Monday 16 August 2021

Berharap Besar pada Taliban

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Taliban memang luar biasa, hanya dalam hitungan hari, sekitar tiga hari, pada 15 Agustus 2021, berhasil menguasai istana kepresidenan Afghanistan. Bagusnya lagi, tak ada perang dan pertumpahan darah di sana. Pemerintahan dan militer Afghanistan yang lama memang tidak memiliki semangat dan kekuatan bertahan tanpa bantuan Amerika Serikat untuk melawan Taliban. Ketika AS menarik pasukannya dari Afghanistan, segera saja Taliban masuk berkuasa tanpa ada perlawanan apa pun.

            Dulu pada 1996 s.d. 2001 Taliban pernah berkuasa di Afghanistan dengan mencoba menjalankan pemerintahan yang katanya syariat Islam versi mereka sendiri dengan sangat keras. Padahal, kalau kita lihat, banyak aturan mereka yang sebenarnya cuma tafsir dari ayat atau hadits-hadits yang tidak mutlak dan masih debatable, misalnya, pria diwajibkan berjenggot, perempuan harus menggunakan burka, cadar. Untuk perempuan, memang lebih ketat, seperti, tidak boleh keluar rumah tanpa didampingi muhrimnya, tidak boleh bersekolah, tidak boleh dilayani dokter laki-laki, wajahnya tidak boleh tampil di foto atau televisi, dan lain sebagainya.

            Kekuasaan Taliban jatuh pada 2001 diserang pasukan AS karena dianggap menyembunyikan “Osama bin Laden” yang dijadikan tertuduh penyerangan terhadap menara kembar “World Trade Centre” di Amerika Serikat. Selama dua puluh tahun AS menguasai Afghanistan dengan membentuk pemerintahan yang dapat diatur AS. Sementara itu, Taliban kalah dan menyingkir ke daerah pedalaman dan pinggiran melakukan strategi perang gerilya.

            Akan tetapi, saat ini AS sudah tidak lagi tertarik untuk berkuasa di Afghanistan karena cadangan alam di sana sudah menipis, Osama bin Laden sudah dibunuh, dan terlalu banyak mengeluarkan uang untuk militer yang ternyata dikorupsi oleh para petinggi militer di Afghanistan. Jutaan dolar atau triliunan yang dikeluarkan AS di Afghanistan kini menjadi beban bagi Amerika Serikat. Itulah yang menyebabkan AS menarik diri dari Afghanistan.

            Kini otomatis Taliban berkuasa tanpa saingan. Banyak orang ketakutan terhadap Taliban karena perilaku mereka yang kejam pada masa lalu, banyak rakyat Afghanistan yang berupaya kabur ke luar negeri. Bahkan, banyak orang di Indonesia yang juga marah dan ketakutan terhadap Taliban. Hal itu disebabkan Taliban dapat menjadi inspirasi bagi para pedagang eceran kekhalifahan atau pengasong negara yang katanya Islam untuk bergerak dan lebih bersemangat mengacaukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Taliban dapat menjadi “role model” bagi para pengkhayal calon pengantin para bidadari surga itu.

            Taliban memang benar kejam dua puluh tahun yang lalu, tetapi selama berada dalam penyingkiran mereka banyak belajar, termasuk meminta Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah mereka. Berulang-ulang mereka belajar dari Indonesia untuk mencari cara bagaimana mengelola berbagai perbedaan di Afghanistan. Melalui Jusuf Kalla yang pernah menjadi Wapres SBY dan Wapres Jokowi itu, mereka banyak belajar. Jusuf Kalla mengajak mereka berkeliling ke pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah umum. Taliban menyaksikan bagaimana para perempuan Indonesia dihargai dan berhak memiliki kesempatan yang sama dengan kaum pria. Berulang-ulang pula mereka mengundang Jusuf Kalla, baik di Afghanistan maupun di Qatar untuk mencari berbagai macam penyelesaian.

            Dua puluh tahun mereka belajar dari dunia luar, termasuk dari Indonesia.

Masa sih tidak ada perubahan?

Dari Indonesia mereka belajar bahwa untuk membangun negara itu perlu pendidikan, pengelolaan sumber daya alam sendiri, dan bekerja sama dengan pihak asing.

Ada tanda yang baik dari Taliban. Ketika berhasil menduduki istana Afghanistan, pemimpin Taliban Ghani Baradar mewanti-wanti bahwa meskipun sudah menjadi pemenang dan berkuasa, seluruh anggota Taliban tidak boleh arogan, angkuh, atau songong. Di samping itu, mereka akan menjaga dan melindungi kantor-kantor kedutaan asing, terutama Kedutaan Besar Indonesia. Itu awal yang baik.

Indonesia tetap harus berhati-hati terhadap Taliban. Indonesia bisa bersahabat jika Taliban berubah sikap dan hidup sebagai manusia modern. Akan tetapi, Indonesia harus menarik duta besar dari Afghanistan dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Afghanistan jika Taliban berperilaku keji atau bahkan mempengaruhi rakyat Indonesia untuk memiliki pemikiran dan perilaku radikal sehingga mengancam NKRI.

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment