oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Semua kejadian ada
hikmahnya. Pertengkaran terakhir antara Indonesia dengan Cina mengenai hak
berdaulat Indonesia di Laut Natura Utara membuka hikmah tersendiri. Meskipun
tidak begitu diperhatikan orang dan mungkin dianggap kecil, hikmah dan beberapa
manfaatnya nyata.
Manfaatnya sesungguhnya banyak, misalnya, patroli laut
Indonesia lebih rutin dan lebih kuat, kapal-kapal nelayan Indonesia jadi lebih
besar ukurannya, kita lebih memahami perilaku Cina ketika berkonflik. Masih
banyak sebetulnya yang bisa ditulis. Meskipun demikian, ada hal yang mungkin
tidak disadari banyak orang, yaitu soal nama kawasan perairan yang dijarah
kapal-kapal nelayan dan coast guard Cina
itu. Dunia mengenalnya dengan nama “Laut
Cina Selatan”, ‘South China Sea’. Indonesia pun menggunakan nama itu. Akan
tetapi, ketika beberapa tahun lalu terjadi konflik yang sama di kawasan yang
sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti
mengubah namanya menjadi “Laut Natuna
Utara”, ‘North Natuna Sea’. Perubahan atau penggunaan nama ini menimbulkan
reaksi keras dari Cina. Mereka protes, berteriak pada dunia menyatakan
ketidaksetujuan atas nama yang digunakan Susi Pudjiastuti.
Persoalan nama ini kemudian mereda dengan sangat cepat,
tidak mendapat tanggapan dari banyak orang. Kita dan dunia tetap menggunakan
istilah Laut Cina Selatan. Semua menggunakan nama itu. Akan tetapi, kasus
pencurian ikan yang dilakukan oleh Cina di Indonesia yang baru-baru ini terjadi
membuat nama Natuna menjadi lebih populer, kemudian istilah atau nama Laut
Natuna Utara semakin sering terdengar atau terbaca. Istilah Laut Cina Selatan
malahan menjadi mulai terasa asing, minimal bagi rakyat Indonesia. Media cetak
dan elektronik, para penyelenggara negara, masyarakat, serta tulisan-tulisan di
Medsos pun menggunakan nama Laut Natuna.
Penggunaan nama ini sangat penting sesungguhnya. Jika
menggunakan nama Laut Cina Selatan, rasanya itu memang merupakan milik Cina.
Akan tetapi, jika menggunakan nama Laut Natuna Utara, jelas rasa Indonesia-nya
lebih kuat.
Kalaulah penyair dunia William Shakespeare pernah
mengatakan “apalah arti sebuah nama”,
kita jawab saja bahwa nama adalah “doa,
harapan, dan identitas diri”.
Sangatlah baik jika
kita mulai sekarang menggunakan nama Laut Natuna Utara, tidak perlu lagi
menggunakan nama Laut Cina Selatan. Para akademisi, birokrat, politisi,
pengusaha, dan rakyat pada umumnya harus menggunakan nama ini. Soal dunia
menggunakan nama yang lain, terserah mereka. Akan tetapi, kita akan
mempengaruhi dunia jika nama itu yang kita pakai terus-menerus dan
berulang-ulang. Dengan demikian, dunia akan lebih mendukung karena nama itu
adalah nama Indonesia.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment