oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Di Wuhan dan kota-kota
lainnya di Cina yang menjadi medan tempur antara tubuh dan virus corona, banyak
orang Indonesia, mungkin ribuan. Mereka ada yang sedang belajar sebagai
mahasiswa, juga sebagai pekerja. Sampai hari ini, sampai tulisan ini disusun,
mereka tetap sehat dan tidak seorang pun terinfeksi virus corona.
Hal itu dipuji oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI
Terawan, “Orang-orang Indonesia mempunyai daya tahan tubuh yang kuat menurut
saya.”
Kita, sebagai warga Negara Indonesia, layak bersyukur
atas berita tersebut. Semoga mereka tetap sehat dan tidak terinfeksi virus corona.
Saya bukan ahli kesehatan, tetapi sekali dua kali sempat
membaca juga tentang kesehatan. Pernyataan Menkes RI tersebut sungguh menarik.
Daya tahan tubuh orang Indonesia relatif kuat dari infeksi virus mungkin karena
pertama, memang lahir dan hidup lama
di Indonesia yang beriklim tropis, memiliki dua musim, hujan dan kemarau. Hal
ini seperti dalam tulisan saya yang lalu bahwa virus flu di Indonesia tidak
mengakibatkan kematian. Berbeda dengan di negara-negara yang memiliki empat
musim, virus flu kerap menimbulkan kematian.
Kedua, faktor makanan
dan minuman. Orang Indonesia yang mayoritas Islam sangat berhati-hati dengan
makanan dan minuman. Bahkan, kita terbilang rewel soal ini. Kita ingin selalu
makanan yang halal. Tak kurang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI), dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) selalu
serius soal makanan dan minuman untuk melindungi masyarakat. Makanan halal
jelas sehat dan meningkatkan kualitas ketahanan tubuh. Berbeda dengan makanan
dan minuman haram yang merusakkan tubuh sehingga memudahkan tubuh diserang
virus penyakit apa saja.
Ketiga, kebahagiaan.
Mereka yang berada di Cina tetap berkomunikasi dengan keluarga dan orang-orang
terdekatnya di Indonesia. Saling melepas rindu melalui alat komunikasi, saling
memberi semangat, dan terus saling mendoakan meskipun dengan kondisi jarak yang
jauh. Hal itu membuat hati bahagia dan hidup tetap semangat, “full of life”. Di samping itu, komunikasi
yang baik dan doa menimbulkan getaran cinta yang luar biasa menyenangkan. Dalam
ajaran Islam dipahami bahwa “doa adalah
senjata orang beriman”. Doa bisa menembus ruang dan waktu. Di mana pun kita
berada, doa tetap bisa sampai dan membuat kenyamanan tersendiri. Bahkan, doa
mampu menghubungkan alam nyata dengan alam gaib serta yang hidup dengan yang
mati. Luar biasa memang energi doa itu. Dengan perasaan rindu, saling memiliki,
saling memberikan semangat, saling mencintai, dan saling mendoakan membuat
tubuh sehat karena mengalirkan magnet listrik yang menyegarkan jiwa dan fisik.
Orang-orang yang belajar ilmu tenaga dalam pasti tahu hal ini.
Dua hari ini beredar video-video warga Kota Wuhan yang jumlahnya
11 juta itu saling berteriak bersahutan memberikan semangat hidup dalam keadaan
kota itu diisolasi, tidak boleh ada yang masuk dan tidak ada yang boleh keluar dari
kota. Hal itu secara naluriah sebagai manusia dilakukan untuk mendorong harapan
hidup dan menguatkan tubuh untuk lebih segar dan sehat. Selain, itu ada juga
video mahasiswa-mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia yang
bersama-sama mengepalkan tangan untuk memberikan semangat dan cinta kepada
saudara-saudaranya sesama mahasiswa yang sedang belajar di Cina, khususnya yang
sedang terisolasi di Kota Wuhan.
Dalam tradisi kita, sebagai orang Indonesia, juga begitu,
bukan?
Kalau ada kenalan yang sakit, kita akan menengoknya untuk
memberikan harapan dan kekuatan di samping menunjukkan bahwa Si Sakit tidak
pernah kita tinggalkan. Itu akan menguatkan jiwa sehingga mendorong kesehatan
tubuh.
Semoga saudara-saudara kita sesama bangsa Indonesia tetap
sehat selamanya tidak terinfeksi virus corona. Berikan semangat, cinta, dan doa
untuk mereka di Cina. Jangan lupa pula berikan semangat, cinta, dan doa untuk
mereka sesama manusia meskipun berbeda ras, tempat lahir, dan agama. Kita
manusia adalah bersaudara karena berasal dari “Zat Yang Satu”, ‘Allah swt’.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment