Friday, 12 May 2017

Antara Sistem Hukum dan Ilmu

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Benar kita harus mengormati sistem dan hukum positif. Sesalah apa pun hakim membuat keputusan, sebrengsek apa pun hakim menjatuhkan vonis, sebodoh apa pun sekumpulan hakim, setolol apa pun sebuah vonis, kita tetap harus menghormatinya. Hal itu disebabkan hakim merupakan bagian dari sistem yang harus dihormati agar sistem negara tetap tegak dan tidak berubah menjadi anarkis. Akan tetapi, rasa hormat itu hanya sebatas terhadap sistem, tidak ada rasa hormat dalam ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan yang ada hanya benar dan salah. Tidak ada hubungan dengan harga diri, toleransi, dan rasa hormat. Benar harus dikatakan benar. Salah harus dikatakan salah. Tidak ada rasa keadilan dalam ilmu pengetahuan. Contohnya, kita tidak boleh ragu mengatakan bahwa Bumi itu bulat dan harus berani menyalahkan orang lain yang mengatakan Bumi itu datar. Siapa pun yang mengatakan Bumi itu datar, dia adalah orang bodoh dan kita harus mengatakannya sebagai kesalahan. Mau itu ulama, presiden, mertua, orangtua kandung, pendeta, biksu, rahib, siapa pun yang mengatakan bahwa Bumi itu datar adalah salah. Di samping itu, siapa pun yang mempertahankan mati-matian pendapat bahwa Bumi itu datar adalah sekumpulan manusia bodoh, tolol, dan goblok.

            Meskipun demikian, jika terjadi silang sengketa kasus hukum tentang bentuk Bumi dan prosesnya masuk sidang pengadilan, semua harus menghormatinya meskipun hakim memutuskan bahwa orang yang mengatakan bahwa bentuk Bumi bulat adalah orang yang melakukan penodaan pada kitab astronomi dan melakukan penghinaan kepada orang-orang yang berpendapat Bumi itu datar. Keputusan tolol hakim itu harus dihormati karena itu merupakan bagian dari sistem yang harus disepakati. Akan tetapi, tidak ada rasa hormat dalam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bergerak sendiri membuktikan kebenarannya dan tidak bisa dibendung maupun dibatasi. Keputusan hakim memang harus dihormati, tetapi secara ilmu, keputusan itu harus disalahkan karena memang salah. Semua tahu bahwa Bumi itu bulat dan tidak datar.

            Begitulah seharusnya kita menyikapi vonis hakim terhadap Ahok yang telah menyatakan bahwa Ahok melakukan penodaan terhadap agama. Bagaimana pun kita menganggap salah vonis hakim, kita tetap harus menghormatinya. Akan tetapi, kita tidak bisa menghormatinya secara ilmu pengetahuan. Hal itu disebabkan secara ilmu, Ahok tidaklah salah karena pendapat yang mengatakan bahwa QS Al Maidah : 51 adalah ayat larangan untuk memilih pemimpin beragama Kristen dalam sistem politik demokrasi sebetulnya pendapat yang salah. Ayat itu sama sekali tidak berhubungan dengan pemilihan pemimpin dalam sistem politik demokrasi. Ayat itu adalah larangan bagi kaum muslimin untuk berlindung dan patuh kepada Yahudi dan Kristen jika terjadi perang yang melibatkan Yahudi dan Kristen sebagai pengkhianat perjanjian damai dengan kaum muslimin. Beberapa tulisan di blog ini juga sudah menerangkannya dan tidak ada yang berani membantah secara ilmu. Semua pengecut untuk berdebat soal itu.

            Penggunaan QS Al Maidah : 51 itu terasa sebagai akal-akalan untuk menjatuhkan Ahok dan itu adalah tindakan pengecut yang aneh karena ternyata banyak pos-pos kepemimpinan di Indonesia ini yang dipegang oleh orang-orang Kristen, tetapi tidak pernah dipermasalahkan. Ada banyak ratusan kepemimpinan orang Kristen dalam mengelola masyarakat muslim yang tidak pernah dipermasalahkan, tetapi ketika urusan Ahok dan posisi Gubernur DKI Jakarta, ayat itu pun digunakan, termasuk dalam menjerumuskan Ahok ke dalam penjara.

            Ahok hanyalah salah seorang warga Negara Indonesia. Jika pemahaman QS Al Maidah : 51 tetap dalam keadaan salah, kasus-kasus seperti ini memiliki potensi kemungkinan terjadi berulang-ulang dan kita jatuh dalam kerumitan yang sama berulang-ulang pula. Itulah yang dimaksudkan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno sebagai umat Islam tetap tertinggal seribu tahun lamanya. Pemahaman QS Al Maidah : 51 harus diluruskan karena pasti ada pemahaman yang salah. Tidak mungkin pemahaman yang bertolak belakang itu benar semuanya, harus ada satu yang benar dan tepat, pemahaman yang lain pasti salah. Tidak perlu ada alasan lagi “demi persatuan dan ketenangan” sehingga tidak memperbaiki pemahaman-pemahaman yang keliru. Semuanya harus diluruskan. Caranya, perdebatkan ayat itu secara ilmu hingga lelah dan letih dengan menggunakan metode ilmiah, hasilnya kita pegang bersama.

            Sayangnya, saya yakin bahwa BANYAK ORANG TERBELAKANG YANG GEMAR HADITS-HADITS PALSU PASTI PENGECUT UNTUK BERDEBAT KARENA MEREKA MEMANG MANUSIA TERBELAKANG.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment