Friday, 24 January 2020

Negara Bergantung pada Rakyat


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Maju dan mundurnya suatu negara, kaya dan miskinnya suatu negara, tertib dan kacaunya suatu negara sesungguhnya bergantung pada rakyatnya sendiri. Bukan sebaliknya, rakyat bergantung pada negaranya. Dalam suatu negara yang menganut sistem republik lebih jelas terlihat karena para penyelenggara negara pun berasal dari rakyat. Jadi, salah jika kita hidup bergantung pada negara, sebenarnya kitalah yang harus menghidupi negara.

            Contoh sederhana adalah pada zaman dulu, sebelum penjajah datang, sudah saya tulis pada tulisan yang lalu bahwa Indonesia ini disebut sebagai “jaziratul muluk”, ‘tanah yang banyak rajanya’. Keberlangsungan hidup kerajaan-kerajaan itu sangat bergantung pada rakyatnya. Keluarga kerajaan bersama-sama rakyat membuka lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Rakyat bebas memilih lahan di mana saja. Hasil dari pertanian, perkebunan, atau peternakan rakyat diserahkan pada pihak kerajaan sebanyak 10% atau 20%. Dari pajak yang dikumpulkan itulah kerajaan dapat hidup. Oleh sebab itu, pihak istana selalu mewanti-wanti pejabat di bawahnya agar tidak menyakiti rakyatnya. Jika rakyat tersakiti atau diperlakukan tidak adil, rakyat akan protes. Demonstrasi yang dilakukan rakyat saat itu bukan seperti sekarang ini, mengerahkan massa, melainkan pindah ke kerajaan lain yang dianggap lebih menyenangkan dan lebih adil. Hal itulah yang menyebabkan adanya kerajaan yang bertambah kuat dan ada yang hancur, hilang sama sekali.

            Apa artinya sebuah kerajaan yang tidak mempunyai rakyat?

            Sekarang pun sama saja sebenarnya, negara itu hidup karena rakyatnya. Pendapatan negara atau yang kita kenal dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah berasal dari aktivitas masyarakat yang membayar pajak, berbelanja, transaksi bisnis, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hibah, dan  lain sebagainya. Pendek kata, mayoritas keuangan negara itu berasal dari rakyatnya sendiri ditambah usaha negara sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan, kemunduran, kekayaan, kemiskinan, kehancuran negara disebabkan oleh rakyatnya sendiri. Uang-uang yang dikumpulkan menjadi APBN dan atau APBD itu dikembalikan lagi kepada rakyat berupa keamanan, pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, sosial, berbagai subsidi, dan lain sebagainya.

            Hal tersebut menunjukkan bahwa jika ingin negara maju dan sejahtera, kembali lagi pada perilaku rakyatnya sendiri. Rakyat harus belajar keras dan bekerja keras agar punya banyak uang, lalu mampu bertransaksi dan membayar pajak lebih banyak. Jika rakyatnya malas belajar dan bekerja, hasilnya pun akan datang “malas-malasan”, keuangan negara akan kecil yang akibatnya selalu berada dalam kesusahan.

            Di samping itu, rakyat yang kemudian telah berubah posisi menjadi penyelenggara atau pejabat memiliki kewajiban untuk mengatur uang-uang rakyat yang telah terkumpul itu kembali lagi kepada rakyat dengan baik dan adil. Untuk saat ini, hal yang paling utama wajib dilakukan negara adalah “memerangi korupsi” dan “meningkatkan kualitas pendidikan”. Hal itu disebabkan saya percaya kepada Menteri Keuangan RI Sri Mulyani bahwa musuh terbesar Indonesia saat ini  adalah “korupsi” dan “pendidikan yang buruk”.

            Begitu, Bro.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment