Saturday 28 December 2019

Indonesia, Ummatan Wasathan


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Pembahasan mengenai “ummatan wasathan” sudah dilakukan banyak orang. Ummatan wasathan diartikan sebagai “umat penengah, umat pertengahan, umat yang adil,  dan umat paling utama”. Banyak orang menulis pemahaman ini dari berbagai sudut pandang. Ada yang melihat dari sisi ibadat, akhlak, ketuhanan, kemanusiaan, ekonomi, dan spiritual.

            Kalimat ummatan wasathan sendiri ada dalam QS Al Baqarah, 2 : 143.

            “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ‘ummat pertengahan’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu ….”

            Begitu hasil terjemahan Dr. Ahmad Hatta, M.A..

            Jika kita memperhatikan Indonesia dan hubungannya dengan negara-negara asing, Allah swt sudah menggiring Indonesia menjadi ummatan wasathan. Tampaknya, Allah swt memberikan ilham kepada para founding fathers untuk berada di tengah-tengah dunia. Hal itu bisa dilihat dari politik luar negeri Indonesia yang “bebas dan aktif”, ‘bebas dari tekanan negara mana pun dan aktif mendamaikan dunia’. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak mau ditarik-tarik oleh dua kekuatan besar dunia, yaitu kapitalis dan komunis. Indonesia berada di tengah-tengah keduanya. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia adalah penggagas gerakan nonblok yang utama. Tidak berpihak pada blok kapitalis dan tidak berpihak pada blok komunis, tetapi aktif meningkatkan harga diri bangsa-bangsa terjajah sekaligus aktif dalam perdamaian dunia. Monumennya ada di Bandung, Jawa Barat. Ada Gedung Merdeka, Jln. Asia Afrika, Hotel Homman, Jln. Hofman, Braga, Dasasila Bandung, dan sebagainya.

            Dasar pemikiran untuk bertindak bagi bangsa Indonesia, tentu saja Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat Pancasila. Jadi, dasar tindakan kita bukanlah ideologi kapitalis maupun komunis, melainkan Pancasila.

            Sampai sekarang pun Indonesia tetap di tengah-tengah. Indonesia bisa bersahabat dengan negara-negara kapitalis, bisa bersahabat pula dengan negara-negara komunis. Kedutaan Besar mereka ada di Jakarta. Jika duta besarnya ada di Jakarta, berarti mereka sahabat. Dengan Israel tidak bersahabat, duta besarnya tidak ada di Jakarta, duta besar Indonesia pun tidak ada di Tel Aviv. Meskipun demikian, Indonesia tidak segan-segan bersuara di tingkat internasional jika ada perilaku internasional yang dipandang melanggar nilai-nilai yang kita anut secara universal.

            Itu dilihat dari segi nilai-nilai, dasar pemikiran, dan dasar bernegara. Dalam praktiknya,  untuk menjadi ummatan wasathan, sulitnya luar biasa. Hal itu bisa dilihat dari seluruh presiden di Indonesia sejak Soekarno hingga saat ini. Setiap presiden mempunyai kecenderungan/kemiringan sendiri. Terkadang miring ke kapitalis, terkadang pula ke komunis. Akan tetapi, mereka tidak pernah hendak menjadikan Indonesia sebagai kapitalis ataupun komunis. Mereka miring-miring saja karena kondisi dan situasi memaksa mereka untuk melakukan itu demi keselamatan Indonesia sendiri. Bedanya, ada yang miringnya sedikit, ada yang banyak sekali, tetapi pada dasarnya selalu kembali ke tengah. Kesulitan itu karena Indonesia sendiri masih memiliki banyak kelemahan.

            Dalam dunia olah raga, kita mengenal istilah “wasit” yang artinya sama, yaitu “pihak yang harus berada di tengah”, tidak pro ke kanan dan tidak pro ke kiri. Dia harus adil, berada di tengah. Oleh sebab itu, wasit diberi kekuasaan yang besar untuk memberikan “hukuman” kepada mereka yang melanggar aturan. Itulah bedanya dengan Indonesia. Dalam posisi, pikiran, dan jiwa Indonesia berada di tengah dunia, ‘wasathan’, tetapi tidak memiliki kekuasaan yang besar untuk bertindak sebagai wasit, ‘penengah’. Hal itu disebabkan Indonesia masih lemah secara ekonomi, militer, pendidikan, dan teknologi.

            Allah swt menggiring kita ke posisi ummatan wasathan, tinggal kitanya yang harus meningkatkan kualitas diri, keluarga, dan masyarakat dengan berbagai hal yang positif sehingga bermanfaat bagi manusia. Jika kita menjadi manusia-manusia yang berkualitas unggul, otomatis, insyaallah, kita menjadi ummatan wasathan yang sangat dihormati dan berpengaruh di dunia. Dengan itulah, kita akan mempersembahkan amal baik kita ke hadapan Allah swt di akhirat kelak karena telah berperan serta dalam perdamaian dunia dan keadilan manusia dengan kekuatan yang luar biasa, “rahmatan lil alamin”.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment