oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Banyak orang yang nggak tahan
diri, geregetan, selalu ingin menghina Jokowi, padahal enggak pernah didengar.
Bahkan, ada yang menghinanya kelewatan sampai menghina negara yang akibatnya
harus berhadapan dengan hukum dan berhadapan dengan sanksi sosial. Memang sih
Jokowi itu sudah saya bilang orangnya “cuek bebek berewek”. Dia mah “ngageboy we siga entog hare-hare”. Orang
mau fitnah atau hina dia, di dalam
kepalanya mungkin bicara “EGP, ‘emang gue
pikirin?’”.
Sikap cuek ngageboy itu bikin para penghinanya frustrasi,
kesal, stres. Orang yang suka menghina itu selalu berharap bahwa orang yang
dihinanya bereaksi melakukan balasan atau jadi down, rendah diri, mentalnya jatuh. Mereka yang menghina Jokowi
juga berharap mental Jokowi jatuh atau melakukan balasan dengan cara represif.
Sayangnya, itu tidak terjadi pada Jokowi. Dia mah ngageboy we siga entog
hare-hare. Bagi dia, hal yang sangat penting adalah terus bekerja sesuai dengan
keyakinannya.
Mereka yang sewot justru para pendukungnya, Jokower.
Merekalah yang seru-seruan menyerang balik para penghina Jokowi sampai para
penghinanya yang justru mentalnya hancur. Sekarang malah makin kencang mereka
melakukan penyerangan, semua orang yang mereka anggap pengacau dideteksi, bukan
hanya akun-akun medsosnya yang mereka lacak, melainkan pula foto dirinya, sampai
alamat rumahnya, dan kehidupan pribadinya pun mereka serang dan sebar di
internet. Jadi, ketika penghinanya bermasalah dengan hukum, kepolisian tinggal
menciduknya. Hati-hati Bro berurusan dengan mereka.
Hal ini terjadi baru-baru ini terhadap seorang penghina
Jokowi. Ketika berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2021,
Jokowi menggunakan pakaian adat Suku Baduy. Saya sebagai orang Sunda merasa
senang Jokowi menggunakan pakaian itu karena mengangkat martabat Suku Baduy ke
tingkat yang sangat tinggi. Jokowi pun mengungkapkan alasan penggunaan pakaian
itu. Di samping dia senang karena pakaiannya sederhana, simpel, dan nyaman,
juga sangat menghormati adat, nilai, budaya, dan berbagai keluhuran budi
pekerti Suku Baduy. Dengan demikian, akan lebih banyak orang yang belajar
tentang keluhuran Suku Baduy. Akan tetapi, ternyata orang yang sudah di otaknya
penuh kebencian dan di hatinya penuh kedengkian, menghinanya.
|
Foto: CNN Indonesia |
|
Foto: Indoposco.id |
Saya dapat berita ini dari “chanel youtube Miftah’s TV”, nih alamatnya https://www.youtube.com/watch?v=alFcsQDZjGc
kalau mau lihat langsung sendiri mah.
Penghinanya menggunakan nama akun @pawletariat. Bunyi
hinaannya seperti ini:
“Azzzsksksks Jokowi make baju adat Baduy
cocok bgt, tinggal bawa madu + jongkok di perempatan”
Dia mencuitkan hinaannya itu pada 8 : 40 AM 16 Agustus
2021.
Coba perhatikan, bagaimana bisa itu disebut sebagai
kritikan?
Apa yang dia kritik?
Kebijakan yang mana?
Aturan dan eksekusi yang mana?
Kalimat dia mah cuma sampah.
Sudah saya bilang, Jokowi itu cuek saja, tidak bereaksi
apa pun. Akan tetapi, yang dadanya bergemuruh kan pendukung Jokowi dan para
pecinta Suku Baduy. Kalimat hinaan itu mengandung hinaan kepada Jokowi sekaligus
hinaan pada Suku Baduy.
Dari kalimatnya kan jelas pakaian seperti itu seolah-olah
pakaian pedagang madu di perempatan jalan.
Kalaupun memang Suku Baduy suka berjalan kaki puluhan
kilometer untuk berdagang madu, apa salahnya?
Mereka melakukan hal yang benar, tidak korupsi, tidak
menghina orang, tidak melakukan penipuan. Berdagang madu itu bukan pekerjaan
hina.
|
Foto: Kompasiana.com |
Pakaian yang digunakan Jokowi itu khusus memang dibuat
untuk Jokowi dari bahan alam asli yang dilarang dijahit dengan menggunakan
mesin. Pembuatnya juga langsung tokoh terkemuka Baduy, Tetua Adat Masyarakat
Suku Baduy Jaro Saija. Bagi yang tahu bagaimana ketekunan dan daya
spiritualitas Suku Baduy, apalagi tetuanya, akan sangat paham ketinggian nilai pakaian
itu.
Sudah saya bilang, pendukung Jokowi itu makin kencang serangannya.
Pemilik akun yang menghina itu dicari nama asli dan identitasnya. Seorang yang
bernama Akhmad Sahal yang memiliki akun @sahal_AS melacaknya. Hasilnya,
ternyata nama asli penghina itu adalah Mohammad Bernie yang bekerja sebagai
wartawan Tirto.id. Orang makin mudah mengenalinya.
Akibatnya, dia mendapat bulian yang sangat gencar dari
mana-mana. Bahkan, ada yang mewanti-wanti dengan ancaman teluh atau santet,
Mohammad Bernie bisa muntah darah atau mungkin bakal diisi paku di kepalanya.
Ngeri ya?
Ini persoalannya bukan dengan Jokowi, tetapi dengan Suku
Baduy. Kalau soal kebencian kepada Jokowi sebagai presiden, terserahlah, itu
jadi urusan perdata dengan Jokowi yang cuek itu, tetapi bermasalah dengan Suku Baduy,
itu soal lain lagi yang harus dihadapi.
Meskipun demikian, saya yakin orang-orang Baduy itu orang
yang baik, tidak mungkin melukai orang lain. Mereka itu sudah hidup ribuan
tahun dengan kelapangan dada, keluasan hati, kemuliaan sikap, tetap “ngasuh ratu”, ‘membimbing para pemimpin’
dengan ajaran dan perilakunya yang luhur itu.
Masa iya akan menjatuhkan keluhuran mereka dengan
menyakiti orang lain?
Apalagi gara-gara kelakuan wartawan dengan kemampuan
kemarin sore. Tidak mungkin serendah itu warga Suku Baduy.
|
Foto: Art World – IndeksNews |
Akan tetapi, saya tidak yakin dengan orang-orang di luar
Suku Baduy yang sangat menghormati Suku Baduy. Mereka bisa saja melakukan serangan-serangan
gaib itu. Mudah-mudahan Mohammad Bernie sadar dan baik-baik saja, tidak ada
yang melakukan penyerangan. Soalnya, dia sudah menerima “hadiah besarnya”
sebagai penghina Jokowi dan Suku Baduy.
Dia sudah dibuli habis, ditakut-takuti santet atau teluh,
lalu meminta maaf atas perilakunya. Kemudian, dia menyatakan bahwa sudah berhenti
dan tidak lagi bekerja sebagai wartawan
Tirto.id. Dari pihak Tirto.id pun menegaskan bahwa Mohammad Bernie memang sudah
tidak lagi bekerja di perusahaannya dan mereka tidak bertanggungjawab atas perilaku
Bernie. Urusan Bernie adalah urusan pribadinya dan bukan urusan Tirto.id.
Dibuka identitasnya, dibuli habis, diancam teluh atau
santet, kehilangan pekerjaan, dan dibiarkan bertanggung jawab sendiri oleh
perusahaannya sudah merupakan hadiah besar bagi Bernie. Semoga hal ini menjadi
pelajaran bagi kita semua dan tidak perlu lagi terjadi terhadap siapa pun.
Sampurasun.
|
Foto: Suara.com |