oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Taliban memang luar biasa,
hanya dalam hitungan hari, sekitar tiga hari, pada 15 Agustus 2021, berhasil
menguasai istana kepresidenan Afghanistan. Bagusnya lagi, tak ada perang dan
pertumpahan darah di sana. Pemerintahan dan militer Afghanistan yang lama memang
tidak memiliki semangat dan kekuatan bertahan tanpa bantuan Amerika Serikat
untuk melawan Taliban. Ketika AS menarik pasukannya dari Afghanistan, segera
saja Taliban masuk berkuasa tanpa ada perlawanan apa pun.
Dulu pada 1996 s.d. 2001 Taliban pernah berkuasa di
Afghanistan dengan mencoba menjalankan pemerintahan yang katanya syariat Islam
versi mereka sendiri dengan sangat keras. Padahal, kalau kita lihat, banyak
aturan mereka yang sebenarnya cuma tafsir dari ayat atau hadits-hadits yang
tidak mutlak dan masih debatable, misalnya, pria diwajibkan berjenggot,
perempuan harus menggunakan burka, cadar. Untuk perempuan, memang lebih ketat,
seperti, tidak boleh keluar rumah tanpa didampingi muhrimnya, tidak boleh
bersekolah, tidak boleh dilayani dokter laki-laki, wajahnya tidak boleh tampil
di foto atau televisi, dan lain sebagainya.
Kekuasaan Taliban jatuh pada 2001 diserang pasukan AS
karena dianggap menyembunyikan “Osama bin
Laden” yang dijadikan tertuduh penyerangan terhadap menara kembar “World Trade Centre” di Amerika Serikat.
Selama dua puluh tahun AS menguasai Afghanistan dengan membentuk pemerintahan
yang dapat diatur AS. Sementara itu, Taliban kalah dan menyingkir ke daerah
pedalaman dan pinggiran melakukan strategi perang gerilya.
Akan tetapi, saat ini AS sudah tidak lagi tertarik untuk
berkuasa di Afghanistan karena cadangan alam di sana sudah menipis, Osama bin Laden
sudah dibunuh, dan terlalu banyak mengeluarkan uang untuk militer yang ternyata
dikorupsi oleh para petinggi militer di Afghanistan. Jutaan dolar atau
triliunan yang dikeluarkan AS di Afghanistan kini menjadi beban bagi Amerika
Serikat. Itulah yang menyebabkan AS menarik diri dari Afghanistan.
Kini otomatis Taliban berkuasa tanpa saingan. Banyak
orang ketakutan terhadap Taliban karena perilaku mereka yang kejam pada masa
lalu, banyak rakyat Afghanistan yang berupaya kabur ke luar negeri. Bahkan,
banyak orang di Indonesia yang juga marah dan ketakutan terhadap Taliban. Hal
itu disebabkan Taliban dapat menjadi inspirasi bagi para pedagang eceran
kekhalifahan atau pengasong negara yang katanya Islam untuk bergerak dan lebih
bersemangat mengacaukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Taliban dapat
menjadi “role model” bagi para
pengkhayal calon pengantin para bidadari surga itu.
Taliban memang benar kejam dua puluh tahun yang lalu,
tetapi selama berada dalam penyingkiran mereka banyak belajar, termasuk meminta
Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah mereka.
Berulang-ulang mereka belajar dari Indonesia untuk mencari cara bagaimana mengelola
berbagai perbedaan di Afghanistan. Melalui Jusuf Kalla yang pernah menjadi
Wapres SBY dan Wapres Jokowi itu, mereka banyak belajar. Jusuf Kalla mengajak mereka
berkeliling ke pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah umum. Taliban
menyaksikan bagaimana para perempuan Indonesia dihargai dan berhak memiliki
kesempatan yang sama dengan kaum pria. Berulang-ulang pula mereka mengundang
Jusuf Kalla, baik di Afghanistan maupun di Qatar untuk mencari berbagai macam
penyelesaian.
Dua puluh tahun mereka belajar dari dunia luar, termasuk
dari Indonesia.
Masa
sih tidak ada perubahan?
Dari
Indonesia mereka belajar bahwa untuk membangun negara itu perlu pendidikan,
pengelolaan sumber daya alam sendiri, dan bekerja sama dengan pihak asing.
Ada
tanda yang baik dari Taliban. Ketika berhasil menduduki istana Afghanistan,
pemimpin Taliban Ghani Baradar mewanti-wanti bahwa meskipun sudah menjadi
pemenang dan berkuasa, seluruh anggota Taliban tidak boleh arogan, angkuh, atau
songong. Di samping itu, mereka akan menjaga dan melindungi kantor-kantor
kedutaan asing, terutama Kedutaan Besar Indonesia. Itu awal yang baik.
Indonesia
tetap harus berhati-hati terhadap Taliban. Indonesia bisa bersahabat jika
Taliban berubah sikap dan hidup sebagai manusia modern. Akan tetapi, Indonesia
harus menarik duta besar dari Afghanistan dan memutuskan hubungan diplomatik
dengan Afghanistan jika Taliban berperilaku keji atau bahkan mempengaruhi
rakyat Indonesia untuk memiliki pemikiran dan perilaku radikal sehingga
mengancam NKRI.
No comments:
Post a Comment