oleh
Tom Finladin
Bandung,
Putera Sang Surya
Tiga hari sebelumnya, sikap
Cina melunak tentang pelanggaran yang dilakukannya, penangkapan ikan secara ilegal
di wilayah hak berdaulat Indonesia. Sebetulnya, Cina atau negara mana pun boleh
menggunakan kawasan Laut Natuna Utara itu untuk sekedar lewat atau jalan-jalan
karena itu laut lepas. Akan tetapi, jika mengambil manfaat ekonomi di sana,
harus mendapat izin dari Indonesia. Begitu aturannya. Karena Cina ngotot bahwa
itu adalah wilayahnya, terjadilah sengketa dengan Indonesia. Dalam
persengketaan kecil itu, Indonesia menunjukkan keseriusan dan ketegasannya.
Semua menteri, rakyat, bahkan Presiden Jokowi sendiri bersikukuh untuk
menegakkan kedaulatan, hak berdaulat, dan hukum di wilayah yang menjadi hak
Indonesia. Karena sikap Indonesia yang sangat sengit, Cina pun melunak dan
tidak ingin meneruskan klaim-klaimnya. Bahkan, Cina mengingatkan bahwa hubungan
dengan Indonesia sangat baik, banyak kerja sama positif, dan ingin merayakan
persahabatan Cina-Indonesia yang ke-70 tahun. Di samping itu, Juru Bicara Menlu
Cina Geng Shuang mengajak Indonesia untuk tidak lagi meributkan masalah Laut
Natuna Utara.
Meskipun Cina sudah melunak dan dilaporkan bahwa sudah
dua hari ini pergi dari kawasan Laut Natuna Utara, kita tidak boleh merasa
tenang. Hal itu disebabkan Cina masih tidak mengeluarkan pernyataan untuk mengakui
bahwa kawasan yang dijarahnya itu adalah hak berdaulat Indonesia serta tidak
pernah menghapus klaimnya sebagai traditional
fishing area miliknya. Mereka tetap pada sikapnya, mereka hanya pergi, tetapi
tetap pada klaimnya.
Indonesia
tidak boleh merasa menang dulu. Oleh sebab itu, harus tetap meningkatkan patroli
laut dan memperbanyak aktivitas nelayan di sana. Dengan demikian, kawasan laut
itu (ZEE) tetap berada dalam kendali dan pemanfaatan pihak Indonesia.
Pada dasarnya hubungan internasional itu hanya ada dua,
yaitu: “war and peace”, ‘perang atau damai’. Adapun damai atau perdamaian artinya
adalah “jeda di antara perang”. Damai
itu hanya jeda, istirahat dari perang karena kehidupan ini pada dasarnya adalah
“perang” antara kebaikan dan kejahatan. Pada masa damai inilah terjadi kerja
sama ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, sastra, dan lain sebagainya.
Kita juga harus memanfaatkan suasana damai tersebut secara positif karena jika
dalam suasana perang, tidak akan ada kerja sama, kecuali pertikaian,
pembunuhan, dan penghancuran.
Jadi, berdamai dengan Cina, bagus. Bersahabat dengan
siapa pun oke. Akan tetapi, kewaspadaan tidak boleh kendor. Segala persiapan
untuk perang tetap harus ditingkatkan karena perang bisa terjadi tanpa diduga.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment