oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Persoalan pencurian ikan di
Laut Natuna, Indonesia ini memunculkan banyak dialog dan acara-acara talk show. Dari beberapa perbincangan,
ternyata para pencuri ikan itu hanyalah “para
pencuri lapar”.
Sebetulnya bukan
hanya Cina yang gemar mencuri ikan di Natuna, melainkan banyak yang berasal
dari negara lain, misalnya, Malaysia, Vietnam, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Akan tetapi, ketika Cina yang melakukan pencurian, ributnya bukan main. Hal itu
disebabkan Cina memang sedang seksi menjadi pusat perhatian dunia di samping “ngeyel”. Padahal, insiden-insiden
dengan negara lain pun kerap terjadi hingga menimbulkan tabrakan kapal antara patroli
Indonesia dengan “coast guard” negara
asal para pencuri itu, misalnya, dengan Vietnam dan Malaysia. Akan tetapi,
peristiwa itu kurang seksi untuk diberitakan. Hal ini sama dengan peristiwa “teror”, jika pelakunya orang Islam,
beritanya luar biasa dahsyat. Hal itu disebabkan untuk kasus terorisme, umat Islam
itu seksi menjadi pusat perhatian. Berbeda jika pelakunya berasal dari penganut
agama non-Islam, beritanya biasa-biasa saja, bahkan tidak diberitakan sama
sekali. Padahal, banyak sekali kasus teror yang dilakukan penganut agama lain.
Dari beberapa perbincangan mengenai pencurian di Laut
Natuna dan mereka nekad melakukannya disebabkan beberapa hal. Pertama, pergantian kabinet di Indonesia
menyebabkan perubahan kebijakan seperti tidak adanya lagi penenggelaman kapal.
Kedua, ikan-ikan
di negara mereka sudah menipis jumlahnya, bahkan mungkin habis. Menipisnya
jumlah ikan di negara mereka kemungkinan disebabkan penangkapan yang tidak
memikirkan sustainability, ‘kesinambungan
kehidupan’ dan atau penangkapan yang luar biasa banyak untuk memenuhi permintaan
industrinya. Cina adalah negara yang sangat banyak penduduknya, mencapai 1,3
miliar orang yang membutuhkan ikan di samping untuk industri ikan yang akan
dijual kembali. Hal itu bisa dilihat dari alat tangkap yang mereka gunakan,
yaitu pukat harimau yang sangat
dilarang digunakan oleh nelayan Indonesia.
Ketiga, sumber
daya ikan di Laut Natuna luar biasa melimpah. Hal ini terjadi setelah Menteri
Susi Pudjiastuti melakukan penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan, kebijakan
larangan menangkap ikan-ikan atau udang-udang yang masih kecil agar
kesinambungan hidup terjaga, larangan penggunaan alat tangkap yang berbahaya
dan mengancam keberlangsungan hidup ikan-ikan.
Keempat, para
pencuri ikan itu mempelajari keadaan Negara Indonesia. Ketika Indonesia lengah,
sibuk dengan isu-isu dalam negeri, ribut di dalam negeri, kekurangan dana
operasional untuk patroli, dan lemahnya penjagaan dari Indonesia, mereka pun
segera melakukan pencurian. Jadi, mereka pada dasarnya adalah pencuri. Mereka
menunggu situasi yang tepat untuk melakukan pencurian.
Untuk mengatasi para pencuri ikan itu, kita semua sebagai
warga bangsa harus bersatu dan mendukung segala keputusan yang mengambil
langkah bertujuan menjaga kedaulatan NKRI, penegakkan hukum, serta eksploitasi
sumber daya laut untuk kepentingan dalam negeri. Mereka yang tidak mendukung
kebijakan seperti ini adalah teman-temannya pencuri itu.
Dengan memahami bahwa sebenarnya pada dasarnya mereka
adalah pencoleng ikan, tidak ada jalan lain yang harus dilakukan yaitu
meningkatkan patroli dan meningkatkan kekuatan laut Indonesia lebih modern
lagi. Hal itu yang harus dilakukan karena tidak mungkin membuat pagar di laut.
Berapa biayanya membuat pagar di laut?
Mahal sekali pastinya.
Apalagi kalau pagarnya dari bambu, moal anggeus-anggeus nyieunna nepikeun ka kiamat oge.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment