Sunday, 5 January 2020

Mereka Cuma Pencuri Lapar


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Persoalan pencurian ikan di Laut Natuna, Indonesia ini memunculkan banyak dialog dan acara-acara talk show. Dari beberapa perbincangan, ternyata para pencuri ikan itu hanyalah “para pencuri lapar”.

            Sebetulnya bukan hanya Cina yang gemar mencuri ikan di Natuna, melainkan banyak yang berasal dari negara lain, misalnya, Malaysia, Vietnam, Filipina, Singapura, dan Thailand. Akan tetapi, ketika Cina yang melakukan pencurian, ributnya bukan main. Hal itu disebabkan Cina memang sedang seksi menjadi pusat perhatian dunia di samping “ngeyel”. Padahal, insiden-insiden dengan negara lain pun kerap terjadi hingga menimbulkan tabrakan kapal antara patroli Indonesia dengan “coast guard” negara asal para pencuri itu, misalnya, dengan Vietnam dan Malaysia. Akan tetapi, peristiwa itu kurang seksi untuk diberitakan. Hal ini sama dengan peristiwa “teror”, jika pelakunya orang Islam, beritanya luar biasa dahsyat. Hal itu disebabkan untuk kasus terorisme, umat Islam itu seksi menjadi pusat perhatian. Berbeda jika pelakunya berasal dari penganut agama non-Islam, beritanya biasa-biasa saja, bahkan tidak diberitakan sama sekali. Padahal, banyak sekali kasus teror yang dilakukan penganut agama lain.

            Dari beberapa perbincangan mengenai pencurian di Laut Natuna dan mereka nekad melakukannya disebabkan beberapa hal. Pertama, pergantian kabinet di Indonesia menyebabkan perubahan kebijakan seperti tidak adanya lagi penenggelaman kapal.

            Kedua, ikan-ikan di negara mereka sudah menipis jumlahnya, bahkan mungkin habis. Menipisnya jumlah ikan di negara mereka kemungkinan disebabkan penangkapan yang tidak memikirkan sustainability, ‘kesinambungan kehidupan’ dan atau penangkapan yang luar biasa banyak untuk memenuhi permintaan industrinya. Cina adalah negara yang sangat banyak penduduknya, mencapai 1,3 miliar orang yang membutuhkan ikan di samping untuk industri ikan yang akan dijual kembali. Hal itu bisa dilihat dari alat tangkap yang mereka gunakan, yaitu pukat harimau yang sangat dilarang digunakan oleh nelayan Indonesia.

            Ketiga, sumber daya ikan di Laut Natuna luar biasa melimpah. Hal ini terjadi setelah Menteri Susi Pudjiastuti melakukan penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan, kebijakan larangan menangkap ikan-ikan atau udang-udang yang masih kecil agar kesinambungan hidup terjaga, larangan penggunaan alat tangkap yang berbahaya dan mengancam keberlangsungan hidup ikan-ikan.

            Keempat, para pencuri ikan itu mempelajari keadaan Negara Indonesia. Ketika Indonesia lengah, sibuk dengan isu-isu dalam negeri, ribut di dalam negeri, kekurangan dana operasional untuk patroli, dan lemahnya penjagaan dari Indonesia, mereka pun segera melakukan pencurian. Jadi, mereka pada dasarnya adalah pencuri. Mereka menunggu situasi yang tepat untuk melakukan pencurian.

            Untuk mengatasi para pencuri ikan itu, kita semua sebagai warga bangsa harus bersatu dan mendukung segala keputusan yang mengambil langkah bertujuan menjaga kedaulatan NKRI, penegakkan hukum, serta eksploitasi sumber daya laut untuk kepentingan dalam negeri. Mereka yang tidak mendukung kebijakan seperti ini adalah teman-temannya pencuri itu.

            Dengan memahami bahwa sebenarnya pada dasarnya mereka adalah pencoleng ikan, tidak ada jalan lain yang harus dilakukan yaitu meningkatkan patroli dan meningkatkan kekuatan laut Indonesia lebih modern lagi. Hal itu yang harus dilakukan karena tidak mungkin membuat pagar di laut.

            Berapa biayanya membuat pagar di laut?

            Mahal sekali pastinya.

           Apalagi kalau pagarnya dari bambu, moal anggeus-anggeus nyieunna nepikeun ka kiamat oge.

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment