Friday 8 April 2022

Mahasiswa Jangan Malu-Maluin

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Beredar kabar Senin, 11 April 2022, akan ada demonstrasi besar-besaran oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (Bem SI) entah di mana saja. Bisa hanya di Jakarta, bisa juga serentak pada beberapa kota lainnya.

            Sebetulnya, demonstrasi itu boleh dan berhak dilakukan siapa saja di Indonesia ini. Akan tetapi, adanya demonstrasi itu menunjukkan ada kegagalan komunikasi antara rakyat dengan para wakil rakyat. Seharusnya, mereka yang berteriak-teriak itu adalah para wakil rakyat, ada DPR RI, DPD RI, DPRD, dan MPRI RI. Para wakil rakyat itulah yang seharusnya setiap saat menyuarakan aspirasi rakyat dan mendesak pemerintah untuk selalu berpihak kepada rakyat sesuai dengan perundang-undangan yang ada. Para wakil rakyat itu adalah orang-orang yang dibayar dan digaji untuk mengawasi dan mengontrol pemerintahan. Artinya, jika banyak demonstrasi, berarti ada ketidaknyambungan antara rakyat dengan wakilnya. Rakyat atau mahasiswa lebih memilih berdemonstrasi daripada menitipkan keinginannya kepada para wakil rakyat.

            Untuk apa menggaji dan membayar wakil rakyat jika mahasiswa atau rakyat masih harus turun ke jalan?

            Para wakil rakyatlah yang wajib berteriak mendesak pemerintah itu. Sayang uang jika harus menggaji wakil rakyat, tetapi tidak mampu mewakili rakyat.

            Soal demonstrasi yang digelar Bem SI, mahasiswa khususnya Bem SI harus waspada agar menjaga dirinya untuk tetap murni sebagai gerakan mahasiswa, bukan terkesan pesanan atau ditunggangi pihak lain yang ingin membuat rusuh situasi yang mempermalukan mahasiswa sendiri. Kalau saya, gampang saja melihatnya. Jika tuntutan mahasiswa adalah menginginkan Jokowi mundur dari kepresidenan dan menginginkan tegaknya sistem kekhalifahan, itu jelas bukan aspirasi akademis. Itu hanya senilai dengan teriakan emak-emak yang sakit hati, morang-maring, mobat-mabit, nggak karuan karena kebodohannya.

            Untungnya, tuntutan Bem SI tidak ada yang seperti itu. Paling tidak, itu yang saya perhatikan dari penuturan koordinator Bem SI Kaharudin dalam berita yang dilansir Kompas. Ada enam tuntutan Bem SI, yaitu mendesak presiden untuk menolak penundaan pemilu dan masa jabatan tiga periode; menunda dan mengkaji ulang UU IKN; menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di masyarakat; mengusut mafia minyak goreng dan mengevaluasi kinerja menterinya; penyelesaian konflik agraria; menuntaskan janji-janji kampanye sebagai presiden dan wakil presiden.

            Dari keenam tuntutan itu, tidak ada tuntutan Jokowi mundur dan tegaknya sistem kekhalifahan. Mahasiswa lumayan cerdas. Jadi, kalau ada poster, iklan, ajakan, atau provokasi untuk berdemonstrasi menurunkan Jokowi dan menegakkan kekhalifahan, itu bukan dari mahasiswa, melainkan dari emak-emak yang sakit hati dan tidak mau menerima kegagalan dan kekalahan dirinya. Meskipun mereka katanya laki-laki dengan daster putih dan berjubah ditambah janggut, bagi saya mereka sama saja dengan emak-emak yang sakit hati mobat-mabit itu.

            Daripada ngikutin emak-emak itu, mendingan konsentrasi menjalankan ibadat Ramadhan dengan baik agar mendapatkan pahala yang banyak, baik, dan mengantarkan kita menjadi orang yang lebih baik lagi. Dengan demikian, kita akan menciptakan diri dan lingkungan kita sebagai tempat yang lebih baik dalam hidup ini.

            Saya hanya titip pesan kepada para mahasiswa agar jangan malu-maluin. Kalian harus mempelajari segala sesuatunya dengan baik sebelum berdemonstrasi, apalagi ada kaitannya dengan undang-undang. Jangan seperti demonstrasi RUU Omnibuslaw kemarin-kemarin itu. Ternyata, mahasiswa tidak baca dulu undang-undangnya. Penafsirannya juga salah. Itu malu-maluin. Ketika dihadapkan kepada para pembuat undang-undangnya, tidak jelas dalil dan hujahnya. Ditayangin lagi di televisi. Malu-maluin. Nggak ada hasilnya demonstrasi itu, cuma bikin nama baik mahasiswa yang jadi negatif.

            Apa coba hasilnya demo kemarin itu? Tidak ada, kan?

            Kalau ada, kasih tahu saya.

            Di samping itu, jangan suka mengklaim jumlah massa besar kalau hanya sedikit. Bilangnya tujuh juta padahal hanya lima ribu. Bilangnya seribu, padahal hanya dua ratus. Jangan begitu, memalukan.

            Saya suka dengan semangat mahasiswa. Paling tidak, semangat yang dikatakan Kaharudin bahwa mahasiswa berdiri tegak sebagai oposisi, sebagai pengawas, dan pengontrol kebijakan pemerintah. Akan tetapi, sesungguhnya itu adalah pekerjaannya para wakil rakyat karena digaji untuk itu. Mahasiswa secara moral sangat baik memposisikan dirinya seperti itu. Akan tetapi, tugas utama mahasiswa itu adalah kuliah dengan baik karena mereka adalah pelajar. Selesaikan kuliah hingga tuntas, jangan sampai tidak selesai. Malu-maluin. Demonstrasi berteriak memajukan rakyat, tetapi dirinya sendiri nggak maju-maju, bahkan gagal kuliah. Malu-maluin. Apalagi yang mendapatkan beasiswa dari negara, kuliahnya wajib selesai. Kalau tidak selesai kuliahnya, tetapi sudah menggunakan dan memakan uang beasiswa, memalukan sekali jika terus-terusan demonstrasi.

            Hidup mahasiswa!

            Saya juga mau jadi mahasiswa lagi da. Lagi ngumpulin tenaga buat kuliah lagi.

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment