oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Awalnya, saya tidak begitu “ngeh” atau perhatian dengan tulisan
Dina Sulaeman yang mempertanyakan tentang sumbangan untuk etnis Uighur,
Xinjiang, Cina. Hal tersebut disebabkan saya belum tahu ada lembaga-lembaga
yang mengumpulkan uang dari masyarakat untuk disalurkan ke Uighur. Akan tetapi,
hari ini saya mulai melihat beberapa iklan sumbangan tersebut. Keanehan mulai
terlihat pada beberapa waktu lalu postingan para “pembela Uighur” sangat keras
dan masif mengampanyekan berita dari “Wall
Street Journal” sekaligus menyindir-nyindir NU, Muhammadiyah, dan MUI
menerima “suapan” dari Cina, bahkan meledek Presiden Jokowi tidak pro terhadap
umat Islam, khususnya Uighur, Cina. Kemudian, postingan mereka mulai melunak
dengan narasi mengiba, minta dikasihani, serta merayu umat Islam untuk peduli
dan membantu kaum muslim Uighur yang katanya sedang dibantai. Mereka bilang
jumlahnya jutaan. Sekarang postingannya berubah menjadi iklan donasi untuk Uighur.
Begitulah.
Upaya mengumpulkan bantuan untuk mereka yang membutuhkan
adalah sangat bagus dan itu berpahala sekaligus membangun jaringan silaturahmi.
Akan tetapi, yang namanya uang itu sensitif, harus jelas.
Saya sebagai anggota masyarakat, boleh dong bertanya
tentang sumbangan itu. Tidak perlu marah, jawab saja dengan baik dan jelas.
Kalau jawabannya jelas dan meyakinkan, banyak umat yang tertarik untuk ikut
memberikan sumbangan. Kalau tidak jelas, ya … begitulah.
Pertama. Berkali-kali
saya katakan bahwa dunia ini terbagi
dua kubu antara yang percaya ada pembantaian (22 negara) dengan yang tidak
percaya, malah mendukung Cina (37 negara).
Mengapa berpegang pada 22 negara Barat-Kapitalis itu? Mengapa
tidak berpegang pada keyakinan 37 negara lainnya yang di dalamnya ada mayoritas
muslim?
Dasar keyakinannya apa?
Kedua. Dalam
iklan sumbangan itu disebutkan bahwa jutaan Uighur teraniaya. Kalau disebut
jutaan, berarti lebih dari satu juta.
Jumlah jutaan itu berdasarkan perhitungan siapa?
Pernahkah lembaga pengumpul sumbangan itu datang ke
Xinjiang, lalu menghitung sendiri dengan pasti jumlah itu? Kapan menghitungnya?
Di mana? Bagaimana caranya?
Ketiga. Kalau
pengumpulan sumbangan itu berdasarkan keyakinan atas foto-foto dan video yang
tersebar di Medsos, bukankah foto-foto itu sudah diklarifikasi oleh para “netizen” sendiri dan sebagian besar—jika
tidak semuanya--adalah hoax dan
penipuan?
Bagaimana bisa mengumpulkan donasi berdasarkan ilustrasi-ilustrasi
itu?
Keempat. Sumbangan
yang terkumpul itu nantinya diantarkan menggunakan kendaraan apa? Pesawat
terbang? Kapal laut?
Soalnya, saya mau bandingkan dengan donasi-donasi yang
pernah diberikan ke Afghanistan, Palestina, dan Rohingya. Kalau ketiga negara
ini jelas datanya, jelas jalurnya, dan pemerintah Indonesia pun membuka
aksesnya.
Kelima. Bentuk
bantuannya apa? Uang atau barang?
Kalau uang, berarti harus bawa banyak uang rupiah, lalu
ditukarkan dengan uang yang berlaku di Xinjiang.
Kalau barang, berarti harus beli dulu.
Di mana belinya? Di Indonesia, lalu diangkut ke Uighur?
Beli di Beijing, lalu diantarkan ke Uighur?
Lewat mana bantuan itu disalurkan? Darat? Laut? Udara?
Keenam, lewat
wilayah mana masuk ke Cina untuk membawa bantuan itu? Beijing, Shanghai,
Hongkong, lewat Turki, atau langsung ke Xinjiang?
Ketujuh. Bagaimana
cara masuk ke Xinjiang dengan membawa banyak barang atau uang?
Dibagikan langsung?
Rasanya mustahil deh. Hal itu disebabkan Duta Besar Cina
yang ada di Indonesia sebagai perwakilan pemerintah Cina sudah mengatakan bahwa
saat ini tidak ada kejadian apa-apa di Xinjiang.
“Kami ini sebagaimana negara lainnya yang sedang
mengatasi terorisme dan radikalisme dengan cara deradikalisasi,” begitu katanya
kira-kira.
Apalagi jika seperti yang digambarkan oleh para anti-Cina
bahwa aparat keamanan Cina sangat represif terhadap Uighur, bahkan melakukan
penyiksaan dan pembantaian di dalam kamp konsentrasi. Tentunya, sumbangan untuk
Uighur tidak akan pernah bisa sampai ke tujuan. Di samping itu, pemberian
bantuan itu bisa dianggap sebagai penghinaan pada pemerintah pusat Cina.
Pemerintah Cina tidak akan pernah membiarkan siapa pun masuk dan menentang
keyakinan serta kebijakannya di wilayah yang dikuasainya. Uighur, Xinjiang
adalah di bawah kendali penuh Beijing.
Sungguh, saya bodoh soal ini. Karena merasa diri tidak
mengerti dan bodoh soal sumbangan ini, saya bertanya kepada siapa pun melalui
tulisan ini.
Seperti saya bilang, jangan marah. Jawab saja dengan
baik. Kalau jawabannya baik, jelas, dan meyakinkan, banyak umat yang tergerak
untuk memberikan sumbangan. Anggap saja tulisan saya ini iklan tambahan bagi
lembaga pengumpul dana untuk Uighur agar lebih meyakinkan masyarakat. Kalau
jawabannya tidak baik, tidak jelas, dan tidak meyakinkan, yaaa … begitulah.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment