oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Banyak sekali berita atau
informasi yang beredar dan dianggap sebagai kebenaran, tetapi ternyata hoaks,
bohong, palsu, dan menyesatkan. Sementara itu, masyarakat umumnya tidak memiliki
kemampuan untuk membedakan mana yang benar atau mana yang palsu. Bagi para
akademisi yang sudah terbiasa menulis berdasarkan data dan fakta atau bagi para
ulama yang sangat berhati-hati tentang riwayat kerisalahan Islam, tidak terlalu
sulit untuk membedakan mana yang benar dan salah. Akan tetapi, bagi orang
kebanyakan, masih sulit.
Sebetulnya, Allah swt sudah mengajarkan di dalam Al Quran
cara untuk menangkal hoaks. Indonesia mayoritas muslim, tetapi masih sering
menipu atau tertipu dengan hoaks. Itu adalah hal yang aneh. Allah swt
mengajarkan agar kita mendapatkan informasi yang benar agar bertindak benar
dengan menurunkan ayat-ayat tentang “tabayyun”.
Tabayun sendiri memiliki arti “upaya pencarian kejelasan dan penelitian
kebenaran”.
Persoalannya, bagaimana cara tabayun itu?
Kalau pada masa Nabi Muhammad saw, caranya sederhana,
yaitu observasi dan sedikit wawancara dengan pihak-pihak terkait. Dengan cara
seperti itu, isu yang masih samar, bisa segera tampak lebih jelas benarnya atau
lebih jelas salahnya. Hal itu lebih mudah terjadi karena penduduknya sedikit
dan teknologinya tidak serumit kita saat ini.
Sekarang ini memang lebih sulit karena bisa jadi orang
yang bikin hoaks lewat grup WA adalah seorang perempuan pembantu rumah tangga
lulusan SD di Sulawesi, tetapi yang tertipu adalah ustadz bergelar professor
yang tinggal di Jakarta. Ini beneran pernah terjadi lho. Kan malu-maluin. Hal
ini terjadi karena memang ada kesulitan untuk melakukan tabayun sebagaimana
yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad saw dulu. Sekarang ini jaraknya sangat
jauh, penduduknya ratusan juta, teknologinya makin canggih.
Meskipun demikian, segala sesuatunya berkembang,
kejahatan hoaks berkembang, pengetahuan untuk menangkalnya pun berkembang.
Banyak organisasi atau LSM antihoaks memiliki teknik masing-masing, bisa
dipelajari kok kalau mau mah.
Teknik yang ingin saya sampaikan adalah teknik yang
berasal dari dunia jurnalistik. Saya pernah lama menjadi wartawan dan
menggunakan teknik ini ketika membuat tulisan. Teknik ini pernah saya sampaikan
ketika saya diminta menjadi pemateri pada acara “Pelastik 5 (Pelatihan Jurnalistik ke-5), ‘Bersinergi Membangun
Jurnalis Muda’”, 19 Maret 2022, di Hotel Lengkong 2, Bandung yang
diselenggarakan oleh Persmediafar, Universitas Al Ghifari.
Sebetulnya, orang tidak menggunakannya sebagai teknik
menangkal hoaks, tetapi saya menggunakannya untuk itu, melainkan syarat-syarat
menulis berita yang benar. Penulisan berita yang benar dan baik itu harus
memenuhi unsur 5W + 1H, yaitu: “What,
When, Where, Who, Why, and How”.
“What”, adalah
tentang apa yang sedang diinformasikan atau apa yang sedang terjadi dan ditulis
dalam berita.
“When”, adalah tentang kapan atau waktu kejadian yang diberitakan
terjadi.
“Where”, adalah tentang di mana kejadian itu tepatnya
terjadi.
“Who”, adalah tentang siapa saja yang ada atau terlibat
dalam kejadian yang menjadi pusat berita tersebut.
“Why”, adalah tentang mengapa atau alasan terjadinya
kejadian yang sedang diinformasikan.
Terakhir, “How”, adalah tentang bagaimana kejadian itu
bisa terjadi dari awal sampai dengan akhir sehingga jelas kronologisnya.
Begitulah, berita yang baik dan benar ditulis. Artinya,
jika ada informasi atau berita yang tidak memenuhi unsur 5W + 1H itu, pastikan
adalah hoaks. Berita itu cenderung palsu dan menyesatkan. Berita itu akan
menjadi mulai shahih jika keenam unsur itu terpenuhi. Keenam unsur itu baru
teknik dasar, belum tentu shahih juga berita itu jika unsurnya terpenuhi karena
harus dilihat dulu dari mana sumber berita itu berasal.
Apakah dari sumber primer atau sumber sekunder?
Akan lebih jelas jika digunakan juga teknik “cover both side” atau bahkan “cover all side”.
Supaya tidak pusing,
mari kita sama-sama mulai saja dengan menggunakan teknik dasar tadi untuk
menilai hoaks-tidaknya suatu berita. Teliti bahwa berita itu dapat menjawab: Apa?
Kapan? Di Mana? Siapa? Mengapa? Bagaimana?.
Kalau tidak, pastikan berita yang beredar terutama di
grup-grup WA itu adalah dusta dan menyesatkan.
Kalau sudah mulai mahir, kita bisa tingkatkan kemampuan
kita untuk menilai sumber berita primer dan sekunder. Bahkan, kita bisa masuk
ke dalam teknik yang dilakukan Imam Bukhari ketika menentukan suatu kisah
tentang Nabi Muhammad saw itu shahih atau palsu.
Ingat, belajar menganalisa suatu informasi dengan 5W + 1H
supaya kita tidak mudah tertipu, tidak mudah dibohongi, dan belajar untuk tidak
menjadi penipu, pembohong yang jelas munafik.
Jelas ya?
Ciri orang munafik itu ada tiga, yaitu: pembohong,
pengkhianat, dan pengingkar janji.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment