Friday 10 January 2020

Akrobat Politik Internasional Jokowi


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Setelah Cina berulang-ulang melakukan pencurian di kawasan perairan hak berdaulat Indonesia, Laut Natuna Utara, diperlukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk memastikan bahwa kawasan itu tidak diganggu lagi oleh siapa pun, terutama Cina. Di samping melakukan patroli laut lebih rutin, meningkatkan modernitas aparat dan kelengkapannya, menambah banyak nelayan Indonesia yang beraktivitas di sana, juga diperlukan lebih banyak kegiatan dan pembangunan ekonomi di kawasan Natuna. Upaya ini dilakukan Jokowi dengan mengundang Jepang untuk berinvestasi di Natuna, tepat dua hari setelah mengunjungi Natuna.

            Upaya yang dilakukan Jokowi ini sangat menarik untuk diduga-duga, dianalisis, karena kita kan tidak tahu apa yang ada dalam kepala Jokowi. Kita hanya bisa menduga-duga, kecuali kalau Jokowi sendiri yang mengatakan alasannya mengajak Jepang untuk berinvestasi di Natuna.

            Saya menduga bahwa Jokowi sengaja mengundang Jepang karena di samping memang untuk kepentingan bisnis, juga alasan keamanan. Jokowi menawarkan proyek-proyek pada Jepang di Natuna. Jika proyek pembangunan itu berjalan, Jepang jelas akan mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Demikan pula Indonesia, akan mendapatkan keuntungan, bahkan dua kali lipat, yaitu keuntungan ekonomi dan keuntungan keamanan.

            Kita berhak menduga, kenapa Jepang yang diundang berinvestasi di Natuna?

            Kenapa bukan Amerika Serikat, Singapura, Inggris, Belanda, atau negara lainnya?

            Jika kita melihat perselisihan antara Indonesia dan Cina di Laut Natuna Utara, memilih Jepang sebagai investor adalah sangat tepat. Hal itu disebabkan Jepang pun pernah berkonflik dengan Cina dalam perebutan kepulauan “Senkaku”. Bahkan, Jepang dan Cina hampir saja berperang. Berbeda dengan Indonesia, tidak separah pertengkaran mereka. Indonesia hanya kasus pencurian ikan dan penyelesaiannya berupa penegakan hukum, bukan perang. Hal itu memiliki arti bahwa jika Cina bikin ulah di wilayah Natuna, Jepang pun akan berusaha melindungi Natuna karena memiliki berbagai proyek di Natuna.

            Itulah yang saya sebut akrobat politik internasional Jokowi. Secara tidak langsung, pengamanan di kawasan Natuna terbantu pula oleh keberadaan Jepang di Natuna yang ikut membangun di Natuna.

            Akrobat politik ini mirip yang dilakukan Presiden RI sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketika Alutsista Indonesia diembargo oleh Amerika Serikat yang membuat Indonesia kesulitan memperkuat TNI Angkatan Udara, SBY membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia. Bedanya, SBY lebih terang-terangan, mudah dibaca. Adapun Jokowi lebih halus, tersembunyi, dan baru bisa diduga-duga.

            Sekarang, tinggal Jepang, apakah mereka tertarik atau tidak atas tawaran Jokowi untuk berinvestasi di Natuna. Kalau tertarik, Indonesia mendapat dua keuntungan, yaitu ekonomi dan keamanan karena Jepang adalah seteru Cina dalam perebutan wilayah Senkaku. Yang penting, apapun yang dilakukan Jokowi harus atas dasar kepentingan bangsa dan Negara Indonesia.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment