Tuesday, 31 December 2019

Gimana Nasib Anies Baswedan?

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Judul ini mah nanya, bener nanya, bukan mengkritik. Nanya, sumpah.

            Akan tetapi, sebelum ke pertanyaan, saya pengen ceritera dulu. Banyak status di Medsos hari ini, 31 Desember 2019, yang bersyukur dan berharap, malah berdoa agar hujan terus turun. Banyak juga yang berharap malah bersiap-siap bisa liburan dengan memanfaatkan momen malam tahun baru. Pastinya, mereka ini berharap hari tidak hujan. Kalau saya, tidak ada bedanya, mau hujan atau tidak, jika memungkinkan, saya pergi ke luar. Saya ini kan penulis dan masih punya kartu pers yang berlaku. Saya bisa ceriterakan suasana tahun baru di tempat-tempat yang saya kunjungi, baik sisi positifnya maupun negatifnya. Bahkan, saya bisa ceriterakan ketika terjadi teror bom di bawah mobil “tvOne” di depan pendopo walikota Bandung ketika masih zaman Ridwan Kamil. Saya ada di tempat itu.

            Kembali ke pertanyaan judul. Beberapa hari terakhir ini Medsos banyak diisi oleh tulisan atau status tentang tidak bolehnya merayakan tahun baru. Ada yang menyatakan haram, kafir, murtad, bahkan harus syahadat lagi jika merayakan tahun baru masehi. Akan tetapi, beberapa hari terakhir pula, tepatnya mulai 21 Desember 2019 muncul berita bahwa Provinsi DKI Jakarta berbenah dan mempersiapkan diri untuk menyambut pergantian tahun baru 2019 ke 2020. Gubernur DKI itu jelas Anies Baswedan.

            Kalau rakyat biasa merayakan tahun baru dicap haram, kafir, atau murtad, bagaimana dengan Anies Baswedan?

            Gubernur Indonesia, Pujaan Umat, Goodbener Anies Baswedan itu memfasilitasi malam tahun baru dengan hadirnya beberapa titik panggung hiburan, seperti, di Jln. Thamrin, Jln. Sudirman, dan Bundaran HI. Di samping itu, diadakan pula pesta kembang api yang megah.

            Bisakah dikatakan bahwa Gubernur DKI itu memfasilitasi dan memberikan ruang kepada rakyat untuk melakukan kegiatan yang haram sehingga menjadi kafir atau murtad?

            Kasihan sekali dia kalau begitu.

            Bagi saya, Anies adalah orang cerdas.

            Bagi saya, malam tahun baru itu hanya sebuah momen. Berdosa atau tidaknya kita di malam itu bergantung bagaimana kita mengisinya. Jika kegiatan kita positif, ya bagus dan berpahala. Jika negatif, ya jadi buruk dan berdosa. Kita bisa berada di masjid, tausiyah, berdoa, berdzikir, dan lain sebagainya. Bisa pula mengadakan kegiatan positif di tempat orang ramai, misalnya, pada tahun-tahun lalu para mahasiswa ITB unjuk kebolehan di sepanjang Jl. Braga, Bandung dengan berbagai karya; warga Jl. Braga mengisahkan sejarah, perkembangan, dan masalah Jl. Braga melalui bioskop gratis di dalam bus; para seniman Sunda memperkenalkan seni Sunda yang hampir punah pada anak-anak muda.

            Siapa bilang itu jelek?

            Positif-negatif, bukan karena momen, melainkan perilaku kita sendiri.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment