Wednesday 7 July 2010

Demokrasi Itu Menyuburkan Pertengkaran

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Setiap partai tentunya ingin menang. Untuk menang, pasti harus mampu menunjukkan diri sebagai yang terbaik. Untuk menjadi yang terbaik, tentunya harus mengalahkan partai saingannya. Terjadilah adu mulut saling tuding, saling ejek, black campaign, saling fitnah, dan saling buka-buka aib. Harapannya jelas agar rakyat memilih partainya dengan meninggalkan partai saingannya.

Siapa pun jika diejek, dibuka aibnya, dituding, dituduh-tuduh, pasti akan melakukan perlawanan. Contoh busuk adalah seperti yang pernah terjadi di salah satu daerah. Seorang bupati menyuap anggota-anggota DPRD agar usulan dan aturan-aturannya disetujui. Saat itu semua anggota DPRD menerima suapan itu dan diam-diam saja. Akan tetapi, ketika dekat masa Pilkada, beberapa anggota DPRD yang punya jago lain untuk menjadi bupati baru, membuka kedok suapan itu. Lalu, mengembalikan uang suapan itu ke kas negara. Mengapa hal itu tidak dilaporkan dari dulu, tahun-tahun yang lalu saat perilaku suap itu masih baru? Jawabannya adalah jelas ingin kemenangan politik, kekuasaan. Pertengkaran pun terjadi. Perilaku macam apa itu?

Demikian pula dengan yang terjadi di pusat. Ada pejabat negara yang ingin usulannya disetujui DPR. Usulan atau aturan-aturan itu kalau dilihat, memang prorakyat kecil. Akan tetapi, DPR tidak juga menyetujuinya. Oleh sebab itu, Sang Pejabat menggunakan uang negara menyuap anggota DPR. Akhirnya, aturan-aturan yang sangat mulia itu pun disetujui. Akan tetapi, ada pihak lain yang berambisi mendapatkan kedudukan Sang Pejabat. Mereka pun membuka peristiwa penyuapan itu. Akhirnya, Sang Pejabat jatuh, padahal sangat mementingkan rakyat kecil. Namun, ia harus melakukan penyuapan agar programnya bisa terlaksana. Dengan jatuhnya Si Pejabat, hancur pula program kerjanya. Digantilah dengan usulan pejabat penggantinya yang kabarnya kualitas keberpihakannya kepada rakyat kecil sangat rendah. Sistem politik macam apa yang terjadi di negeri ini?

Pertengkaran di tingkat grassroot adalah sangat berbahaya. Para petinggi partai tak bosan-bosannya mendorong kadernya agar selalu mengampanyekan partainya setiap saat. Partai lain disebutnya lebih rendah dan tidak berkualitas. Semua partai begitu. Akibatnya bisa berbahaya. Para pendukung partai bisa berkelahi. Apalagi jika pada masa kampanye, suhu politik memanas, para politisi memutar otak untuk menang.

Hal yang paling gila adalah partai-partai menggunakan Al Quran dan Hadits Nabi. Ketika kampanye, terjadi hujan ayat, hujan hadits. Saat terjadi perselisihan dalam proses pemilihan, mereka saling mengafirkan, saling tuding, kedua belah pihak meneriakkan takbir dengan keras-keras, tetapi dalam keadaan berseberangan. Apa ini?

Pertengkaran itu bukan hanya terjadi antarpartai, melainkan pula di dalam tubuh partai. Setiap aktivis partai yang ingin mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan harus berusaha untuk menduduki posisi-posisi puncak di partainya. Untuk mendapatkan posisi itu, tentunya harus bersaing dengan yang lain. Dimulailah pengelompokan dalam intern partai. Di antara para pendukungnya menyebar isu-isu tak karuan yang bisa benar bisa salah. Di sini pun sudah terjadi pertengkaran hati. Kalau tak selesai, selanjutnya yang merasa dirugikan akan mundur. Ekstremnya keluar partai, lalu mendirikan partai sendiri atau bergabung dengan partai lain untuk kemudian menjadi lawan permanen musuh politiknya yang dulu sahabatan itu.

Bukan hanya di lingkungan legislatif pertengkaran itu terjadi, melainkan pula dengan pihak eksekutif. Tak jarang antara eksekutif dengan legislatif bertemu, lalu mempertahankan pendapatnya masing-masing. Semuanya tegang. Kita menganggap itu suatu kemajuan bangsa. Orang bertengkar dibilang maju.

Untuk pertengkaran dalam rangka demokrasi ini, sudah tercatat dalam sejarah. Tentara adalah yang sangat dirugikan, tetapi yang lain juga merasa rugi, semuanya memang jadi rugi. Pertengkaran akan terus terjadi jika terus berdemokrasi. Anehnya, semua bilang untuk rakyat. Jadi, pertengkaran itu untuk rakyat. Kalau memang sama-sama untuk rakyat, mengapa harus bertengkar?

No comments:

Post a Comment