oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya ini sebetulnya oke-oke
saja mau sistem politik apa pun asal ada “kesepakatan”. Mau kerajaan,
presidensial, parlementer, republik, kekaisaran, ataupun kekhalifahan, it’s ok.
Akan tetapi, sistem yang pasti saya tolak adalah sistem kerasulan karena
kerasulan sudah selesai ditutup oleh Muhammad saw. Tak ada lagi nabi setelah
beliau. Sistem yang berlaku sekarang di Indonesia adalah berdasarkan “kesepakatan”
para pendiri bangsa waktu itu. Mereka yang tidak mau tunduk pada kesepakatan
sudah dikalahkan secara politik dan militer. Jadilah sistem politik kita
seperti sekarang ini.
Kalau mau mengganti sistem politik sekarang, batalkan
dulu kesepakatan lama, lalu buat kesepakatan baru. Mari berandai-andai, kita
sepakat untuk mengganti sistem politik dengan sistem kekhalifahan pada hari ini
atau minggu ini atau bulan ini atau tahun ini.
Kalau kita sepakat mengganti dengan sistem kekhalifahan,
memang siapa orang yang akan menjadi khalifah di Indonesia sebagai pemimpin 267
juta rakyat ini?
Sehebat apa sih dia?
Kalau kita tanya ke NU, mungkin jawabannya orang yang
paling tepat untuk menjadi khalifah adalah Maruf Amin, Said Aqil Siradj, atau
Habib Luthfi. Kalau kita tanya ke Muhammadiyah, mungkin jawabannya adalah Khalifah
Haedar Nashir, Syafii Maarif, Amien Rais, atau Din Syamsudin. Kalau kita tanya
ke Persis, mungkin jawabannya adalah Aceng Zakaria atau Yusril Ihza Mahendra.
Kalau kita tanya ke FPI jawabannya mungkin Rizieq Shihab. Kalau kita tanya ke
HTI, mungkin jawabannya Khalifah Ismail Yusanto.
Akan berbeda pula jika kita tanya ke kelompok-kelompok
nasionalis dan ke kelompok nonmuslim. Jawabannya akan sangat beragam dan
memunculkan banyak nama.
Jadi, siapa atuh orang yang pantas menjadi khalifah jika
Indonesia menggunakan sistem kekhalifahan saat ini?
Dengan banyaknya kelompok dan banyaknya aspirasi, kita
akan menggunakan sistem pemilihan untuk memunculkan seorang khalifah. Itu
artinya kita harus menggunakan cara-cara demokrasi karena pemilihan
umum adalah salah satu ciri demokrasi.
Balik lagi ke pemilihan bukan?
Kalau tidak mau menggunakan pemilihan, kita akan terjebak
pada pertarungan fisik yang bisa menghancurkan segalanya dan jatuh menjadi bangsa
yang sangat terbelakang dan sangat miskin. Setiap kelompok menganggap
pemimpinnya yang paling pantas untuk
menjadi khalifah.
Kalau sudah semrawut dan saling bunuh, siapa yang rugi?
Siapa yang untung?
Kita yang rugi. Orang asing yang untung.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment