Saturday, 11 January 2020

Masih Sulit Berbagi di Natuna

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Pagi kemarin (11-01-09) saya menulis tentang protes nelayan Natuna yang disampaikan pada awal-awal Susi Pudjiastuti menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan RI. Susi sudah berhasil menghalau para pencuri Ikan di Laut Natuna Utara, kemudian para nelayan itu meminta pula agar nelayan-nelayan dari Pulau Jawa tidak ikut menangkap ikan di Natuna. Mereka tampaknya ingin menguasai laut itu sendirian, untuk mereka sendiri.

            Keinginan itu wajar dan bagus agar nelayan-nelayan Natuna lebih sejahtera. Akan tetapi, kenyataannya mereka sendiri tidak bisa meramaikan laut di seputar Natuna. Akibatnya, banyak kapal asing dari berbagai negara yang justru mencuri ikan di Natuna, termasuk Cina di Laut Natuna Utara yang diributkan orang itu.

            Presiden Jokowi sendiri menjelaskan bahwa di Natuna itu ada 80 ribu orang. Itu jumlah yang sedikit dan pasti tidak semuanya nelayan. Ada anak balita, lanjut usia, pegawai negeri, pedagang, petani, peternak, karyawan, anak sekolah, dan lain sebagainya. Artinya, jumlah nelayan pasti sedikit. Dari jumlah nelayan yang sedikit itu, akan lebih sedikit jika dihitung nelayan yang memiliki atau menggunakan kapal-kapal besar yang mampu berada di ZEE Laut Natuna Utara dalam waktu lama. Jumlah yang sedikit itu mungkin yang membuat  Laut Natuna Utara tidak terlalu banyak aktivitas yang dilakukan nelayan Indonesia. Akibatnya, kawasan itu disatroni maling oleh negara-negara asing, terutama Cina.

            Berdasarkan kenyataan yang ada, pemerintah Indonesia, sebagaimana yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud M.D. mengambil kebijakan untuk lebih rutin melakukan patroli laut, menambah armada pengawasan, dan mengundang nelayan-nelayan Pantai Utara (Pantura) yang jelas dari Pulau Jawa untuk meramaikan ZEE Laut Natuna Utara. Kebijakan itu diharapkan memperkokoh posisi Indonesia di Laut Natuna Utara, memperlihatkan kesiapan Indonesia menguasai laut di hadapan dunia, sekaligus “show off force”, ‘unjuk kekuatan’ di hadapan Cina.

            Sayangnya, lagi-lagi lagu lama dari sebagian nelayan Natuna menyatakan ketidaksetujuan untuk menerima nelayan-nelayan dari Pulau Jawa berada di kawasan laut Natuna, sebagamana yang diberitakan Kompas TV (11-01-09). Entah apa penyebabnya. Kalau memang pernah punya masalah di antara nelayan Natuna dan nelayan Pulau Jawa, segera selesaikan, lalu berbagi bersama untuk menguatkan eksistensi nelayan Indonesia di Laut Natuna Utara. Jangan sampai “ku batur ulah, ku manehna henteu, tungtungna ku Cina”, ‘dimanfaatkan oleh orang lain tidak boleh, tetapi dimanfaatkan dia sendiri tidak, akhirnya diambil Cina’.

            Seperti saya bilang tadi, kawasan laut Natuna boleh oleh nelayan Natuna sendiri dikuasai, tetapi harus mampu meramaikan Laut Natuna Utara supaya tidak selalu dicuri negara lain. Kenyataannya, menurut laporan  Bakamla dan TNI AL ketika mengusir coast guard Cina, tidak satu pun nelayan Indonesia ada di ZEE Laut Natuna Utara.

            Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus melakukan pembinaan bahwa ada hal yang lebih penting daripada soal saing-menyaingi antara nelayan Natuna dengan nelayan Pantura, yaitu soal kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna Utara. Kalaulah nelayan Natuna merasa tersaingi karena alat tangkapnya lebih sederhana dibandingkan nelayan Pantura, sangat baik pemerintah membantu mereka dengan cara memberikan alat tangkap yang lebih baik dan besar, meminjaminya, atau menjualnya kepada mereka dengan cara dicicil. Bisa pula dengan membagi wilayah tangkapan, nelayan Pulau Jawa ada di sebelah mana dan nelayan Natuna pada bagian lainnya. Di samping itu, harus disadarkan bahwa sesama bangsa Indonesia itu harus berbagi karena “berbagi itu indah”. Tidak akan berkurang rezeki karena berbagi, sungguh, demi Allah swt.

            Sangat aneh jika dengan bangsa sendiri tidak mau berbagi, tetapi menjaga sendiri lautnya tidak bisa yang akhirnya harus menyaksikan lautnya dicuri berulang-ulang dan terus berkali-kali oleh negara lain. Sungguh, berbagi dengan bangsa sendiri adalah jauh lebih indah dibandingkan selalu mengelus dada karena haknya dirampok negara lain.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment