oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Demonstrasi hari ini
(14-01-2020) menyuarakan aspirasi agar Gubernur DKI Anies Baswedan mundur
sebagai gubernur. Keinginan para pendemo ini disebabkan Anies dianggap tidak
bisa bekerja sebagai gubernur, salah satunya tidak mengantisipasi bencana
banjir, padahal Jakarta adalah langganan banjir. Dia malah mengerjakan hal-hal
lain yang dianggap tidak penting oleh masyarakat.
Tuntutan mundur ini tidak perlu ditanggapi terlalu sewot,
baik oleh Anies sendiri maupun oleh para pendukungnya. Biasa saja, santuy aja.
Ini negara demokrasi, setiap orang boleh bicara, boleh menilai, boleh
mengkritik. Yang tidak boleh itu berbohong, hoax, menghina, dan memaki-maki. Tuntutan
mundur itu harus dihadapi dengan tenang.
Bukankah ada ulama yang katanya berharap Jakarta dipimpin
oleh orang yang lemah lembut, baik hati, dan santun?
Anies harus menghadapi rakyatnya dengan lemah lembut,
baik hati, dan santun. Jawab saja kritikan itu dengan kerja keras, bukti nyata,
dan kepedulian yang tinggi kepada warganya. Jangan sebaliknya, menghadapi
rakyat dengan cara menyalahkan orang lain, baik anak buahnya, kepala daerah
lain, atau bahkan pemerintah pusat. Apalagi jika menganggap warganya yang protes
sebagai musuh. Salah besar itu. Baik kepada pendukung ataupun bukan pendukung,
Anies harus bersikap sama karena warga DKI Jakarta itu adalah warganya juga.
Seluruh warga DKI Jakarta itu adalah tanggung jawabnya, baik di dunia maupun di
akhirat nanti.
Demikian pula dengan gugatan 250 warga DKI yang menuntut ganti
rugi sejumlah 423 miliar rupiah itu, hadapi saja dengan cara-cara hukum, bukan
menghadapinya dengan mengerahkan massa tandingan yang pro-Anies. Hadapi saja
dengan tenang dan laksanakan keputusan yang sudah diambil hakim setelah melalui
proses persidangan.
Kalau ada yang selalu mengincar kesalahan Anies Baswedan,
itu wajar. Itulah risiko seorang gubernur yang sejak sekarang sudah
dielu-elukan sebagai calon presiden RI 2024. Ada banyak orang yang ingin
menggantikan Jokowi dan mereka ingin menang. Salah satu caranya adalah
menggambarkan Anies sebagai orang yang lemah, tidak bisa bekerja, terpilih
sebagai gubernur hasil kasus Sara, dan lain sebagainya.
Dalam percakapan orang Sunda ada bahasa “beuki luhur naek tatangkalan, beuki gede
angin ngagelebug”, ‘semakin tinggi naik pohon, semakin kencang angin bertiup
menggoncangkan’.
Begitu, kan?
Respon masyarakat terhadap dirinya akibat banjir besar
ini harus menjadi pelajaran bagi Anies agar lebih baik bekerja, lebih dekat
dengan masyarakat, terampil berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah lain,
serta berani mengambil tanggung jawab pekerjaan tanpa harus menyalahkan orang
lain.
Contoh juga tim Jokowi yang selalu memerangi hoax yang
menyerang Jokowi dengan melaporkannya pada pihak kepolisian. Upaya mereka tampak
berhasil. Sangat banyak yang ditangkap, kemudian menyatakan diri bersalah dan
menyesal. Jika ada hoax yang menyerang Anies, segera laporkan pada pihak
berwajib supaya kebenaran tampak lebih nyata.
Dituntut mundur itu biasa saja. Jokowi dituntut mundur,
Ahok dituntut mundur, Menhan RI Prabowo dituntut mundur, Menteri Kelautan dan
Perikanan Edhy Prabowo dituntut mundur, Susi Pudjiastuti juga pernah dituntut
mundur, bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pun setiap hari sampai
sekarang dituntut mundur dan didorong untuk di-impeach, ‘dipecat’.
Masa Anies dituntut mundur sewot?
Biasa saja, kalem aja.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment