki andil dalam aksi-aksi penolakan jenazah ini. Hal itu disebabkan
pemerintah kurang melakukan koordinasi, sosialisasi, dan pencerahan terhadap
masyarakat soal jenazah, penularan virus, dan proses pemakamannya. Dari
berbagai berita di televisi, masyarakat tiba-tiba dikejutkan oleh adanya
ambulans dan pemberitahuan mendadak soal pemakaman korban virus di wilayahnya.
Tentu saja itu membuat reaksi mendadak pula dari masyarakat.
Pemerintah itu memiliki organisasi yang terstruktur dari
pusat sampai daerah, memiliki ribuan ahli dan dokter yang berada di bawah
menteri kesehatan, memiliki pula kewenangan dan sarana komunikasi dari pusat
hingga daerah. Seharusnya itu digunakan untuk memberikan sosialisasi,
koordinasi, dan pencerahan sehingga terjadi kesepahaman antara pemerintah dan
masyarakat. Memang pemerintah harus lebih ekstra bekerja untuk berkomunikasi
dengan masyarakat, apalagi jika berhadapan dengan orang-orang yang sudah
digelapkan matanya oleh hoax sehingga kebenaran pun akan mereka tolak karena
lebih percaya pada hoax, gemar hoax. Itu tantangan tersendiri bagi pemerintah
dan jajarannya.
Kekuatan
Jahat Syetan Hoax
Pemerintah ternyata cepat
belajar dari kesalahannya yang terdahulu. Akhir-akhir ini pemerintah melakukan
banyak upaya koordinasi dan komunikasi dengan masyarakat jika ada jenazah
korban Covid-19 yang akan dimakamkan. Upayanya banyak menunjukkan keberhasilan,
tetapi masih ada pula warga yang tetap menolak, padahal jenazah itu adalah
perawat kesehatan dan masih warga setempat sendiri. Bahkan, jenazahnya sudah
diurus dengan baik sesuai prosedur yang berlaku di dunia kesehatan. Setidaknya,
itu yang saya perhatikan dari berbagai berita.
Hoax itu benar-benar hasil karya syetan jahat.
Pemerintah sudah mulai belajar dari kesalahannya meskipun
masih ada kekurangannya dan harus terus belajar menyempurnakan upayanya. Akan
tetapi, para penggemar hoax tidak berhenti hingga ditangkap polisi atau mati
dalam keadaan berdosa karena telah menyebarkan “penipuan dan kebohongan” kepada orang banyak.
Kalau sudah ditangkap, biasanya mereka mengaku “khilaf” dan sadar atas kesalahannya,
lalu meminta maaf kepada masyarakat. Masih untung mereka bisa bertaubat di
dalam penjara. Kalau tidak sempat taubat, keburu mati, bencana besar tanpa
henti sudah pasti dideritanya secara abadi jika Allah swt tidak mengampuninya.
Meskipun pada beberapa wilayah memang ada penolakan, masih
ada juga warga yang sangat terbuka tangan dan hatinya menerima jenazah korban
virus corona yang ditolak di wilayah lain untuk dimakamkan di wilayahnya.
Bersyukurlah masih banyak orang yang baik hatinya, tercerdaskan pikirannya, dan
berhati-hati dalam tindakannya.
Semoga Allah swt selalu melindungi orang-orang baik yang
bertindak dengan pikiran benar. Semoga Allah swt pun membuka pikiran
orang-orang yang masih tertutup hatinya dan masih tertipu, bahkan menyebarkan
hoax. Semoga Allah swt memberikan kita kekuatan dan perlindungan dalam masa
wabah ini sehingga kita terselamatkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment