Sunday 22 December 2019

Tidak Perlu Profesor Tingkat Dunia untuk Meragukan Kasus Uighur


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Pada tulisan yang lalu saya menulis bahwa para peneliti atau ilmuwan sejati selalu skeptis (ragu) terhadap informasi atau ilmu baru yang mereka terima. Keraguan itu mendorong mereka untuk mencari tahu lebih jauh hingga pada titik “yakin benar” atau “yakin salah”, ujungnya menerima atau menolak informasi atau ilmu yang baru diketahuinya itu.

            Tidak perlu profesor tingkat dunia untuk meragukan kasus Uighur, orang biasa pun bisa. Coba perhatikan di Cina itu banyak orang Islam dari berbagai etnis, bukan hanya Uighur. Paling tidak, ada sepuluh etnis muslim, yaitu: Bao’an (Bonan), Tatar, Salar, Uzbeks, Kygiz, Dongxiang, Tajik, Uighur, Kazakh, dan Hui. Dari sepuluh etnis itu, hanya satu yang bermasalah, yaitu Uighur.

            Kalau ada yang bertanya, “Mengapa hanya Uighur?”, dia punya potensi untuk menjadi peneliti hebat. Dia ingin tahu karena tidak mengerti dan mencoba mencari tahu. Dari pertanyaan itu, muncul hipotesa (dugaan) bahwa kasus Uighur bukanlah soal Islam atau muslim keseluruhan, melainkan hanya etnis Uighur. Buktinya, etnis muslim yang lain baik-baik saja, hidup normal sebagaimana warga Cina pada umumnya.

            Dari  sana, bisa muncul pertanyaan lain, “Apakah seluruh anggota etnis Uighur bermasalah?”

            Etnis Uighur itu sekitar 10 s.d. 15 juta orang. Banyak sekali. Kalau ternyata hanya dua atau tiga juta orang, berarti yang bermasalah hanya sedikit dibandingkan seluruh muslim yang ada di Cina. Penelitian bisa lebih fokus ke mereka, tidak ke seluruh Uighur, hanya yang bermasalah.

            Mengapa etnis Muslim yang lain baik-baik saja dan Uighur bermasalah? Tidak bisakah hubungan antara pemerintah Cina dengan Uighur sama dengan hubungan antara pemerintah Cina dengan etnis-etnis muslim lain yang baik-baik saja, bahkan saling mendukung? Apa masalahnya?

            Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab agar didapat kepastian. Dari kepastian, kita dapat lebih bijak bersikap dan menemukan cara yang lebih tepat sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah itu.

            Kalau hanya teriak-teriak nggak jelas faktanya, lalu tujuannya agar umat tidak lagi percaya kepada NU, Muhammadiyah, dan MUI, bahkan mendiskreditkan pemerintah dalam hal ini pribadi Jokowi, rendah sekali tujuan itu. Mereka hanya menunggangi dan memanfaatkan kasus Uighur untuk menunjukkan bahwa orang lain rendah dan dirinya lebih tinggi sehingga umat berpaling pada dirinya. Bukan kemuliaan Islam yang mereka cari, melainkan kejatuhan orang lain dan terpenuhi hawa nafsunya. Itu hanya keinginan rendah dari orang-orang rendah.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment