Wednesday 15 January 2020

Berhitung di Laut Natuna Utara


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Perilaku maling-maling ikan dari Cina itu memang menyebalkan dan mengesalkan.

            Orang Sunda bilang, “Nyiar-nyiar, ngeleketek, ngajak ngesang.”

            Maksudnya, Cina itu cari-cari perkara, bikin gara-gara, mengajak tinju.

            Perilaku seperti itu tentu saja membuat Indonesia mengerahkan sebagian kekuatannya untuk mengusir para penyamun Cina itu. Mulai Bakamla, TNI AL, sampai dengan TNI AU dikerahkan untuk mengamankan wilayah itu.

            Hal yang harus diperhatikan adalah biaya atau “cost” yang harus dikeluarkan untuk mengamankan wilayah itu. Tentunya, Indonesia harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, pasti sangat besar. Untuk satu kali menerbangkan satu pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia saja, biaya yang harus dikeluarkan, saya dengar, Rp450 juta. Sekarang untuk mengamankan Laut Natuna Utara memang bukan Sukhoi, melainkan pesawat tempur buatan Amerika Serikat, F16. Mungkin biayanya tidak sebesar Sukhoi, tetapi bedanya tidak akan jauh. Sukhoi itu kan pesawat yang lebih terbaru dibandingkan F16.

            Kita bisa hitung dengan angka rupiah.

            Apakah biaya untuk mengamankan itu dapat tergantikan oleh hasil tangkapan nelayan Natuna di Laut Natuna Utara?

            Saya sangat ragu. Jangan-jangan biaya pengamanannya ratusan kali lipat dibandingkan hasil tangkapan nelayan Natuna.

            Mungkin tampaknya rugi, tetapi untuk sebuah harga diri dan semangat “NKRI Harga Mati”, itu kecil sekali, tidak ada apa-apanya. Mempertahankan harga diri, kedaulatan, dan kepercayaan internasional atas hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna Utara  tidak bisa ditawar-tawar dan tidak bisa dinilai dengan uang. Harga diri dan kepercayaan internasional jauh lebih berharga.

            Meskipun demikian, kita tetap harus berhitung agar biaya pengamanan itu dapat terbiayai atau tergantikan oleh aktivitas nelayan Indonesia di Laut Natuna Utara. Oleh sebab itu, mengajak nelayan-nelayan dari Pulau Jawa dalam jumlah banyak adalah sangat tepat. Dengan banyaknya nelayan Indonesia yang beraktivitas di sana dengan berbagai kelengkapan kapal dan alat-alatnya dapat meningkatkan hasil tangkapan di Laut Natuna Utara.

            Nelayan Natuna harus memahami hal ini. Mereka tidak boleh egois. Hasil tangkapan mereka yang mungkin sedikit itu pasti tidak dapat sebanding dengan biaya pengamanan di kawasan itu. Terlalu besar biaya pengamanan, sedangkan hasil tangkapannya sedikit. Akan tetapi, aspirasi nelayan Natuna pun harus didengarkan oleh pemerintah. Menurut mereka, bukan ingin menghalangi nelayan Pulau Jawa, tetapi mengharapkan pemerintah mengaktifkan dulu atau lebih memanfaatkan nelayan natuna untuk berlayar dengan disertai berbagai fasilitas yang diperlukan. Itu benar. Akan tetapi, itu memerlukan waktu pembinaan yang cukup lama, sementara nelayan Cina terus-terusan mengintip kelengahan Indonesia untuk mencuri lagi ikan di Laut Natuna Utara.

            Hal yang lebih tepat dilakukan adalah undang nelayan Pantura atau dari Pulau Jawa sebanyak-banyaknya sambil melakukan pembinaan dan pelengkapan fasilitas kepada nelayan Natuna. Hal itu bisa dilakukan berbarengan. Ketika nelayan Natuna sudah mulai siap sendiri dan meramaikan sekaligus menjaga Laut Natuna Utara dengan segala aktivitasnya, barulah nelayan-nelayan Pantura dikembalikan ke Pulau Jawa atau diatur ulang aktivitasnya. Dengan demikian, hasil tangkapan dapat lebih banyak untuk membiayai pengamanan dan Laut Natuna Utara pun dapat lebih aman.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment