oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Demokrasi itu inginnya menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Rakyatlah yang menentukan maju mundurnya suatu negeri. Di tangan rakyatlah kedaulatan tertinggi berada. Akan tetapi, semuanya semu, palsu. Rakyat hanya berkuasa saat pemilihan, baik itu legisatif, Pilpres, maupun Pilkada. Selepas pemilihan, rakyat kembali ke baraknya masing-masing dan para petualang politik matanya memelototi angka-angka hasil pemilihan.
Jika telah dicapai angka-angka akhir, terbentuklah pemerintahan yang diisi oleh orang-orang hasil Pemilu. Merekalah yang selanjutnya berkuasa, bukan lagi rakyat. Apabila ternyata hasil pilihan rakyat itu tidak mampu mewakili keinginan masyarakat, rakyat tak bisa berkutik. Mereka harus menunggu Pemilu berikutnya. Rakyat mesti bersabar menderita sampai masa Pemilu. Jika Pemilu digelar lagi, rakyat tertipu lagi, ya harus bersabar menderita terus-terusan. Begitu seterusnya.
Rakyat hanya berkuasa saat “Pesta Demokrasi”. Itulah kedaulatan sesungguhnya dan hanya itu. Adapun parlemen yang dibentuk untuk mewakili rakyat, kenyataannya tak memiliki hubungan langsung dengan pemilihnya serta lebih suka merapat pada kekuasaan dan partainya.
Istilah Pesta Demokrasi pun sesungguhnya semu. Yang dinamakan pesta sudah barang tentu semua dalam keadaan senang bergembira melepaskan sejenak ketegangan yang ada sehari-hari. Apabila tidak diundang oleh kenalan kita yang mengadakan pesta, ada rasa kecewa dalam diri kita karena kita juga ingin bersenang-senang. Seluruh peserta pesta berhura-hura dan tak ada yang dirugikan. Adapun pesta demokrasi mengandung banyak kecemasan, tegang, penuh perhitungan untung rugi, pemilihnya pun dalam keadaan bingung milih ini salah milih itu salah, dan lain sebagainya yang bukan pesta penuh kemeriahan cerah ceria. Pesta itu hanya pesta bual-bualan.
Seharusnya, rakyat itu berdaulat setiap hari, bahkan setiap saat. Rakyat harus diberi keleluasan hakiki untuk memberikan masukan dan memperbaiki keadaan yang ada dengan semangat kebersamaan, bukan kebencian. Demokrasi tidaklah menjamin rakyat menjadi penguasa sesungguhnya. Demokrasi hanya menjadikan rakyat sebagai alat para politisi untuk menjadi penguasa.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa sistem politik yang sekarang terjadi di Indonesia tak akan pernah mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Perilaku politisi, pengusaha, dan birokrat akan terus seperti sekarang ini, bahkan mungkin lebih parah jika diteruskan.
No comments:
Post a Comment