Thursday 9 April 2020

Sistem Ekonomi Dunia Modern


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Pada dasarnya di dunia ini sampai hari ini ada tiga arus pemikiran utama ekonomi, yaitu merkantilisme/nasionalisme, liberalisme/kapitalisme, dan marxisme/strukturalisme. Pemikiran-pemikiran ekonomi dunia saat ini pun banyak dipengaruhi oleh ketiga pemikiran ekonomi arus utama tersebut.

            Sistem ekonomi dunia modern dalam bahasa Inggris disebut modern world system (MWS). Pemikiran ini mendapatkan inspirasi dari  aliran marxisme. Adapun teori dual economy dalam tulisan yang lalu, banyak dipengaruhi oleh aliran liberalisme.

            Dalam buku Ekonomi Politik Internasional: Suatu Pengantar yang disusun Umar Suryadi Bakry, Cetakan I, Januari 2019, yang diterbitkan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, salah seorang tokoh penting aliran MWS adalah Immanuel Wallerstein. Dua karyanya yang penting dalam teori MWS terbit pada tahun 1970-an. Karyanya itu berjudul  The Rise and Future Demise of the World Capitalist System: Concepts for Comparative Analysis (1974) dan The Modern World System: Capitalist Agriculture and the Origins of the European World-Economy in Sixteenth Century (1976).

            Menurut Wallerstein, negara modern adalah bagian dari sistem dunia kapitalisme. Dalam pandangannya, di dunia ini hanya ada tiga sistem, yaitu mini system, kerajaan dunia (world empires), dan ekonomi dunia. Mini System adalah masyarakat homogen yang hidupnya dari berburu, meramu, dan menggembala.

            Mini system dapat dikatakan sebagai sistem ekonomi tradisional. Ciri-ciri sistem ekonomi tradisional adalah teknik produksi dipelajari secara turun-temurun dan bersifat sederhana; hanya sedikit menggunakan modal; pertukaran dilakukan dengan sistem barter (barang dengan barang); belum mengenal pembagian kerja; masih terikat dengan tradisi; tanah merupakan tumpuan kegiatan produksi dan sumber kemakmuran.

            Kelebihan dari sistem ekonomi tradisional adalah mendorong  hubungan kerja sama dan kerukunan sehingga terdapat keselarasan antarindividu; barang dihasilkan untuk kelangsungan hidup masyarakatnya sehingga mengurangi pemborosan; adat istiadat dan tradisi relatif terjaga; alam relatif  terjaga karena masyarakatnya cenderung  menjaga kelestarian alamnya.

            Adapun kekurangan sistem ekonomi tradisional adalah lebih rentan karena bergantung pada kondisi alam; standar hidup masyarakatnya relatif rendah; teknologi yang digunakan sederhana dan tradisional; cenderung menolak perubahan sehingga masyarakat kurang berkembang.

            Sistem ekonomi yang kedua menurut Wallerstein adalah sistem kerajaan dunia (world empires). Dalam sistem ini wilayah pusat yang telah maju melakukan ekstraksi barang dan jasa yang berasal dari daerah pinggiran. Sebagian dari keuntungan dari ekstraksi ini digunakan untuk membayar para administrator dan militer agar kekuasaan tetap berlanjut dan sisanya digunakan para penguasa politik dalam kerajaan.

            Sistem yang ketiga adalah modern world system (MWS). Sistem ini tidak mendasarkan dirinya pada sistem politik tertentu dan tidak menggantungkan dirinya pada kekuatan militer. Sistem ini lebih melihat adanya perjuangan yang tiada henti antara para kapitalis dengan negara-negara pinggiran.

            Dalam teori dependensia, dunia ini terbagi ke dalam negara-negara pusat (core area) dan negara pinggiran (periphery area). Negara-negara core adalah negara-negara kapitalis yang sangat diuntungkan karena mengambil bahan mentah termasuk tenaga kerja murah dari negara pinggiran. Keuntungan yang didapat para kapitalis semakin memperkuat posisi mereka di dunia, baik secara ekonomi, politik, maupun militer. Adapun negara periphery menjadi semakin lemah dalam segala bidang. Mereka memiliki ketergantungan yang tinggi soal modal dari negara core. Di samping memiliki ketergantungan modal pada negara inti atau maju, negara pinggiran pun kerap tidak memiliki kekuasaan yang mutlak di negaranya sendiri. Mereka tak jarang menjadi tunduk pada negara maju dan kuat. Para penguasa politik di negara pinggiran tak jarang disebut sebagai pemimpin boneka negara-negara maju. Karena banyaknya hutang, bantuan, atau rendahnya teknologi, negara pinggiran kerap mudah ditekuk lehernya oleh negara maju.

            Perdagangan yang tidak adil antara negara core dan periphery membuat negara kapitalis sangat berkuasa dan negara pinggiran semakin lemah. Bahkan, banyak berbagai peraturan dan perundang-undangan yang disusun di negara pinggiran merupakan “pesanan” atau “tekanan” negara inti/pusat/maju yang jelas menguntungkan negara-negara kapitalis.

            Dalam pandangan Wallerstein, terlalu sederhana jika dunia hanya terbagi pada dua kutub, core dan periphery. Menurutnya, dunia lebih komplek dan tidak hanya ada dua kutub. Apabila dipaksakan hanya ada dua kutub, dunia akan mudah terdisintegrasi. Sistem dunia mudah terpecah menjadi dua kutub dan hal itu sangat berbahaya. Hal itu disebabkan hanya ada sedikit negara yang maju dan banyak negara pinggiran. Sedikit negara yang berstatus tinggi akan berhadapan dengan banyak negara yang berstatus rendah. Polarisasi itu sangat membahayakan.

            Sesungguhnya, negara-negara di dunia tidak hanya terdiri dari dua kutub, melainkan tiga kutub. Hal itu disebabkan ada negara-negara yang tidak termasuk core dan tidak pula termasuk periphery atau tidak masuk menjadi negara maju dan tidak pula menjadi negara pinggiran. Ada banyak negara yang berada di antara keduanya. Negara-negara ini disebut oleh Wallerstein sebagai negara semi periphery. Bisa kita sebut saja sebagai negara pertengahan karena berada di tengah antara negara maju dan negara pinggiran.

            Posisi negara pertengahan ini dapat menjaga sistem ekonomi dan politik dunia karena dunia tidak terpolarisasi secara tajam menjadi dua kutub. Bagi para kapitalis di negara maju, negara pertengahan ini bisa menjadi tempat memindahkan modal karena di negara maju sudah tidak lagi efisien. Mereka memindahkan modalnya ke negara pertengahan karena negara-negara ini sedang dalam keadaan tumbuh ekonominya. Di samping itu, secara politik negara pertengahan memiliki daya tawar yang berbeda dibandingkan negara pinggiran terhadap negara maju. Hal ini mengakibatkan negara maju menjadi tidak terlalu berkuasa. Bagi negara pinggiran, negara pertengahan ini pun berguna dalam hal perdagangan, alih teknologi, dan kerja sama bisnis lainnya. Di samping itu, berhubungan dengan negara pertengahan mungkin agak bisa lebih lunak dibandingkan dengan negara maju secara langsung.

            Dalam pandangan Edward Friedman dan William Thompson, posisi core, semiperiphery, dan periphery tidaklah bersifat statis, permanen, atau selamanya. Dari ketiganya masih terbuka kemungkinan bahwa semiperiphery bisa berubah menjadi core atau periphery. Demikian pula negara pinggiran bisa menjadi negara pertengahan, bahkan negara maju. Tidak pula menutup kemungkinan bahwa negara-negara core bisa jatuh menjadi semiperiphery, bahkan periphery. Meskipun demikian, kekayaan yang tinggi dari negara core dapat mencegah mereka jatuh ke menjadi semiperiphery, bahkan periphery.

            Dalam pandangan saya sendiri sebagai penulis, segala kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin semiperiphery dan periphery bisa menjadi negara maju jika ada keinginan yang kuat dan usaha yang kuat pula untuk berubah menjadi lebih baik dan terus lebih baik. Sebaliknya, negara core bisa menjadi jatuh miskin jika sesuatu hal yang membuatnya miskin terjadi di negara mereka, misalnya, bencana besar, perang yang tidak berhenti, pemberontakan dan separatisme, wabah penyakit, dan kebijakan yang diambil negara semiperiphery dan periphery yang mengguncangkan atau merugikan negara-negara core.

            Sampurasun.


Sumber:

Bakry, Umar Suryadi, 2019, Ekonomi Politik Internasional: Suatu Pengantar, Cetakan I, Januari 2019, Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2014, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga:  Jakarta

Rais, M. Amien, 2008, Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia, PPSK Press: Yogyakarta

S., Alam, 2014, Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XII Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

S., Alam, 2016, Ekonomi: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Finaldin, Tom, 2016, Sistem Dinamika Sosial Politik (I), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al Ghifari, Bandung

No comments:

Post a Comment