oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Para mahasiswa ini memang
unik. Mereka menyuarakan tuntutan yang sebenarnya sudah mudah sekali dijelaskan
dan diselesaikan. Akan tetapi, ada foto-foto menarik yang bikin semakin seru dan
menggelikan. Ada banyak mahasiswi yang berpose dengan beragam tulisan. Salah
satunya menulis “Lebih Baik 3 Istri
Daripada 3 Periode”. Foto itu saya dapatkan dari TIMES Indonesia.
Entah mereka hanya
bercanda atau memang poster mereka juga adalah tuntutan untuk dijadikan istri
kedua, ketiga, atau keempat. Saya tidak tahu. Mungkin mereka telah mencoba berulang-ulang
untuk menjajagi hubungan dengan pria-pria yang sebaya dengan mereka, tetapi
tidak mendapatkan kenyamanan, ketenangan, dan pengasuhan yang baik. Berantem
melulu. Mungkin juga mereka malah yang banyak ngasih jajan ke cowoknya karena
pacarnya sulit sekali diandalkan dalam hal keuangan. Jadinya, mereka
membayangkan untuk menjadi pasangan dari pria-pria yang sudah mapan dengan
keuangan dan mampu menjadi imam yang lebih baik dibandingkan pacarnya yang
sama-sama ingusan. Tidak tahulah.
Saya jadi teringat pertanyaan seorang pengusaha kepada
saya yang belum pernah bisa saya jawab sampai hari ini.
Dia bertanya, “Kang, kenapa Akang tidak mau poligami,
padahal banyak perempuan yang cinta sama Akang dan mau jadi istri Akang?
Kalau
tidak Akang nikahi, Akang mungkin berdosa karena mungkin saja karena Akang
tidak mau, mereka akhirnya dinikahi oleh para pengedar Narkoba, penjahat, dan
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”
Saya kaget, merenung.
Dia meneruskan kata-katanya, “Saya yakin Akang orang
terpelajar, bertanggung jawab, baik, dan mampu untuk membina keluarga yang
baik.
Kalau
mereka dinikahi orang-orang buruk, bagaimana anak-anak mereka nanti?
Pasti
anak-anaknya dididik dengan buruk dan menjadi keluarga buruk yang menumbuhkan
orang-orang lemah dan buruk. Kalau dinikahi sama Akang, akan tumbuh
keluarga-keluarga yang baik, berprestasi, dan shaleh-shaleh.”
Begitu
kata dia dan sampai hari ini saya tidak bisa menjawab kata-kata dia. Bingung.
Kata-katanya memang benar, kalau dinikahi orang-orang buruk, akan tumbuh
keluarga yang buruk, padahal kita bisa menyelamatkannya. Akan tetapi, jujur
saya pusing menjawabnya dan menanggapinya.
Jawaban
yang paling mudah adalah, “Kita serahkan saja kepada Allah swt.”
Jawaban
seperti itu sebenarnya sangat saya tidak sukai karena meminggirkan pikiran kita
yang telah dianugerahkan Allah swt. Seharusnya, kita bisa menemukan solusinya.
Akan tetapi, karena pusing, jawaban saya seperti itu.
Ketika
dalam demonstrasi 11 April 2022, ada beberapa mahasiswi yang mengangkat poster
tinggi-tinggi semacam itu, bisa jadi memang mereka harus diselamatkan. Kalau
tidak dinikahi oleh orang-orang baik yang Pancasilais dan pecinta NKRI, mereka
bisa jatuh ke pelukan para intoleran, radikalis, dan teroris. Artinya,
orang-orang baik menelantarkan mereka dan membiarkan mereka membentuk
keluarga-keluarga bajingan bodoh cacing cau. Keluarga ini akan menjadi pengacau
ketertiban dan keharmonisan hidup bangsa dan Negara Indonesia. Coba kalau
dinikahi oleh orang-orang baik, insyaallah akan terbentuk keluarga-keluarga yang
baik dan menjadi pilar keharmonisan hidup dalam berbangsa dan bernegara di
Indonesia ini.
Bapak-bapak
yang ganteng dan mapan, apakah tidak terpikirkan untuk menyelamatkan mereka dan
menjadi suami yang baik bagi mereka dengan penuh kasih sayang?
Cobalah
untuk berpikir dan bertindaklah cepat agar tidak membiarkan mereka tumbuh dalam
asuhan para intoleran, radikalis, dan teroris.
Kalau
sudah yakin, segera selamatkan mereka, saya hanya bisa mengucapkan, “Selamat
bertengkar dengan istri di rumah masing-masing.”
Ceuk
saya ge lieur kalau saya dihadapkan pada masalah seperti ini mah.
Hayu ah, wilujeng parasea sareng istrina
masing-masing.
No comments:
Post a Comment