oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Akhir-akhir ini Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sangat rajin mengkritik keras Presiden
Jokowi. Pada dasarnya mengkritik itu boleh, bahkan harus, tetapi ada etikanya,
ada tempatnya. Jokowi itu berasal dari PDIP dan dicalonkan menjadi presiden
atas dukungan PDIP, artinya mereka itu memiliki hubungan yang khusus dan sangat
erat seharusnya. Kalau PDIP ingin mengkritik, sampaikanlah dengan baik di
tempat tertutup dan di lingkungan yang lebih pribadi karena sesama keluarga
sendiri dalam partai dan politik, tidak perlu di tempat terbuka, apalagi di
media massa dan media sosial. Berbeda dengan PKS yang menyatakan dirinya
oposisi dan berada di luar pemerintahan. Wajar jika PKS mengkritik keras di
media massa dan media sosial karena memang mereka oposan. Paling-paling, saling
hantam dengan para pendukung Jokowi.
Beberapa pengamat menilai bahwa perilaku aneh beberapa
tokoh PDIP itu diakibatkan kekecewaan Megawati Soekarnoputeri dan anaknya, Puan
Maharani yang kini menjabat sebagai Ketua DPR RI itu. Mereka kecewa karena
Jokowi lebih mempercayai menteri dari partai lain untuk memimpin penanganan
Covid-19, bukan dari PDIP. Jokowi lebih memilih percaya kepada Luhut Binsar
Pandjaitan dan Airlangga Hartarto yang berasal dari Partai Golkar karena telah
melihat kerja-kerja keras keduanya. Kekecewaan Megawati dan Puan pun ditambah oleh
Jokowi dan anaknya, Gibran yang kini menjabat sebagai Walikota Solo, lebih
dekat dan akrab dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang memiliki
popularitas dan elektabilitas tinggi untuk menjadi Presiden RI setelah Jokowi.
Padahal, PDIP sedang menjual dan memasarkan Puan Maharani untuk menjadi
Presiden RI pengganti Jokowi pada 2024. Sayangnya, Puan memiliki tingkat
kepercayaan yang sangat rendah dari masyarakat untuk menjadi presiden. Hal-hal
seperti itulah yang dianggap menjadi pemicu Puan sangat keras dalam mengkritik
Jokowi di ruang-ruang publik.
PDIP tahu bahwa Jokowi memiliki pendukung yang sangat
banyak dan kuat, jumlah pemilihnya ada sekitar 85,6 juta orang. Jika Jokowi dan
Gibran mendukung Ganjar Pranowo, para pengikut Jokowi yang sering disebut “Jokower” akan memberikan dukungan kepada
Ganjar, bukan kepada Puan. Oleh sebab itu, Puan bersikap keras di ruang publik adalah
tampak seperti untuk mencari dukungan dari orang-orang yang “anti-Jokowi”. PDIP berusaha untuk
mendapatkan dukungan dari para pembenci Jokowi agar mendukung Puan untuk
menjadi presiden.
Pertanyaannya, maukah para anti-Jokowi menjadi para pendukung
Puan?
Berhasilkah PDIP menarik simpati dari para pembenci
Jokowi?
Hal yang jelas adalah PDIP telah mendapatkan perlawanan
dari Jokower. Para Jokower dengan senang hati bertarung melawan PDIP. Mereka
mengingatkan bahwa suara PDIP itu menjadi besar karena ada Jokowi di sana dan
mereka menjelaskan bahwa memilih Jokowi bukan karena PDIP, tetapi karena rekam
jejak keberhasilan Jokowi menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI, dan kepercayaan
mereka semakin tinggi selama Jokowi menjadi presiden.
Sesungguhnya, pemilihan presiden itu masih lama. Hal yang
harus dikerjakan sekarang adalah bahu-membahu, bergotong royong untuk mengatasi
pandemi dan meningkatkan ekonomi rakyat. Ingat tidak perlu sejak sekarang sudah
mabuk kekuasaan dan bikin ricuh karena situasi sedang rumit dan dirasakan oleh
umat manusia sedunia, terutama Indonesia.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment