Monday, 30 December 2019

Memelihara Hoax

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Kita tahu bahwa hoax itu adalah berita bohong atau informasi palsu. Sesungguhnya, hoax selalu terjadi dari zaman ke zaman. Pada akhir-akhir ini hoax bisa kita lihat ikut mempengaruhi situasi sosial-politik dunia. Pertarungan Donald Trump Vs Hillary Clinton di AS melibatkan hoax yang masih tersisa urusannya hingga kini. Pemilihan walikota London, Inggris pun menggunakan hoax yang luar biasa karena calon walikotanya ada yang berasal dari kalangan muslim. Bahkan, orang Islam ini yang kemudian terpilih, namanya Sadiq Khan. Di samping itu, fenomena Britain Exit (Brexit) pun meningkatkan hoax hingga ke angka 500%. Hal ini disebabkan persoalan ekonomi yang membuat warga Inggris sendiri “terkalahkan” oleh warga pendatang, banyak lapangan pekerjaan dan bisnis dikuasai bukan oleh warga asli Inggris. Demikian pula di Indonesia, hoax digunakan dalam perhelatan-perhelatan politik, situasi pemililhan, baik Pilkada, Pileg, maupun Pilpres. Dalam Pilpres 2019, masyarakat Indonesia tersedot energinya secara luar biasa dengan banyaknya hoax yang beredar.

            Kini Pilpres RI sudah selesai, tetapi hoax tetap menghiasi ruang media sosial, bahkan terjadi pula di dunia nyata. Jokowi (01) sudah menang dan Prabowo (02) sudah bergabung menambah kekuatan politik Jokowi hingga 76%. Tak perlu ada lagi persaingan. Bahkan, Jokowi bukan lagi saingan untuk Pilpres 2024, tetapi hoax tetap berseliweran.

            Mengapa hoax terus dipelihara?

            Paling tidak, ada sedikit pencerahan dari Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid yang menjelaskan bahwa “hoax yang beredar sekarang bukan lagi terkait Pilpres, melainkan memelihara kebencian yang sudah tertanam di masyarakat”. Penjelasan itu memerlukan penjelasan tambahan, sayangnya Anita Wahid belum menjelaskannya sehingga membuat kita harus mencoba menjelaskan sendiri.

            Para pembuat dan penyebar hoax memang sengaja memelihara kebencian tersebut agar dirinya tetap eksis dan tidak kehilangan perhatian dari masyarakat yang telah ditipunya. Banyak masyarakat Indonesia yang mudah percaya tanpa periksa, tanpa tabayun, check and recheck, atau fact checking sehingga mudah ditipu. Masyarakat yang seperti inilah “langganan utama” dari para “pemelihara kebencian”.

            Jika tidak menyebarkan hoax, mereka akan dilupakan dan hilang dari peredaran. Oleh sebab itu, mereka membuat hoax-hoax baru atau ujaran kebencian agar tetap eksis. Dengan demikian, masyarakat yang mudah ditipunya dapat digiring untuk memperoleh posisi politik dan mengumpulkan sejumlah uang untuk kepentingan pribadi-pribadinya.

            Tugas orang-orang sadar, tulus, dan cinta harmonilah yang harus memerangi hoax, ujaran kebencian, dan perpecahan. Allah swt sangat mencintai kebenaran, kedamaian, cinta, dan kasih sayang.

            Beberapa tulisan saya yang lalu, ada yang berisi tentang bagaimana cara menentukan kebenaran suatu informasi. Orang lain pun banyak yang menulis hal yang sama. Insyaallah, tulisan-tulisan berikutnya menyinggung-nyinggung juga cara supaya kita tidak menjadi korban hoax.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment