Friday, 31 January 2020

Diplomasi Pertahanan Gus Dur-Prabowo


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Ketika kita mendengar kata “pertahanan”, biasanya otak kita langsung terhubung dengan militer, prajurit, senjata, peluru, dan perang. Memang dari zaman dulu yang namanya pertahanan selalu berkaitan dengan dunia militer. Bahkan, di Eropa dan Amerika Serikat atau biasanya kita mengistilahkan dengan “barat”, dikenal pemeo bahwa “pertahanan yang terbaik adalah melakukan penyerangan”. Jadi, sebelum dirinya atau negaranya diserang, mereka melakukan penyerangan lebih dulu pada pihak-pihak yang dianggapnya mengancam eksistensi mereka, baik mengancam secara militer, politik, maupun ekonomi. Akan tetapi, sesungguhnya tidak begitu juga. Seiring perkembangan zaman, ada upaya-upaya pertahanan yang tidak selalu harus berkaitan dengan senjata, perang, dan pembunuhan. Upaya diplomasi adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mempertahankan diri.

            Presiden Abdurahman Wahid atau yang kerap dipanggil Gus Dur pernah melakukannya. Pada masa awal menjadi presiden, Gus Dur segera pergi ke berbagai negara untuk bersilaturahmi membangun persahabatan. Perilakunya ini mendapatkan reaksi negatif dari sebagian politisi dan sebagian besar rakyat Indonesia. Mereka menganggap bahwa Gus Dur terlalu sering ke luar negeri dan jarang berada di dalam negeri, padahal kondisi dalam negeri sedang dalam kondisi carut marut karena masa peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Saking seringnya pergi ke luar negeri, nama Gus Dur diplesetkan menjadi “Gus Tour”, Gus yang sering tour ke sana ke mari.

            Ada peribahasa bahwa “berkah orang bodoh adalah bisa berbicara dan berperilaku seenaknya”, tetapi “kutukan orang cerdas dan bijak adalah sulit berbicara dan berperilaku”. Orang bodoh bisa seenaknya berbicara dan berperilaku karena mereka tidak tahu apa-apa atau pemahamannya dangkal. Adapun orang cerdas dan bijak tidak bisa seenaknya, mereka selalu terbatas bicara dan bertindak, tidak bisa bicara dan berperilaku, kecuali memiliki dasar ilmu dan keyakinan yang benar.

            Kita pikir saja diri kita apakah termasuk penerima berkah sebagai orang bodoh atau terkutuk seperti orang bijak dan cerdas.

            Gus Dur dibuli habis-habisan karena orang tidak mengerti yang dilakukannya. Gus Dur berkunjung ke berbagai negara adalah untuk mempererat persahabatan dan menguatkan posisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat itu kondisi negara sedang lumayan terancam, misalnya, Aceh ingin merdeka dengan dorongan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Maluku juga ingin mendirikan negara sendiri dengan aktifnya Republik Maluku Selatan (RMS), demikian pula Papua dengan gerakan-gerakan separatismenya.

            Salah satu syarat berdirinya sebuah negara adalah adanya pengakuan internasional. Artinya, sebuah wilayah dapat dikatakan merdeka dan memiliki negara sendiri jika negara lain yang berdaulat mengakuinya sebagai sebuah negara. Hal itulah yang dicegah Gus Dur. Dengan kunjungannya ke berbagai negara, diharapkan negara lain tidak akan mengakui sepotong wilayah pun dari bagian NKRI sebagai sebuah negara. Dengan persahabatan dan hubungan yang erat, negara lain akan menghormati Gus Dur dan Negara Indonesia. Upayanya ini berhasil, NKRI utuh, tak ada perpecahan. Sayangnya, banyak orang yang tidak mengerti sehingga membulinya habis-habisan.

            Sekarang terjadi juga hal yang mirip terhadap Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto. Dia dibuli karena sering keluar negeri dan jarang terlihat di Indonesia. Prabowo itu sesungguhnya sedang melakukan diplomasi pertahanan. Di samping memang diberi tugas untuk memperkuat Alutsista Indonesia, juga membina hubungan baik dengan negara lain agar Indonesia tetap utuh dan negara lain tidak melakukan aksi-aksi yang tidak perlu terhadap Indonesia. Prabowo melakukannya sebagaimana yang Gus Dur lakukan. Sayangnya, banyak orang yang tidak paham sehingga mengejek dan membuli Prabowo.

            Prabowo itu memiliki anggaran paling besar dari APBN dibandingkan kementerian lain. Sekitar 131,7 triliun yang harus dia kelola dan itu tanggung jawab yang besar untuk pertahanan dan keamanan negara. Oleh sebab itu, tak heran Presiden RI Jokowi segera pasang badan untuk membela Prabowo Subianto karena yakin bahwa Prabowo sedang melakukan tugas-tugas kenegaraannya.

            Jangan mudah ngoceh jika belum paham. Jangan bersuara jika hanya mengandalkan pemahaman yang dangkal apalagi berdasarkan hoax.

            Sampurasun.

Thursday, 30 January 2020

Hindari Virus Corona, Percepat Kepulangan ke Indonesia


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Dalam tulisan yang lalu saya mengatakan bahwa orang Indonesia memiliki daya tahan tubuh lebih kuat terhadap serangan virus flu. Hal itu pun dipuji oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI Terawan. Meskipun demikian, kita tetap harus waspada dan hati-hati. Kalau diserang virus terus-terusan, bisa jebol juga. Ibarat atlet binaragawan terkemuka Ade Ray, pasti kuat ditonjok berulang-ulang oleh anak kelas enam SD. Akan tetapi, jika terus-menerus ditonjok dan tidak berhenti-berhenti, Ade Ray lama-lama pasti kesakitan juga. Oleh sebab itu, evakuasi warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Cina, terutama di Kota Wuhan, Provinsi Hubei harus segera dilaksanakan. Meski daya tahan tubuhnya kuat, kalau kelamaan dibiarin, bahaya juga.

            Pemerintah Republik Indonesia memiliki kewajiban yang pasti dan tidak bisa ditawar-tawar untuk melindungi warganya di mana pun berada. Tak ada seorang Indonesia pun yang tidak berharga sehingga harus ditinggalkan. Semua warga Negara Indonesia adalah berharga dan harus dilindungi sekalipun dia penjahat besar. Negara harus hadir untuk keselamatannya dan hak-haknya tidak dirugikan. Indonesia memang sudah banyak belajar melindungi warganya di mana pun, termasuk mendampingi teroris di Thailand dan pemerkosa besar di Inggris. Soal dia melakukan kejahatan dan bersalah, itu soal lain. Kewajiban pemerintah adalah mendampingi dan melindungi warganya.

            Dalam kasus virus corona adalah sudah kewajiban mutlak negara untuk segera melindungi dan mengevakuasi warganya dari bahaya virus corona yang mematikan. Para pelajar dan para pekerja Indonesia yang jelas memiliki jasa terhadap kemajuan Indonesia harus segara dilindungi.

            Amerika Serikat dan Jepang telah berhasil mengevakuasi warganya dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Indonesia bisa segera belajar dari keberhasilan mereka.

            Kita harus mengapresiasi kerja pemerintah Indonesia yang memang sudah menyiapkan diri untuk mengevakuasi warganya dari Kota Wuhan untuk dikembalikan ke Negara Indonesia. Di samping itu pun, kita harus menghargai pemerintah Indonesia yang memikirkan kebutuhan makanan warganya yang berada di Cina karena persediaan makanan mulai menipis dan banyak pusat perbelanjaan yang ditutup di Cina. Kerja sama antar-kementerian, seperti, Perhubungan, Kesehatan, dan Luar Negeri harus didorong agar lebih cepat bertindak. Berita terakhir menyebutkan bahwa TNI Angkatan Udara sudah sangat siap untuk mengevakuasi warga Negara Indonesia yang berada di Wuhan. Mata dan perhatian mereka hanya tertuju pada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Ketika Menteri Retno mengeluarkan perintah, mereka pun segera bergerak. Adapun Retno masih harus berkoordinasi dengan pemerintah Cina karena segalanya harus berjalan dengan baik dan terkoordinasi.

            Setiap warga Negara Indonesia adalah berharga dan wajib dilindungi. Itu adalah perintah Pembukaan UUD 1945. Semoga pemerintah dapat melaksanakannya dengan cepat dan baik sebagaimana kalimat dalam Proklamasi Kemerdekaan RI, yaitu dilaksanakan “dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Jangan “biar lambat asal selamat” atau tergesa-gesa, “lebih cepat lebih baik”, tetapi berantakan.

              Sampurasun.

Wednesday, 29 January 2020

Semoga Tak Tertular Virus Corona Selamanya


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Di Wuhan dan kota-kota lainnya di Cina yang menjadi medan tempur antara tubuh dan virus corona, banyak orang Indonesia, mungkin ribuan. Mereka ada yang sedang belajar sebagai mahasiswa, juga sebagai pekerja. Sampai hari ini, sampai tulisan ini disusun, mereka tetap sehat dan tidak seorang pun terinfeksi virus corona.

            Hal itu dipuji oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI Terawan, “Orang-orang Indonesia mempunyai daya tahan tubuh yang kuat menurut saya.”

            Kita, sebagai warga Negara Indonesia, layak bersyukur atas berita tersebut. Semoga mereka tetap sehat dan tidak terinfeksi virus corona.

            Saya bukan ahli kesehatan, tetapi sekali dua kali sempat membaca juga tentang kesehatan. Pernyataan Menkes RI tersebut sungguh menarik. Daya tahan tubuh orang Indonesia relatif kuat dari infeksi virus mungkin karena pertama, memang lahir dan hidup lama di Indonesia yang beriklim tropis, memiliki dua musim, hujan dan kemarau. Hal ini seperti dalam tulisan saya yang lalu bahwa virus flu di Indonesia tidak mengakibatkan kematian. Berbeda dengan di negara-negara yang memiliki empat musim, virus flu kerap menimbulkan kematian.

            Kedua, faktor makanan dan minuman. Orang Indonesia yang mayoritas Islam sangat berhati-hati dengan makanan dan minuman. Bahkan, kita terbilang rewel soal ini. Kita ingin selalu makanan yang halal. Tak kurang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) selalu serius soal makanan dan minuman untuk melindungi masyarakat. Makanan halal jelas sehat dan meningkatkan kualitas ketahanan tubuh. Berbeda dengan makanan dan minuman haram yang merusakkan tubuh sehingga memudahkan tubuh diserang virus penyakit apa saja.

            Ketiga, kebahagiaan. Mereka yang berada di Cina tetap berkomunikasi dengan keluarga dan orang-orang terdekatnya di Indonesia. Saling melepas rindu melalui alat komunikasi, saling memberi semangat, dan terus saling mendoakan meskipun dengan kondisi jarak yang jauh. Hal itu membuat hati bahagia dan hidup tetap semangat, “full of life”. Di samping itu, komunikasi yang baik dan doa menimbulkan getaran cinta yang luar biasa menyenangkan. Dalam ajaran Islam dipahami bahwa “doa adalah senjata orang beriman”. Doa bisa menembus ruang dan waktu. Di mana pun kita berada, doa tetap bisa sampai dan membuat kenyamanan tersendiri. Bahkan, doa mampu menghubungkan alam nyata dengan alam gaib serta yang hidup dengan yang mati. Luar biasa memang energi doa itu. Dengan perasaan rindu, saling memiliki, saling memberikan semangat, saling mencintai, dan saling mendoakan membuat tubuh sehat karena mengalirkan magnet listrik yang menyegarkan jiwa dan fisik. Orang-orang yang belajar ilmu tenaga dalam pasti tahu hal ini.

            Dua hari ini beredar video-video warga Kota Wuhan yang jumlahnya 11 juta itu saling berteriak bersahutan memberikan semangat hidup dalam keadaan kota itu diisolasi, tidak boleh ada yang masuk dan tidak ada yang boleh keluar dari kota. Hal itu secara naluriah sebagai manusia dilakukan untuk mendorong harapan hidup dan menguatkan tubuh untuk lebih segar dan sehat. Selain, itu ada juga video mahasiswa-mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia yang bersama-sama mengepalkan tangan untuk memberikan semangat dan cinta kepada saudara-saudaranya sesama mahasiswa yang sedang belajar di Cina, khususnya yang sedang terisolasi di Kota Wuhan.

            Dalam tradisi kita, sebagai orang Indonesia, juga begitu, bukan?

            Kalau ada kenalan yang sakit, kita akan menengoknya untuk memberikan harapan dan kekuatan di samping menunjukkan bahwa Si Sakit tidak pernah kita tinggalkan. Itu akan menguatkan jiwa sehingga mendorong kesehatan tubuh.

            Semoga saudara-saudara kita sesama bangsa Indonesia tetap sehat selamanya tidak terinfeksi virus corona. Berikan semangat, cinta, dan doa untuk mereka di Cina. Jangan lupa pula berikan semangat, cinta, dan doa untuk mereka sesama manusia meskipun berbeda ras, tempat lahir, dan agama. Kita manusia adalah bersaudara karena berasal dari “Zat Yang Satu”, ‘Allah swt’.

            Sampurasun.

Tuesday, 28 January 2020

Menyikapi Virus Corona


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Seorang murid saya, perempuan, ketika jam istirahat di MA Mawaddi, Banjaran, Bandung, bertanya, “Pak, kapan kita di-vaksin?”

            Agak heran juga mendengar pertanyaan itu, biasanya dia suka lari menghindar kalau ada petugas kesehatan melakukan penyuntikan, malah sebagian temannya menangis, “Vaksin apa? Emang sekarang ada jadwal vaksin, gitu?”

            “Vaksin virus corona,” katanya.

            Ow, ternyata itu. Ketakutan mereka terhadap alat suntik dikalahkan oleh ketakutan mereka terhadap penyebaran virus corona. Mereka mungkin membacanya dari tulisan-tulisan di Medsos mereka.

            Saya jelaskan saja di kelas sepanjang yang saya tahu hingga tulisan ini dibuat. Sampai saat ini “World Health Organization”, WHO, Organisasi Kesehatan Dunia, belum menjelaskan virus corona dengan terang asalnya, cara penyebarannya, dan obat pastinya. Demikian pula Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI belum menjelaskan dengan detail sebagaimana WHO. Semua masih dugaan-dugaan dan masih melakukan penelitian.

            Di Medsos berseliweran berbagai tulisan tentang virus corona, ada yang mengatakan dari kelelawar hingga merupakan senjata biologis. Itu boleh saja berpendapat, tetapi semuanya juga masih dugaan yang terbuka lebar untuk diuji dan diteliti. Sebelum hasil penelitian resmi menurunkan rilis, semuanya masih dugaan.

            Jika kita memperhatikan pendapat beberapa dokter yang diwawancarai beberapa stasiun televisi di Indonesia, virus corona itu memang mirip virus flu biasa yang menyebar lewat udara, makanan, atau barang-barang. Bedanya, virus corona bisa menyerang tubuh dalam waktu yang singkat dengan akibat yang luar biasa mematikan. Oleh sebab itu, kita mengantisipasinya harus sebagaimana terhadap virus biasa, yaitu meningkatkan kekebalan dan ketahanan tubuh kita. Caranya, cukup makan, cukup istirahat, cukup olah raga, sering mencuci tangan dengan sabun, menghindari mereka yang sedang sakit, jangan memikirkan hal-hal yang tidak perlu dipikirkan, jangan begadang, dan jangan terlalu sering main game di gadget. Jika tidak begitu, kekebalan tubuh kita akan menurun dan mudah diserang virus penyakit.

            Meskipun demikian, ada harapan bahwa Indonesia ini tidak mudah diserang virus flu, bahkan virus flu tidak mematikan. Hal itu karena Indonesia memiliki iklim tropis, hanya ada dua musim, hujan dan kemarau. Berbeda dengan negara lain yang memiliki empat musim, virus flu bisa menimbulkan kematian. Di negara-negara itu banyak kasus orang meninggal gara-gara pilek yang di Indonesia tidak terdengar kasus serupa itu.

            Coba lihat di Indonesia, orang yang sakit flu atau pilek itu biasa-biasa saja. Bahkan, kalau musim layangan tiba, anak-anak laki-laki terbiasa main layangan di tengah terik Matahari dengan membawa “Apollo 11”, yaitu penyakit flu yang mirip pesawat Apollo 11. Di hidungnya meler angka sebelas berupa ingus yang turun tidak sengaja. Mereka terus main layangan meskipun ingus itu turun dari hidung mereka hingga mencapai bibir atas mereka. Ketika ingus itu mulai terasa di bibir, lidah mereka mulai menjilatnya, lalu secepat kilat dengan menggunakan kecepatan roket Apollo mereka menyedot lagi ingus itu hingga masuk lagi ke dalam hidungnya. Hilanglah ingus itu. Itulah yang disebut Apollo 11. Besoknya, mereka tetap main layangan sambil tetap membawa Apollo 11 di hidungnya. Bahkan, kalau tersinggung oleh temannya gara-gara layangan, mereka menyapu ingusnya dengan tangannya hingga nempel ke pipi dan mereka tetap nyaman meskipun ingus itu kering di pipinya dan di punggung tangannya.

            Hal itu disebabkan virus flu di Indonesia dapat diatasi dengan mudah. Meskipun demikian, jangan ditantang juga virus itu di Indonesia. Kita harus tetap meningkatkan kekebalan tubuh dan menjaga kesehatan.

            Virus Apollo 11 mudah kita lumpuhkan, tetapi jangan mengundang virus corona ke Indonesia. Kita tetap harus meningkatkan kekebalan tubuh dan menjaga kesehatan. Semoga Allah swt selalu melindungi kita, baik dari penyakit lahir maupun penyakit batin. Aamiin.

            Sampurasun.

Sunday, 26 January 2020

Jangan Hubungkan antara Virus Corona dengan Kasus Uighur


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Beberapa hari terakhir ini banyak tulisan atau status di Medsos yang menyatakan bahwa virus corona yang berawal dari Kota Wuhan, Cina itu merupakan pembalasan Allah swt atas tindakan penganiayaan yang dilakukan Cina terhadap etnis Uighur, Xinjiang.

            Saya ingin bertanya, dasar pemikiran itu datang dari mana?

            Apa ada dalam Al Quran atau hadits yang secara tegas menyatakan bahwa Cina dihukum gara-gara menganiaya Uighur?

            Apakah ada orangnya yang mendapat berita dari Allah swt langsung tentang hal itu? Mendapatkan wangsit? Ilham? Apa?

            
Paling-paling juga membandingkan kisah-kisah dalam Al Quran, misalnya, hukuman pada kaum Nabi Luth as yang berdosa, kaum Firaun yang menganiaya kaum Nabi Musa as, atau kaum Nabi Soleh as yang dihukum karena kesombongannya. Paling-paling membandingkan seperti itu, tetapi dasar pikirannya pendek.

            Kita sudah tahu bahwa dunia terbagi dua pendapat soal Uighur ini. Pertama, mereka yang percaya bahwa di Uighur terjadi penganiayaan dan kekerasan. Oleh sebab itu mereka protes kepada pemerintah Cina. Jumlah negara yang percaya adanya penyiksaan itu ada 22 negara yang tergolong Barat-Kapitalis. Kedua, negara-negara yang tidak percaya ada penyiksaan terhadap muslim Uighur. Jumlahnya ada 37 negara. Mereka bahkan mendukung sikap Cina dalam mengatasi masalah Uighur di Xinjiang. Negara-negara ini termasuk negara yang mayoritas berpenduduk muslim, termasuk Indonesia, Turki, dan Arab Saudi.

            Pemerintah Cina sendiri mempersilakan negara mana pun, baik yang percaya ada penyiksaan maupun tidak percaya untuk datang sendiri ke Xinjiang agar melihat keadaan yang sebenarnya. Tidak berapa lama kemudian, isu ini berhenti dengan sendirinya.

             Oleh sebab itu, saya bertanya, dari mana datangnya pemikiran bahwa kasus corona itu merupakan pembalasan dari Allah swt atas kasus Uighur?

            Kalaupun iya memang terjadi penyiksaan di Uighur dan Allah swt melakukan pembalasan, mengapa negara-negara yang justru terkesan membela Uighur pun terkena virus corona? Padahal, mereka yang protes keras terhadap Cina? Padahal, mereka yang tampil sebagai pembela Uighur?

            Seharusnya kan mereka terlindungi dari virus corona karena telah membela Uighur, iya kan?

            Perlu diketahui, sampai hari ini, sampai tulisan ini dibuat, negara-negara yang terjangkiti virus corona adalah Kanada, Cina, Jepang, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Nepal, Perancis,  dan Australia.

            Itu adalah daftar terbaru dari Kompas.

            Mengapa Amerika Serikat, Perancis, Kanada, Jepang, Australia yang sangat getol dari awal bersuara keras menuduh Cina melakukan penyiksaan terhadap etnis Uighur justru masuk dalam daftar negara awal yang terjangkiti virus corona?

            Apakah sama mereka juga dihukum Allah swt karena kasus Uighur? Bukankah justru mereka adalah negara-negara pembela Uighur?

            Kan jadi tidak masuk akal.

            Bagi saya, virus corona tidak ada hubungannya dengan kasus Uighur. Pertama, tak ada bukti yang nyata tentang penyiksaan yang terjadi di Xinjiang. Kedua, negara-negara yang disebut pembela Uighur pun terjangkiti virus corona. Ketiga, penyakit yang diakibatkan oleh virus corona adalah kesalahan manusia sendiri karena mengonsumsi binatang yang sebetulnya bukan untuk dikonsumsi.

            Mudah-mudahan virus ini tidak menyebar lagi ke mana-mana dan tidak ada lagi negara yang terjangkiti. Kalaupun sudah ada yang terjangkiti semoga Allah swt menurunkan obatnya dan manusia dapat terselamatkan dari virus mematikan ini. Aamiin.

            Sampurasun.

Saturday, 25 January 2020

Catat Tanggalnya, Lihat Buktinya


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Kemunculan “Sunda Empire” mengalahkan kehebohan “Keraton Agung Sejagat, Kesultanan Selacau,” dan “Kelompok Negara Rakyat Nusantara”. Pernyataan-pernyataan dari Sunda Empire yang berapi-api penuh keyakinan menguasai pemerintahan-pemerintahan di muka Bumi ini membuat daya tarik luar biasa. Hal itu ditambah lagi dikabarkan mereka memiliki hubungan dengan Jack Ma dan Bill Gates, orang-orang kaya dan berpengaruh di dunia.

            Sebenarnya, kita tinggal menonton saja perjalanan Sunda Empire dalam mengumpulkan negara-negara di dunia dalam kekuasaannya. Toh, tanggal pastinya sudah mereka kemukakan sendiri. Mereka mengklaim bahwa negara-negara terkemuka di dunia ini harus mendaftar ulang karena masa pemerintahan dunia sudah habis, sudah selesai. Negara-negara itu harus datang ke Bandung untuk registrasi ulang mulai 15 Agustus s.d. 24 Oktober 2020. Jika negara-negara itu tidak melakukan her registrasi, seluruh bantuan keuangan kemanusiaan akan dikunci dan dihentikan oleh pihak Sunda Empire. Artinya, kemungkinan negara-negara itu akan goncang dan bangkrut. Jangan lupa pula bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus ikut daftar ulang.

            Tanggal pastinya sudah mereka sebutkan dan ancamannya pun sudah mereka jelaskan. Kita tinggal menonton saja menyaksikan perjalanan kisah yang mereka paparkan itu.

            Semua, seluruh penduduk dunia, boleh berpendapat apa saja. Boleh setuju, boleh tidak.  Boleh menganggap Sunda Empire benar, boleh menganggap Sunda Empire mengada-ada. Sebelum tanggal pasti itu tiba¸ berbagai pendapat sangat mungkin terjadi berseliweran. Itu wajar. Akan tetapi, semua akan lebih tampak jelas saat tiba 15 Agustus s.d. 24 Oktober 2020 di Bandung.

            Sementara menunggu tanggal itu tiba, kita tetap saja harus beraktivitas sebagaimana biasanya. Jangan terlalu terobsesi. Biasa saja. Tenang saja.

            Catat tanggalnya, lihat buktinya.

            Sampurasun.

Terima Kasih AS, tetapi Tidak


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Penolakan yang dilakukan Mahfud M.D. atas tawaran yang diberikan Amerika Serikat (AS) untuk membantu Indonesia dalam menghadapi Cina (25-01-2020) terkait masalah di Laut Natuna Utara adalah sangat tepat. Sebagai orang Indonesia yang memiliki nilai dan tata-titi khas dalam bergaul, tentunya kita harus berterima kasih atas tawaran bantuan yang diberikan AS dalam menghadapi masalah. Akan tetapi, kita pun harus mengerti bahwa dalam pergaulan internasional, tidak ada yang gratis, “no free lunch”, ‘tak ada makan siang gratis’. Semua pasti ada maunya. Demikian pula dengan tawaran bantuan dari AS. Mereka menawarkan bantuan karena ada maunya, minimal mendapat “teman” dalam menghadapi Cina karena AS dengan Cina sedang perang dagang. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan Menkopolhukam Mahfud M.D. menolak bantuan AS.

            Dilihat dari sisi politik luar negeri Indonesia yang “bebas dan aktif” sangat tepat. Kita tidak mau dipengaruhi atau ditekan pihak mana pun dan ingin aktif mendorong perdamaian dunia. Jika terseret pada konflik negara lain, kita akan tidak bebas dan sulit aktif mendorong perdamaian dunia.

            Di samping itu, masalah dengan Cina secara perlahan bertahap, namun tegas sudah dilakukan dan hasilnya tampak nyata.  Urusan dengan Cina itu masih sekedar pelanggaran hukum yang dilakukan Cina  terhadap kawasan hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna Utara, bukan perang. Cara mengatasinya, cukup nelayan Cina ditangkap dan coast guard Cina diusir atas nama hukum yang berlaku secara internasional.

            Sekarang Cina mundur dari kawasan itu, lalu mengeluarkan pengakuan bahwa Laut Natuna Utara adalah milik Indonesia. Meskipun demikian, Indonesia harus tetap waspada karena dulu juga Cina begitu kok. Ketika Susi Pudjiastuti masih menjadi menteri dan marah dengan lantang pada Cina, lalu melakukan penenggelaman kapal, Cina mundur dan mengakui hak berdaulat Indonesia di kawasan itu, tetapi ketika Indonesia lengah, mereka mencuri lagi.

            Sikap yang diambil Indonesia melalui Mahfud M.D. sudah tepat. Konflik dengan Cina tidak membesar dan meluas, persahabatan dengan Cina bisa terus dijalin, persahabatan dengan Amerika Serikat juga tetap terjaga, serta Indonesia tetap memiliki harga diri dan tetap pada jalur politik luar negeri bebas dan aktif.

            Martabat Indonesia pun insyaallah akan semakin meningkat secara militer dalam menjaga negaranya di darat, di laut, dan di udara jika Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto berhasil membeli banyak kapal selam, pesawat tempur, dan Alutsista lainnya. Dengan demikian, Indonesia semakin mandiri dan kuat, tidak perlu bersandar hidup pada negara lain.

            Terima kasih Amerika Serikat, tetapi kami bisa mengatasinya sendiri.

            Sampurasun.

Friday, 24 January 2020

Korupsi

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu “corruptio, corrumpere”, dalam bahasa Inggris disebut “corruption, corrupt”. Artinya busuk atau rusak. Tindakan korup berarti tindakan pembusukan atau perusakan.

            Korupsi bisa terjadi di mana saja, mulai lingkup sempit, kecil hingga lingkup besar dan luas.

            Jika melakukan korupsi di dalam keluarga kita, itu artinya kita sedang melakukan pembusukan atau perusakan terhadap keluarga kita. Korupsi di dalam keluarga bisa dilakukan siapa saja. Bisa dilakukan ayah, ibu, atau anak-anak. Jangan harap keluarga itu bakal bahagia jika di dalamnya ada tindakan korup.

            Pengennya sih, berdoanya sih menjadi keluarga yang “sakinah mawaddah warohmah”, ‘tenteram, bahagia, penuh cintah dan berlimpah kasih sayang’, tetapi di dalamnya terjadi perilaku korup yang berulang-ulang. Keluarga itu kemungkinan akan dirundung pusing dan terus pusing. Mudah-mudahan tidak sampai berantakan.

            Jika kita melakukan korupsi di masjid, pesantren, atau tempat ibadat lainnya, itu artinya kita sedang melakukan pembusukan dan perusakan pada masjid, pesantren, atau tempat ibadat lainnya. Akibatnya, banyak timbul masalah di tempat-tempat itu. Seharusnya, masjid atau tempat ibadat itu menjadi tempat untuk menyelesaikan masalah masyarakat dan menenangkan hati umat, tetapi bisa terjadi kebalikannya, malah menjadi tempat munculnya banyak masalah umat. Itu bisa jadi ada korupsi di sana.

            Jika kita korupsi di lingkungan teman sekolah, teman kuliah, teman bermain, itu artinya kita sedang membusukkan dan merusakkan hubungan pertemanan kita. Kalau butuh uang, baiknya terus terang saja. Misalnya, disuruh guru atau dosen fotokopi buku, jangan bilang Rp2.000,- kalau ternyata hanya Rp1.500,-. Lebih baik terus terang saja harga sebenarnya, minta saja lebihnya untuk uang lelah. Itu lebih baik.

            Jika kita korupsi di tempat kerja, itu artinya kita sedang melakukan perusakan dan pembusukan di tempat kerja. Korupsi ini bisa dilakukan atasan, pemimpin, bawahan, atau karyawan.

            Bagaimana perusahaannya bisa maju, jika di dalamnya terjadi pembusukan dan perusakan?

            Jika kita menjadi penyelenggara negara, lalu melakukan korupsi, itu artinya kita melakukan pembusukan dan perusakan pada negara. Negara yang didalamnya penuh dengan perilaku korup, sulit untuk maju dan selalu tertatih-tatih dalam mencapai kesuksesan, bahkan bisa sempoyongan, lalu jatuhlah menjadi negara yang gagal.

            So, jangan korupsi supaya kita tidak menjadi pribadi-pribadi perusak dan pembusuk. Yakinlah “jodo, pati, bagja, cilaka” sudah diatur Allah swt. Rezeki tidak akan tertukar alamatnya.

            Mari jangan korupsi mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, dan mulai saat ini juga.

            Sampurasun.

Negara Bergantung pada Rakyat


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Maju dan mundurnya suatu negara, kaya dan miskinnya suatu negara, tertib dan kacaunya suatu negara sesungguhnya bergantung pada rakyatnya sendiri. Bukan sebaliknya, rakyat bergantung pada negaranya. Dalam suatu negara yang menganut sistem republik lebih jelas terlihat karena para penyelenggara negara pun berasal dari rakyat. Jadi, salah jika kita hidup bergantung pada negara, sebenarnya kitalah yang harus menghidupi negara.

            Contoh sederhana adalah pada zaman dulu, sebelum penjajah datang, sudah saya tulis pada tulisan yang lalu bahwa Indonesia ini disebut sebagai “jaziratul muluk”, ‘tanah yang banyak rajanya’. Keberlangsungan hidup kerajaan-kerajaan itu sangat bergantung pada rakyatnya. Keluarga kerajaan bersama-sama rakyat membuka lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Rakyat bebas memilih lahan di mana saja. Hasil dari pertanian, perkebunan, atau peternakan rakyat diserahkan pada pihak kerajaan sebanyak 10% atau 20%. Dari pajak yang dikumpulkan itulah kerajaan dapat hidup. Oleh sebab itu, pihak istana selalu mewanti-wanti pejabat di bawahnya agar tidak menyakiti rakyatnya. Jika rakyat tersakiti atau diperlakukan tidak adil, rakyat akan protes. Demonstrasi yang dilakukan rakyat saat itu bukan seperti sekarang ini, mengerahkan massa, melainkan pindah ke kerajaan lain yang dianggap lebih menyenangkan dan lebih adil. Hal itulah yang menyebabkan adanya kerajaan yang bertambah kuat dan ada yang hancur, hilang sama sekali.

            Apa artinya sebuah kerajaan yang tidak mempunyai rakyat?

            Sekarang pun sama saja sebenarnya, negara itu hidup karena rakyatnya. Pendapatan negara atau yang kita kenal dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah berasal dari aktivitas masyarakat yang membayar pajak, berbelanja, transaksi bisnis, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hibah, dan  lain sebagainya. Pendek kata, mayoritas keuangan negara itu berasal dari rakyatnya sendiri ditambah usaha negara sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan, kemunduran, kekayaan, kemiskinan, kehancuran negara disebabkan oleh rakyatnya sendiri. Uang-uang yang dikumpulkan menjadi APBN dan atau APBD itu dikembalikan lagi kepada rakyat berupa keamanan, pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, sosial, berbagai subsidi, dan lain sebagainya.

            Hal tersebut menunjukkan bahwa jika ingin negara maju dan sejahtera, kembali lagi pada perilaku rakyatnya sendiri. Rakyat harus belajar keras dan bekerja keras agar punya banyak uang, lalu mampu bertransaksi dan membayar pajak lebih banyak. Jika rakyatnya malas belajar dan bekerja, hasilnya pun akan datang “malas-malasan”, keuangan negara akan kecil yang akibatnya selalu berada dalam kesusahan.

            Di samping itu, rakyat yang kemudian telah berubah posisi menjadi penyelenggara atau pejabat memiliki kewajiban untuk mengatur uang-uang rakyat yang telah terkumpul itu kembali lagi kepada rakyat dengan baik dan adil. Untuk saat ini, hal yang paling utama wajib dilakukan negara adalah “memerangi korupsi” dan “meningkatkan kualitas pendidikan”. Hal itu disebabkan saya percaya kepada Menteri Keuangan RI Sri Mulyani bahwa musuh terbesar Indonesia saat ini  adalah “korupsi” dan “pendidikan yang buruk”.

            Begitu, Bro.

            Sampurasun.

Thursday, 23 January 2020

Situasi Sunda dalam Uga Wangsit Siliwangi


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh munculnya kerajaan-kerajaan baru di Indonesia. Ada yang memang benar-benar baru, ada pula yang mengaku merupakan kelanjutan dari kerajaan lama. Hal yang menarik adalah berita-berita yang beredar semakin menjurus ke arah  kerajaan-kerajaan yang bersuku Sunda. Hal ini bisa dilihat dari keresahan keluarga kerajaan “Sumedang Larang” dan “Galuh”. Kedua kerajaan ini sah dan diakui, baik oleh masyarakat maupun pemerintah Republik Indonesia. Keduanya cukup kaget dengan kehadiran “Sunda Empire” di Bandung dan “Kesultanan Selacau” di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kerajaan-kerajaan ini mencoba beradu data, fakta, latar belakang, sumber ajaran, wilayah, situs-situs, tradisi, dan pusaka peninggalan leluhur. Meskipun pertentangannya tidak keras, tetapi perbedaan-perbedaan itu nyata ada dan menimbulkan kesemrawutan sejarah. Hal ini akan sangat berpengaruh, terutama kepada masyarakat awam.

            Terkait hal itu, segera saja saya teringat pada “Uga Wangsit Siliwangi”. Uga itu biasa diartikan sebagai ramalan, prediksi, ataupun “berita masa depan”.

            Dalam Uga Wangsit Siliwangi pada alinea keenam, sudah dijelaskan akan adanya mereka yang melakukan pengacauan sejarah dan data tentang Pajajaran. Berita-berita akhir-akhir ini seolah-olah sedang terjadi kekacauan kronologis sejarah itu.

            Coba perhatikan bagian akhir dari alinea keenam dalam Uga Wangsit Siliwangi tersebut.

            Dalam bahasa Sunda:

            “….Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.”

            Dalam bahasa Indonesia:

            “….Sejak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, kecuali nama untuk mereka yang menelusurinya. Hal itu disebabkan bukti yang ada akan diingkari banyak pihak! Akan tetapi, nanti, suatu saat, akan ada yang mencoba-coba supaya yang hilang dapat ditemukan kembali. Memang bisa, hanya menelusurinya harus menggunakan dasar-dasar yang jelas. Namun, mereka yang menelusurinya banyak yang petantang-petenteng merasa diri paling pintar dan paling benar. Kalau berbicara, suka berlebihan. Mereka memang harus menjadi orang-orang brengsek dulu.”

            Begitulah yang tertulis dalam Uga Wangsit Siliwangi. Tak perlu heran dan aneh dengan banyaknya kisah yang sangat mungkin beradu dan bertolak belakang. Toh, dari ratusan tahun lalu sudah diprediksikan terjadi. Paling-paling kita cuma kesal dan merasa lucu.

            Meskipun demikian, suatu saat akan ada yang meluruskannya dengan benar. Dialah yang disebut-sebut sebagai “Budak Angon” yang dalam istilah Jawa disebut “Cah Angon”, ‘Anak Gembala’. Bukan hanya meluruskan sejarah, melainkan pula meluruskan kehidupan di Indonesia mencapai kejayaannya. Dalam berbagai ramalan dari Suku Jawa, Cah Angon ini disebut pula “Imam Mahdi” yang memiliki dua istana: satu di Mekah, satu di Pulau Jawa. Artinya, dia muslim yang mencintai Negara Indonesia.

            Sikapilah prediksi itu dengan tenang dan jangan terlalu terobsesi. Kalaulah memang itu harus terjadi dan sudah ada dalam rencana Allah swt, peristiwa itu bakal terjadi. Tidak perlu hidup bersandar pada ramalan. Kita hidup di alam nyata yang harus belajar, bekerja, berkarir, bersosialisasi, beribadat, dan berprestasi, baik di hadapan Allah swt maupun di hadapan manusia.

            Sampurasun.

Wednesday, 22 January 2020

Mengaku Keturunan Raja


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sebetulnya, dari dulu hingga hari ini banyak orang yang mengaku keturunan raja, ratu, atau sultan  dari sebuah kerajaan tertentu. Mereka biasanya menunjukkan barang, sertifikat, atau pusaka untuk memperkuat pengakuan mereka. Di samping itu, tentu saja memiliki ribuan kisah tentang leluhurnya yang diklaim sebagai sejarah dan kebenaran. Kita memang sering salah bersikap terhadap mereka karena tidak memiliki pengetahuan yang lengkap tentang mereka. Mau percaya, takut bohong. Kalau tidak percaya, ternyata memang benar.

            Untuk membuktikan kebenarannya, dari dulu hingga sekarang susahnya bukan main. Ketika masih zaman kolonial Belanda saja, untuk menjelaskan Prabu Siliwangi dan keturunannya, sangat sulit. Tak kurang dari Pangeran Wangsakerta yang berasal dari Kesultanan Cirebon pernah menelusurinya.  Hasilnya, tetap tidak jelas. Hingga kini masyarakat tetap terbagi tiga golongan dalam memandang Prabu Siliwangi. Pertama, golongan yang menganggap bahwa Prabu Siliwangi adalah tokoh nyata dan memang pernah hidup dalam mengayomi manusia. Kedua, golongan yang menganggap bahwa Prabu Siliwangi adalah tokoh sastra hasil karya para juru pantun atau juru dongeng. Ketiga, golongan yang memandang Prabu Siliwangi adalah tokoh mitos, dianggap ada, padahal tidak pernah ada. Saya sendiri berpendapat bahwa Prabu Siliwangi adalah tokoh nyata dan pernah hidup memberikan banyak ajaran serta mengelola kerajaan dengan sangat baik, nyaris tanpa cela.

            Dari penelurusan Pangeran Wangsakerta, ada kenyataan yang sangat menarik bahwa banyak orang yang mengaku dirinya keturunan Prabu Siliwangi hanyalah untuk mendapatkan keuntungan duniawi. Mereka hanya ingin dihormati dan dipatuhi rakyat serta diberi berbagai fasilitas oleh Belanda yang saat itu berkuasa.

            Saat ini pun untuk menelusuri kebenaran mereka yang mengaku-aku keturunan para raja, cukup sulit. Bahkan, banyak yang ternyata dusta, bohong. Hal ini pernah ditelusuri oleh Prof. Dr. Nina Lubis, Guru Besar Universitas Padjadjaran, perempuan pertama Indonesia yang mendapat gelar profesor untuk bidang ilmu sejarah. Nina Lubis pula yang bersedia menolong saya untuk menjadi pembicara dalam launching buku yang saya susun, “Gubernur Jawa Barat dari Masa ke Masa” di Hotel Horizon, Bandung.


Bersama Prof. Dr. Nina Lubis saat acara silaturahmi raja-raja se-Nusantara di Gedung Merdeka, Bandung

            Menurut Nina Lubis, ketika melakukan penelusuran, ternyata banyak yang hanya mengaku-aku. Dalam kenyataannya, mereka bukan keturunan raja, melainkan anak-anak dari pegawai demang, pegawai kelurahan, pembantu istana, dan lain sebagainya. Mereka hanya membawa satu atau dua pusaka yang diklaim sebagai peninggalan kerajaan. Motivasi mereka mengaku-aku sebagai keturunan kerajaan tertentu itu beragam, bisa ingn dihormati, ingin mendapatkan kekuasaan, atau ingin fasilitas lebih dibandingkan orang lain.


            Pada masa sekarang ini ketika para raja sudah tidak lagi memiliki kekuatan politik—kecuali di Yogyakarta—sebaiknya bersama masyarakat untuk sering berdiskusi dan memberikan masukan, baik pada masyarakat maupun pada pemerintah agar tetap menjaga jati diri sebagai bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Indonesia serta bersama-sama berbuat agar negara berjalan pada jalurnya yang benar. Soal kedudukan politik, baik keturunan raja maupun rakyat biasa, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkannya. Dalam sistem demokrasi ini, baik keturunan raja maupun rakyat biasa, bisa memiliki kedudukan dan kekuasaan politik, asal mendapatkan kepercayaan dari masyarakat melalui proses pemilihan umum (Pemilu).

            Sampurasun.