oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pada tulisan yang lalu saya
menulis bahwa para peneliti atau ilmuwan sejati selalu skeptis (ragu) terhadap
informasi atau ilmu baru yang mereka terima. Keraguan itu mendorong mereka
untuk mencari tahu lebih jauh hingga pada titik “yakin benar” atau “yakin
salah”, ujungnya menerima atau menolak informasi atau ilmu yang baru
diketahuinya itu.
Tidak perlu profesor tingkat dunia untuk meragukan kasus
Uighur, orang biasa pun bisa. Coba perhatikan di Cina itu banyak orang Islam
dari berbagai etnis, bukan hanya Uighur. Paling tidak, ada sepuluh etnis
muslim, yaitu: Bao’an (Bonan), Tatar,
Salar, Uzbeks, Kygiz, Dongxiang, Tajik, Uighur, Kazakh, dan Hui. Dari sepuluh etnis itu, hanya satu
yang bermasalah, yaitu Uighur.
Kalau ada yang bertanya, “Mengapa hanya Uighur?”, dia
punya potensi untuk menjadi peneliti hebat. Dia ingin tahu karena tidak
mengerti dan mencoba mencari tahu. Dari pertanyaan itu, muncul hipotesa
(dugaan) bahwa kasus Uighur bukanlah soal Islam atau muslim keseluruhan,
melainkan hanya etnis Uighur. Buktinya, etnis muslim yang lain baik-baik saja,
hidup normal sebagaimana warga Cina pada umumnya.
Dari sana, bisa
muncul pertanyaan lain, “Apakah seluruh anggota etnis Uighur bermasalah?”
Etnis Uighur itu sekitar 10 s.d. 15 juta orang. Banyak
sekali. Kalau ternyata hanya dua atau tiga juta orang, berarti yang bermasalah
hanya sedikit dibandingkan seluruh muslim yang ada di Cina. Penelitian bisa
lebih fokus ke mereka, tidak ke seluruh Uighur, hanya yang bermasalah.
Mengapa etnis Muslim yang lain baik-baik saja dan Uighur
bermasalah? Tidak bisakah hubungan antara pemerintah Cina dengan Uighur sama
dengan hubungan antara pemerintah Cina dengan etnis-etnis muslim lain yang
baik-baik saja, bahkan saling mendukung? Apa masalahnya?
Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab agar didapat
kepastian. Dari kepastian, kita dapat lebih bijak bersikap dan menemukan cara
yang lebih tepat sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah itu.
Kalau hanya teriak-teriak nggak jelas faktanya, lalu
tujuannya agar umat tidak lagi percaya kepada NU, Muhammadiyah, dan MUI, bahkan
mendiskreditkan pemerintah dalam hal ini pribadi Jokowi, rendah sekali tujuan
itu. Mereka hanya menunggangi dan memanfaatkan kasus Uighur untuk menunjukkan
bahwa orang lain rendah dan dirinya lebih tinggi sehingga umat berpaling pada
dirinya. Bukan kemuliaan Islam yang mereka cari, melainkan kejatuhan orang lain
dan terpenuhi hawa nafsunya. Itu hanya keinginan rendah dari orang-orang
rendah.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment