oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Orde Soekarno adalah orde yang terdekat dengan kelahiran Pancasila, bahkan membidaninya. Lihat, bagaimana dengan semangat Pancasila Indonesia berhasil menggebrak dunia dengan Nonblok, merangkai blok ketiga di antara Blok Barat dan Blok Timur. Indonesia menjadi pemimpin yang berada di tengah kedua kekuatan jahat itu. Harus diakui bahwa pengaruh Indonesia sangatlah besar di dunia saat itu, baik di Blok Barat dan Timur yang selalu ketar-ketir, maupun di blok ketiganya sendiri.
Dengan berada di tengah keduanya, bukankah sebagai bangsa beragama mayoritas Islam telah hampir mampu menjadi umat pertengahan, ummatan wasathon, sebagaimana yang diinginkan Allah swt?
Bukan hanya di tengah, melainkan pula menyuarakan pentingnya perbaikan dalam organisasi PBB. Bahkan, Indonesia mengajak negeri-negeri lain untuk bersatu menentang kejahatan tingkat dunia.
Seandainya saja, Pemimpin Besar Revolusi kita tidak bawa-bawa Nasakom, tidak terlalu melindungi komunis/PKI, tentu sejarah akan berbicara lain. Indonesia akan menjadi negara yang sangat dihormati di dunia. Di samping itu, pembangunan kemakmuran bangsa akan lebih baik karena tidak terganggu oleh pertikaian politik dunia yang merembes ke tanah air antara kapitalis dan komunis.
Komunis adalah ajaran yang berantagonis dengan Pancasila sebagai ideologi negara. Walaupun komunisme yang dogmatis itu dapat bertoleransi dan menerima Pancasila, pasti tidak akan mungkin mengakui kebenaran dan keagungan seluruh kesatuan sila dari Pancasila itu (O. Hashem: 1984).
Dengan jatuhnya Soekarno, jatuh pula giginya Nonblok, Nefos, atau Asia Afrika. Kalaupun masih ada, mereka cuma melaksanakan tradisi zaman dulu, pangemut-ngemut. Memang ada beberapa pertemuan di antara mereka dan melahirkan berbagai kerja sama, tetapi hasil-hasil itu sangatlah sulit untuk terlaksana berhubung di setiap negara di dunia ini terkena wabah penyakit kapitalis, komunis, dan demokratis. Hal itu menjadi sebab pula dunia menjadi dua blok yang berseteru, tanpa ada penengah. Kini malah blok itu tak ada, kapitalis telah menjalarkan kekuasaannya.
Sudah saatnya kita kembali menjadi orang adil. Artinya, kalau benci orangnya, jangan benci ajarannya atau dasar hidupnya. Kita benci rezim, tetapi salah jika membenci juga Pancasila. Semestinya, kita mulai melaksanakan Pancasila sebagaimana yang diinginkan oleh Pancasila sendiri.
Pancasila akan menjadi sakti jika ada pendukung yang setia terhadapnya.
Kesulitan bangsa ini untuk melaksanakan Pancasila disebabkan pula belum adanya orang yang dapat dijadikan figur sebagai Pancasilais. Berbeda dengan Islam, siapa pun yang ingin mengamalkan Islam dengan baik, hendaknya ber-uswah kepada Muhammad saw. Rasulullah adalah Al Quran berjalan. Seluruh perilakunya adalah wahyu. Dengan demikian, umat Islam akan menjadikannya sebagai contoh hidup.
Adakah orang yang bisa kita sebut Pancasilais? Coba tunjuk hidungnya dan sebutkan namanya. Soeharto? Cape deh…. Pasti tidak ada.
Meskipun demikian, kita tidak perlu berkecil hati. Jika kita mau kembali kepada diri sendiri, pasti Allah swt akan memberikan jalan. Jalan itu kerap datang dari arah yang tidak kita sangka-sangka.
Kita memang harus kembali pada kekuatan diri sendiri. Bukankah Islam mengajarkan bahwa siapa pun yang mengenal dirinya sendiri, maka ia akan mengenal Tuhannya? Arti kebalikannya adalah siapa pun tak akan mengenal Tuhannya jika tak mengenal dirinya sendiri. Dengan kembali mengenali diri, maka semakin dekat kita kepada Tuhan dan semakin dekat pula dengan kebenaran hakiki. Itulah sakti.
No comments:
Post a Comment