oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pada dasarnya di dunia ini
sampai hari ini ada tiga arus pemikiran utama ekonomi, yaitu merkantilisme/nasionalisme, liberalisme/kapitalisme,
dan marxisme/strukturalisme. Pemikiran-pemikiran
ekonomi dunia saat ini pun banyak dipengaruhi oleh ketiga pemikiran ekonomi
arus utama tersebut.
Sistem ekonomi dunia modern dalam bahasa Inggris disebut modern world system (MWS). Pemikiran ini
mendapatkan inspirasi dari aliran marxisme.
Adapun teori dual economy dalam
tulisan yang lalu, banyak dipengaruhi
oleh aliran liberalisme.
Dalam buku Ekonomi
Politik Internasional: Suatu Pengantar yang disusun Umar Suryadi Bakry, Cetakan I, Januari 2019, yang diterbitkan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, salah
seorang tokoh penting aliran MWS adalah Immanuel
Wallerstein. Dua karyanya yang penting dalam teori MWS terbit pada tahun
1970-an. Karyanya itu berjudul The Rise and Future Demise of the World
Capitalist System: Concepts for Comparative Analysis (1974) dan The Modern World System: Capitalist
Agriculture and the Origins of the European World-Economy in Sixteenth Century (1976).
Menurut Wallerstein, negara modern adalah bagian dari
sistem dunia kapitalisme. Dalam pandangannya, di dunia ini hanya ada tiga
sistem, yaitu mini system, kerajaan
dunia (world empires), dan ekonomi
dunia. Mini System adalah masyarakat homogen yang hidupnya dari berburu,
meramu, dan menggembala.
Mini system dapat dikatakan sebagai sistem ekonomi tradisional. Ciri-ciri sistem ekonomi tradisional
adalah teknik produksi dipelajari secara turun-temurun dan bersifat sederhana;
hanya sedikit menggunakan modal; pertukaran dilakukan dengan sistem barter
(barang dengan barang); belum mengenal pembagian kerja; masih terikat dengan
tradisi; tanah merupakan tumpuan kegiatan produksi dan sumber kemakmuran.
Kelebihan dari sistem ekonomi tradisional adalah
mendorong hubungan kerja sama dan
kerukunan sehingga terdapat keselarasan antarindividu; barang dihasilkan untuk
kelangsungan hidup masyarakatnya sehingga mengurangi pemborosan; adat istiadat
dan tradisi relatif terjaga; alam relatif
terjaga karena masyarakatnya cenderung
menjaga kelestarian alamnya.
Adapun kekurangan sistem ekonomi tradisional adalah lebih
rentan karena bergantung pada kondisi alam; standar hidup masyarakatnya relatif
rendah; teknologi yang digunakan sederhana dan tradisional; cenderung menolak
perubahan sehingga masyarakat kurang berkembang.
Sistem ekonomi yang kedua menurut Wallerstein adalah
sistem kerajaan dunia (world empires). Dalam
sistem ini wilayah pusat yang telah maju melakukan ekstraksi barang dan jasa
yang berasal dari daerah pinggiran. Sebagian dari keuntungan dari ekstraksi ini
digunakan untuk membayar para administrator dan militer agar kekuasaan tetap
berlanjut dan sisanya digunakan para penguasa politik dalam kerajaan.
Sistem yang ketiga adalah modern world system (MWS). Sistem ini tidak mendasarkan dirinya
pada sistem politik tertentu dan tidak menggantungkan dirinya pada kekuatan
militer. Sistem ini lebih melihat adanya perjuangan yang tiada henti antara
para kapitalis dengan negara-negara pinggiran.
Dalam teori dependensia, dunia ini terbagi ke dalam
negara-negara pusat (core area) dan negara
pinggiran (periphery area). Negara-negara
core adalah negara-negara kapitalis
yang sangat diuntungkan karena mengambil bahan mentah termasuk tenaga kerja
murah dari negara pinggiran. Keuntungan yang didapat para kapitalis semakin
memperkuat posisi mereka di dunia, baik secara ekonomi, politik, maupun
militer. Adapun negara periphery
menjadi semakin lemah dalam segala bidang. Mereka memiliki ketergantungan yang
tinggi soal modal dari negara core. Di
samping memiliki ketergantungan modal pada negara inti atau maju, negara
pinggiran pun kerap tidak memiliki kekuasaan yang mutlak di negaranya sendiri.
Mereka tak jarang menjadi tunduk pada negara maju dan kuat. Para penguasa
politik di negara pinggiran tak jarang disebut sebagai pemimpin boneka negara-negara maju. Karena banyaknya hutang,
bantuan, atau rendahnya teknologi, negara pinggiran kerap mudah ditekuk
lehernya oleh negara maju.
Perdagangan yang tidak adil antara negara core dan periphery membuat negara kapitalis sangat berkuasa dan negara
pinggiran semakin lemah. Bahkan, banyak berbagai peraturan dan
perundang-undangan yang disusun di negara pinggiran merupakan “pesanan” atau
“tekanan” negara inti/pusat/maju yang jelas menguntungkan negara-negara
kapitalis.
Dalam pandangan Wallerstein, terlalu sederhana jika dunia
hanya terbagi pada dua kutub, core dan
periphery. Menurutnya, dunia lebih
komplek dan tidak hanya ada dua kutub. Apabila dipaksakan hanya ada dua kutub,
dunia akan mudah terdisintegrasi. Sistem dunia mudah terpecah menjadi dua kutub
dan hal itu sangat berbahaya. Hal itu disebabkan hanya ada sedikit negara yang
maju dan banyak negara pinggiran. Sedikit negara yang berstatus tinggi akan
berhadapan dengan banyak negara yang berstatus rendah. Polarisasi itu sangat
membahayakan.
Sesungguhnya, negara-negara di dunia tidak hanya terdiri
dari dua kutub, melainkan tiga kutub. Hal itu disebabkan ada negara-negara yang
tidak termasuk core dan tidak pula
termasuk periphery atau tidak masuk
menjadi negara maju dan tidak pula menjadi negara pinggiran. Ada banyak negara
yang berada di antara keduanya. Negara-negara ini disebut oleh Wallerstein
sebagai negara semi periphery. Bisa
kita sebut saja sebagai negara pertengahan karena berada di tengah antara
negara maju dan negara pinggiran.
Posisi negara pertengahan ini dapat menjaga sistem
ekonomi dan politik dunia karena dunia tidak terpolarisasi secara tajam menjadi
dua kutub. Bagi para kapitalis di negara maju, negara pertengahan ini bisa
menjadi tempat memindahkan modal karena di negara maju sudah tidak lagi
efisien. Mereka memindahkan modalnya ke negara pertengahan karena negara-negara
ini sedang dalam keadaan tumbuh ekonominya. Di samping itu, secara politik
negara pertengahan memiliki daya tawar yang berbeda dibandingkan negara
pinggiran terhadap negara maju. Hal ini mengakibatkan negara maju menjadi tidak
terlalu berkuasa. Bagi negara pinggiran, negara pertengahan ini pun berguna
dalam hal perdagangan, alih teknologi, dan kerja sama bisnis lainnya. Di
samping itu, berhubungan dengan negara pertengahan mungkin agak bisa lebih
lunak dibandingkan dengan negara maju secara langsung.
Dalam pandangan Edward
Friedman dan William Thompson, posisi
core, semiperiphery, dan periphery tidaklah bersifat statis,
permanen, atau selamanya. Dari ketiganya masih terbuka kemungkinan bahwa semiperiphery bisa berubah menjadi core atau periphery. Demikian pula negara pinggiran bisa menjadi negara
pertengahan, bahkan negara maju. Tidak pula menutup kemungkinan bahwa
negara-negara core bisa jatuh menjadi
semiperiphery, bahkan periphery. Meskipun demikian, kekayaan
yang tinggi dari negara core dapat
mencegah mereka jatuh ke menjadi semiperiphery,
bahkan periphery.
Dalam pandangan saya sendiri sebagai penulis, segala
kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin semiperiphery dan periphery bisa menjadi negara maju jika ada keinginan yang kuat dan
usaha yang kuat pula untuk berubah menjadi lebih baik dan terus lebih baik.
Sebaliknya, negara core bisa menjadi
jatuh miskin jika sesuatu hal yang membuatnya miskin terjadi di negara mereka,
misalnya, bencana besar, perang yang tidak berhenti, pemberontakan dan
separatisme, wabah penyakit, dan kebijakan yang diambil negara semiperiphery dan periphery yang mengguncangkan atau merugikan negara-negara core.
Sampurasun.
Sumber:
Bakry,
Umar Suryadi, 2019, Ekonomi Politik
Internasional: Suatu Pengantar, Cetakan I, Januari 2019, Pustaka Pelajar:
Yogyakarta
Maryati,
Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum
2013, Penerbit Erlangga: Jakarta
Maryati,
Kun; Suryawati, Juju, 2014, Sosiologi untuk
SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta
Rais,
M. Amien, 2008, Agenda-Mendesak Bangsa:
Selamatkan Indonesia, PPSK Press: Yogyakarta
S.,
Alam, 2014, Ekonomi untuk SMA/MA Kelas
XII Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta
S.,
Alam, 2016, Ekonomi: Kelompok Peminatan
Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit
Erlangga: Jakarta
Finaldin, Tom, 2016, Sistem
Dinamika Sosial Politik (I), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Al Ghifari, Bandung
No comments:
Post a Comment