Wednesday, 7 July 2010

Demokrasi Membludakkan Orang-Orang Munafik

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Ciri-ciri orang munafik adalah jika berbicara, dia berdusta; jika berjanji, dia tidak menepatinya; jika diberi kepercayaan, dia berkhianat. Demikian yang kita pelajari sejak kecil tentang ciri-ciri kemunafikan.

Sistem politik demokratis memberikan sumbangan yang besar untuk tumbuhnya orang-orang munafik. Berbicara penuh dusta adalah suatu alat efektif yang dapat digunakan untuk membela, menonjolkan, serta mempertahankan partai dan harga dirinya di samping meruntuhkan kebesaran partai saingannya. Kata-kata dusta sangat sering terjadi saat masa kampanye, baik itu Pemilu legislatif, Pilpres, maupun Pilkada. Demikian pula janji-janji palsu untuk mengelabui rakyat digelar dengan borosnya. Janji adalah alat yang efektif untuk menarik simpati, bahkan tak jarang dengan menggunakan kata-kata Demi Allah. Padahal, janji itu diyakininya sendiri tak dapat mungkin terpenuhi.

Kemurkaan Allah swt yang disebut-sebut nama-Nya pasti akan turun karena janji-janji palsu itu. Orang bijak pernah berkata bahwa agar kita bisa menepati janji, sebaiknya tidak perlu berjanji.

Di samping janji palsu, ada pula janji berat. Artinya, janji itu bisa dilaksanakan, tetapi sangat berat untuk diwujudkan. Akibatnya, sama saja. Janji itu tak bisa dipenuhi.

Di samping itu, jika amanah atau kepercayaan rakyat telah digenggamnya, ia tak lagi begitu peduli dengan janji-janji dulu dan tugas-tugas mulianya. Mereka lebih senang bercengkerama dengan penguasa atau pengusaha untuk menelorkan aturan atau kebijakan yang tidak bijak yang hanya menguntungkan diri dan kelompoknya.

Orang-orang munafik yang pada zaman dulu merupakan sampah di lingkungan masyarakatnya, kini dengan adanya demokrasi jumlahnya semakin banyak, menggunung, dan bebas berkeliaran sebagai orang-orang terhormat.

No comments:

Post a Comment