oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pembahasan mengenai “ummatan wasathan” sudah dilakukan
banyak orang. Ummatan wasathan diartikan sebagai “umat penengah, umat pertengahan, umat yang adil, dan umat
paling utama”. Banyak orang menulis pemahaman ini dari berbagai sudut
pandang. Ada yang melihat dari sisi ibadat, akhlak, ketuhanan, kemanusiaan,
ekonomi, dan spiritual.
Kalimat ummatan wasathan sendiri ada dalam QS Al Baqarah,
2 : 143.
“Dan demikian pula
Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ‘ummat pertengahan’ agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu ….”
Begitu hasil
terjemahan Dr. Ahmad Hatta, M.A..
Jika kita memperhatikan Indonesia dan hubungannya dengan
negara-negara asing, Allah swt sudah menggiring Indonesia menjadi ummatan
wasathan. Tampaknya, Allah swt memberikan ilham kepada para founding fathers untuk berada di
tengah-tengah dunia. Hal itu bisa dilihat dari politik luar negeri Indonesia
yang “bebas dan aktif”, ‘bebas dari tekanan negara mana pun dan aktif
mendamaikan dunia’. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak mau ditarik-tarik
oleh dua kekuatan besar dunia, yaitu kapitalis dan komunis. Indonesia berada di
tengah-tengah keduanya. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia adalah penggagas
gerakan nonblok yang utama. Tidak berpihak pada blok kapitalis dan tidak
berpihak pada blok komunis, tetapi aktif meningkatkan harga diri bangsa-bangsa
terjajah sekaligus aktif dalam perdamaian dunia. Monumennya ada di Bandung,
Jawa Barat. Ada Gedung Merdeka, Jln. Asia Afrika, Hotel Homman, Jln. Hofman,
Braga, Dasasila Bandung, dan sebagainya.
Dasar pemikiran untuk bertindak bagi bangsa Indonesia,
tentu saja Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat Pancasila. Jadi, dasar
tindakan kita bukanlah ideologi kapitalis maupun komunis, melainkan Pancasila.
Sampai sekarang pun Indonesia tetap di tengah-tengah.
Indonesia bisa bersahabat dengan negara-negara kapitalis, bisa bersahabat pula
dengan negara-negara komunis. Kedutaan Besar mereka ada di Jakarta. Jika duta
besarnya ada di Jakarta, berarti mereka sahabat. Dengan Israel tidak
bersahabat, duta besarnya tidak ada di Jakarta, duta besar Indonesia pun tidak
ada di Tel Aviv. Meskipun demikian, Indonesia tidak segan-segan bersuara di
tingkat internasional jika ada perilaku internasional yang dipandang melanggar
nilai-nilai yang kita anut secara universal.
Itu dilihat dari segi nilai-nilai, dasar pemikiran, dan
dasar bernegara. Dalam praktiknya, untuk
menjadi ummatan wasathan, sulitnya luar biasa. Hal itu bisa dilihat dari
seluruh presiden di Indonesia sejak Soekarno hingga saat ini. Setiap presiden
mempunyai kecenderungan/kemiringan sendiri. Terkadang miring ke kapitalis,
terkadang pula ke komunis. Akan tetapi, mereka tidak pernah hendak menjadikan
Indonesia sebagai kapitalis ataupun komunis. Mereka miring-miring saja karena
kondisi dan situasi memaksa mereka untuk melakukan itu demi keselamatan
Indonesia sendiri. Bedanya, ada yang miringnya sedikit, ada yang banyak sekali,
tetapi pada dasarnya selalu kembali ke tengah. Kesulitan itu karena Indonesia
sendiri masih memiliki banyak kelemahan.
Dalam dunia olah raga, kita mengenal istilah “wasit” yang
artinya sama, yaitu “pihak yang harus berada di tengah”, tidak pro ke kanan dan
tidak pro ke kiri. Dia harus adil, berada di tengah. Oleh sebab itu, wasit
diberi kekuasaan yang besar untuk memberikan “hukuman” kepada mereka yang
melanggar aturan. Itulah bedanya dengan Indonesia. Dalam posisi, pikiran, dan
jiwa Indonesia berada di tengah dunia, ‘wasathan’, tetapi tidak memiliki
kekuasaan yang besar untuk bertindak sebagai wasit, ‘penengah’. Hal itu
disebabkan Indonesia masih lemah secara ekonomi, militer, pendidikan, dan
teknologi.
Allah swt menggiring kita ke posisi ummatan wasathan,
tinggal kitanya yang harus meningkatkan kualitas diri, keluarga, dan masyarakat
dengan berbagai hal yang positif sehingga bermanfaat bagi manusia. Jika kita
menjadi manusia-manusia yang berkualitas unggul, otomatis, insyaallah, kita menjadi ummatan wasathan yang sangat dihormati dan
berpengaruh di dunia. Dengan itulah, kita akan mempersembahkan amal baik kita
ke hadapan Allah swt di akhirat kelak karena telah berperan serta dalam
perdamaian dunia dan keadilan manusia dengan kekuatan yang luar biasa, “rahmatan lil alamin”.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment