oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Rasa benci dan enggan kepada Pancasila tampak mengemuka pada masa Orde Baru. Penguasa saat itu hanya menjadikan Pancasila sebagai lips service, verbalisme, dan sloganisme. Pada masa itu Pancasila senantiasa hadir dalam setiap kata-kata yang diucapkan pejabat, tetapi pelaksanaannya nol besar. Tidak ada sikap dan tindakan pemerintah dan kalangan elite politik yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Rakyat dipasung dan dipaksa menerima Pancasila sesuai penafsiran pemerintah. Selain itu, pemerintah Orde Baru hanya menjadikan Pancasila sebagai alat penyeragaman berbagai hal yang berbeda. Pemerintah secara otoriter menekankan bahwa kebenaran hanya datang dari pemerintah, bukan dari rakyat. Tak heran bila kemudian timbul dendam rakyat terhadap penguasa, bahkan ada sekelompok masyarakat yang melampiaskan dendam dengan memilih jalan kekerasan.
Karena dianggap sebagai ideologi politik rezim Orde Baru yang sentralistik, keberadaan Pancasila di era transisi reformasi justru menjadi bias. Di kalangan masyarakat terjadi penolakan yang luar biasa terhadap Pancasila. Bahkan, ada anggapan bahwa mengakui Pancasila sebagai ideologi politik negara berarti mengembalikan Indonesia ke masa Orde Baru yang serba represif. Alasannya, kesaktian Pancasila hanya mitos ciptaan Orde Baru yang dipelihara demi kelanggengan status quo.
Dalam rezim Orde Baru, politik nasional dan setiap perbedaan dalam berbangsa ditiadakan melalui indoktrinasi P4 sehingga segalanya terbentuk dalam wujud monokultur di bidang militer, hukum, birokrasi, dan identitas. Kontrol pemerintah yang berlebihan terhadap kesenian daerah menyangkut isi, moral, kepatuhan, dan politik, telah melahirkan peta semu keindonesiaan dengan tameng Pancasila.
Masyarakat kini enggan karena melihat Pancasila sebagai bagian dari rezim. Pancasila dicap sebagai hegemoni, bagian dari rezim, dan ideologi politik penguasa. Saat ini telah terjadi kelesuan pemahaman mengenai Pancasila. Suara-suara yang mengandung spirit dan semangat Pancasila tenggelam dalam percaturan politik negara. Tampak jelas betapa Pancasila terus terpuruk seiring ambruknya rezim Orde Baru (R. Soeprapto: 20004).
Orde Baru sama dengan Pancasila. Begitu kira-kira yang ada di benak banyak orang. Padahal, sebenarnya tidak seperti itu. Pancasila adalah anugerah Allah swt untuk merekatkan seluruh bangsa ini serta menjadi dasar dan tujuan gambar abstrak dari penyelenggaraan berbangsa dan bertanah air. Pancasila Sakti menjadi Pancasila Sial karena perilaku-perilaku penguasa yang sama sekali bertentangan dengan Pancasila.
Tidak adil rasanya jika Pancasila dituding sebagai penyebab kerusakan bangsa, padahal Pancasila sendiri dirugikan oleh penguasa. Justru negeri ini akan semakin rusak jika benar-benar telah memuseumkan Pancasila.
No comments:
Post a Comment