oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pada awal menguasai
Afghanistan, 15 Agustus 2021, banyak janji manis dan lembut disampaikan
Taliban. Mereka berjanji akan membuat situasi lebih aman, perempuan bisa
bersekolah, para pejabat dan pegawai yang mendukung pemerintahan lama akan
diampuni, semua elemen akan diajak membangun Afghanistan bersama-sama, rakyat
tidak perlu kabur ke luar negeri karena semuanya akan dilindungi. Akan tetapi,
berita yang berkembang selanjutnya adalah Taliban banyak melakukan kekerasan
dan pelecehan terhadap perempuan. Janji manis mereka ternyata tidak sesuai di
lapangan. Berbeda antara kata dan perbuatan.
Seorang walikota perempuan pertama di Kota Maidan Shahr,
Provinsi Wardak, Afghanistan, Zarifa Ghafari, awalnya diajak para elit Taliban
untuk tetap bekerja membangun Afghanistan. Akan tetapi, dalam kenyataannya di
lapangan, Taliban mengepung rumah Zarifa dan memukuli penjaga rumahnya. Zarifa
hendak ditangkap dan mungkin dibunuh karena Taliban tidak menyukai perempuan
menjadi pemimpin.
Beruntung Zarifa Ghafari berhasil kabur ke Jerman dan
diterima dengan baik oleh Perdana Menteri Rhine-Westphalia Utara (NRW) dan
kandidat Kanselir Serikat Armin Laschet (CDU) di Düsseldorf. Meskipun
pemerintah dan rakyat Jerman sangat menerimanya dengan baik, tetapi Zarifa
tetap merindukan kebisingan, hiruk pikuk, celotehan, dan keriangan rakyat Afghanistan.
Kini semuanya menjadi tidak menentu.
Kejadian ini hanya salah satu contoh tidak nyambungnya
antara kata, janji, dan praktik yang dilakukan Taliban. Peristiwa tragis
lainnya masih banyak.
Ada dua hal yang bisa saya duga tentang hal ini, yaitu pertama, Taliban memang pendusta,
pembohong. Mereka bermulut manis, tetapi sebetulnya di dalam hatinya kotor dan
penuh kebohongan.
Kedua, sistem informasi,
komunikasi, dan komando di dalam tubuh Taliban sendiri memang berantakan.
Sangat mungkin memang para elit Taliban berniat tulus untuk berubah dan
membangun Afghanistan dengan lebih baik dan bekerja sama dengan seluruh elemen
Afghanistan, termasuk memberikan kebebasan pada perempuan untuk mengembangkan
potensi dirinya. Akan tetapi, di level menengah dan di level komando lapangan,
niat baik para pemimpin puncak Taliban tidak dilaksanakan dengan baik. Mereka
masih betah dan yakin dengan perilakunya kejinya seperti 25 tahun yang lalu.
Melihat hal seperti itu, agar Afghanistan dipercaya oleh
negara-negara lain untuk bekerja sama dalam berbagai bidang demi kemakmuran,
Taliban harus mampu menertibkan dirinya sendiri dari level atas hingga level
bawah. Kalau perilaku mereka tetap berantakan dan tetap bergaya teroris, tak akan
ada negara yang mau bekerja sama dengan mereka. Itu artinya kekacauan menjadi
kehidupan mereka, kebodohan adalah ciri mereka, dan kemiskinan adalah gaya
hidup mereka.
Cina mungkin tidak akan peduli dengan itu semua. Bagi
mereka yang penting adalah untung dalam berbisnis dengan Taliban. Akan tetapi,
Cina juga akan berhitung ulang jika Taliban tidak mampu membentuk pemerintahan Islam yang
terbuka karena akan mempersulit bisnis ke masa depannya dan akan mendapatkan
tekanan luar biasa dalam pergaulan internasional yang akan membuat Cina
kehilangan banyak kepercayaan dari masyarakat internasional.
Perbaikan diri sangat diperlukan oleh Taliban. Jika tidak
mampu memperbaiki dirinya, Taliban harus sadar dan menggandeng beberapa negara
untuk menjadi mentor mereka dalam mengubah situasi menjadi lebih modern dan
terbuka demi kemajuan Afghanistan.
Sampurasun.
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=yJG1uq7hfVA&t=10s
No comments:
Post a Comment