oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Perilaku maling-maling ikan dari
Cina itu memang menyebalkan dan mengesalkan.
Orang Sunda bilang, “Nyiar-nyiar,
ngeleketek, ngajak ngesang.”
Maksudnya, Cina itu
cari-cari perkara, bikin gara-gara, mengajak tinju.
Perilaku seperti itu tentu saja membuat Indonesia
mengerahkan sebagian kekuatannya untuk mengusir para penyamun Cina itu. Mulai
Bakamla, TNI AL, sampai dengan TNI AU dikerahkan untuk mengamankan wilayah itu.
Hal yang harus diperhatikan adalah biaya atau “cost” yang harus dikeluarkan untuk
mengamankan wilayah itu. Tentunya, Indonesia harus mengeluarkan biaya yang
tidak sedikit, pasti sangat besar. Untuk satu kali menerbangkan satu pesawat
tempur Sukhoi buatan Rusia saja,
biaya yang harus dikeluarkan, saya dengar, Rp450 juta. Sekarang untuk mengamankan
Laut Natuna Utara memang bukan Sukhoi, melainkan pesawat tempur buatan Amerika
Serikat, F16. Mungkin biayanya tidak sebesar Sukhoi, tetapi bedanya tidak akan
jauh. Sukhoi itu kan pesawat yang lebih terbaru dibandingkan F16.
Kita bisa hitung dengan angka rupiah.
Apakah biaya untuk mengamankan itu dapat tergantikan oleh
hasil tangkapan nelayan Natuna di Laut Natuna Utara?
Saya sangat ragu. Jangan-jangan biaya pengamanannya
ratusan kali lipat dibandingkan hasil tangkapan nelayan Natuna.
Mungkin tampaknya rugi, tetapi untuk sebuah harga diri
dan semangat “NKRI Harga Mati”, itu
kecil sekali, tidak ada apa-apanya. Mempertahankan harga diri, kedaulatan, dan
kepercayaan internasional atas hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna Utara tidak
bisa ditawar-tawar dan tidak bisa dinilai dengan uang. Harga diri dan
kepercayaan internasional jauh lebih berharga.
Meskipun demikian, kita tetap harus berhitung agar biaya
pengamanan itu dapat terbiayai atau tergantikan oleh aktivitas nelayan Indonesia
di Laut Natuna Utara. Oleh sebab itu, mengajak nelayan-nelayan dari Pulau Jawa dalam
jumlah banyak adalah sangat tepat. Dengan banyaknya nelayan Indonesia yang
beraktivitas di sana dengan berbagai kelengkapan kapal dan alat-alatnya dapat
meningkatkan hasil tangkapan di Laut Natuna Utara.
Nelayan Natuna harus memahami hal ini. Mereka tidak boleh
egois. Hasil tangkapan mereka yang mungkin sedikit itu pasti tidak dapat
sebanding dengan biaya pengamanan di kawasan itu. Terlalu besar biaya
pengamanan, sedangkan hasil tangkapannya sedikit. Akan tetapi, aspirasi nelayan
Natuna pun harus didengarkan oleh pemerintah. Menurut mereka, bukan ingin
menghalangi nelayan Pulau Jawa, tetapi mengharapkan pemerintah mengaktifkan
dulu atau lebih memanfaatkan nelayan natuna untuk berlayar dengan disertai
berbagai fasilitas yang diperlukan. Itu benar. Akan tetapi, itu memerlukan
waktu pembinaan yang cukup lama, sementara nelayan Cina terus-terusan mengintip
kelengahan Indonesia untuk mencuri lagi ikan di Laut Natuna Utara.
Hal yang lebih tepat dilakukan adalah undang nelayan
Pantura atau dari Pulau Jawa sebanyak-banyaknya sambil melakukan pembinaan dan
pelengkapan fasilitas kepada nelayan Natuna. Hal itu bisa dilakukan
berbarengan. Ketika nelayan Natuna sudah mulai siap sendiri dan meramaikan
sekaligus menjaga Laut Natuna Utara dengan segala aktivitasnya, barulah
nelayan-nelayan Pantura dikembalikan ke Pulau Jawa atau diatur ulang
aktivitasnya. Dengan demikian, hasil tangkapan dapat lebih banyak untuk
membiayai pengamanan dan Laut Natuna Utara pun dapat lebih aman.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment