Friday, 10 January 2020

Jangan Berebut Ikan Sesama Warga RI


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Dengan melihat kenyataan bahwa aktivitas nelayan Indonesia di Laut Natuna Utara sangat kurang, sudah seharusnya perebutan lahan atau penangkapan ikan di antara nelayan Indonesia sendiri dihentikan. Meskipun ada pernyataan dari anggota DPR RI Meutya Hafidz bahwa nelayan Indonesia di Laut Natuna Utara sangat ramai, kenyataannya laporan Bakamla dan TNI AL menunjukkan sebaliknya bahwa tak ada satu pun nelayan Indonesia yang melakukan aktivitas. Hal itu dilaporkannya ketika melakukan pengusiran pada coast guard dari Cina. Malahan, yang ramai itu adalah nelayan-nelayan Cina yang sedang melakukan pencurian ikan.

            Sepinya nelayan Indonesia di Laut Natuna Utara bisa disebabkan beberapa hal, misalnya, takut karena diusir coast guard Cina, ukuran kapalnya terlalu kecil, atau memang jumlah nelayannya kurang. Di samping itu, ada pula nelayan-nelayan Natuna yang merasa “tersaingi” oleh nelayan-nelayan dari Pulau Jawa. Hal itu pernah disampaikan nelayan-nelayan Natuna ketika Susi Pudjiastuti masih menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan RI. Mungkin hal itu yang menyebabkan kurangnya nelayan Indonesia beraktivitas di Laut Natuna Utara.

            Sebaiknya, jangan dulu ada perebutan di antara nelayan di Indonesia. Biarkan dulu saja nelayan Indonesia bisa menangkap ikan di mana saja di seluruh Indonesia. Yang penting laut Indonesia ramai oleh aktivitas nelayan dalam jumlah banyak. Di samping itu pun, ukuran kapalnya harus semakin besar karena tampaknya yang merasa tersaingi itu adalah mereka yang kapalnya kecil dan hanya berebut ikan di batas empat mil laut. Jika kapalnya besar-besar, dapat melakukan penangkapan ikan di laut yang lebih jauh lagi. Wajar jika perebutan di antara nelayan Indonesia terjadi di batas laut empat mil karena kapalnya kecil-kecil dan ikan-ikannya juga terus berkurang.

            Pengurangan ikan-ikan di wilayah empat mil laut ini pernah dikhawatirkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat ketika saya mewawancarainya beberapa tahun lalu tentang kesiapan pembangunan pelabuhan di Jabar Selatan, khususnya Garut Selatan. Seharusnya, nelayan-nelayan Indonesia menggunakan kapal yang lebih besar dan melakukan penangkapan lebih jauh lagi. Biarkan ikan-ikan yang hidup di bawah empat mil berkembang dan tambah banyak dulu untuk kemudian dipanen pada waktu yang lain.

            Hal yang juga agak menggelikan adalah saya mendengar bahwa karena ada otonomi daerah, nelayan itu harus memiliki KTP daerah setempat untuk bisa memancing di daerahnya. Jika KTP mereka menunjukkan berasal dari daerah lain, dilarang menangkap ikan. Seharusnya, biarkan dulu laut kita ramai oleh nelayan kita dari mana saja dan biarkan para nelayan itu berkembang bisnisnya sehingga memiliki peralatan, perlengkapan, dan kapal yang lebih besar lagi untuk berada di batas-batas terluar laut Indonesia.

            Tambahan pula, berdasarkan informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat pada tahun-tahun lalu, gaya hidup nelayan kita itu harus diubah. Mereka tidak terbiasa menabung untuk masa depan keluarga dan anak-anak mereka. Biasanya, jika sudah punya uang hasil dari menangkap ikan, mereka cenderung boros. Padahal, jika lebih berhati-hati, bisa ditabung untuk sekolah, kuliah, atau keperluan lain pada masa depan. Mereka cenderung boros karena dalam pikirannya uang bisa didapat lagi besok jika pergi melaut lagi. Memang perlu penataran, pelatihan, atau pencerahan untuk hal itu.

            Untuk dapat menggairahkan aktivitas nelayan sekaligus mengamankan laut Indonesia, jangan dulu ada persaingan di antara nelayan Indonesia, kapalnya menggunakan ukuran yang lebih besar, jangan boros, dan membuat tertarik generasi muda untuk berperan serta memanfaatkan laut Indonesia.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment